Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Duck Syndrome, Ketika Permukaan Tenang Menyembunyikan Krisis Kesehatan Mental
14 Maret 2025 10:53 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Analogi "duck syndrome" efektif menggambarkan kondisi seseorang yang terlihat tenang dan tanpa usaha di permukaan, padahal sebenarnya sedang berjuang keras di balik layar. "Duck syndrome" termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan ketika individu berusaha keras untuk menampilkan kesan tenang dan tanpa kesulitan, padahal sebenarnya mereka sedang menghadapi tekanan dan perjuangan yang berat.
ADVERTISEMENT
Ketika kita melihat seekor bebek berenang di danau atau kolam, ia tampak tenang, anggun, dan meluncur dengan mulus di atas air. Gerakannya terlihat santai dan tanpa beban. Kita mungkin mengira bebek tersebut tidak perlu banyak usaha untuk bergerak dan menikmati ketenangannya. Di bawah permukaan air, kaki bebek bergerak dengan cepat, kuat, dan tanpa henti. Ia mengayuh kakinya dengan keras untuk mendorong dirinya maju, menjaga keseimbangan, dan tetap mengapung. Usaha keras ini tidak terlihat oleh pengamat di permukaan. Yang tampak hanyalah ketenangan di atas air.
Permukaan air yang tenang pada analogi bebek melambangkan bagaimana seseorang dengan "duck syndrome" menampilkan dirinya kepada dunia luar. Mereka terlihat tenang, kompeten, sukses, dan seolah-olah mampu mengatasi segala hal dengan mudah. Mereka tersenyum, terlihat percaya diri, dan menghindari menunjukkan tanda-tanda kesulitan atau kelelahan. Kaki bebek yang mengayuh dengan keras di bawah air melambangkan perjuangan internal, tekanan, stres, kecemasan, dan usaha keras yang sebenarnya dialami oleh orang tersebut. Mereka bekerja sangat keras, merasa kewalahan, menghadapi tantangan besar, atau berjuang dengan emosi negatif, tetapi mereka menyembunyikan perjuangan ini dari orang lain.
ADVERTISEMENT
"Duck syndrome" dapat memicu atau memperburuk berbagai masalah kesehatan mental karena tekanan konstan untuk menyembunyikan perjuangan dan menampilkan kesan sempurna. Upaya terus-menerus untuk menekan emosi negatif dan mempertahankan citra diri yang sempurna membutuhkan energi mental yang sangat besar. Kesenjangan antara apa yang ditampilkan di luar dan apa yang dirasakan di dalam menciptakan ketegangan dan stres yang berkelanjutan.
Stres dan kecemasan dapat mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia, tidur tidak nyenyak, atau merasa lelah meskipun sudah cukup tidur. Stres kronis dapat memengaruhi sistem pencernaan, menyebabkan masalah seperti sakit perut, sindrom iritasi usus (IBS), perubahan nafsu makan, atau masalah pencernaan lainnya. Stres yang berkepanjangan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk penyakit kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke. Aktivasi respons stres yang terus-menerus dapat berdampak buruk pada sistem kardiovaskular. Stres kronis dapat menekan sistem kekebalan tubuh, membuat individu lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Ketegangan dan stres dapat bermanifestasi secara fisik sebagai sakit kepala, nyeri otot, dan ketidaknyamanan fisik lainnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tidak secara eksplisit menyebutkan istilah "duck syndrome", beberapa ketentuan di dalamnya memiliki potensi untuk mengatasi atau mengurangi faktor-faktor yang berkontribusi pada fenomena ini. Undang-undang ini menekankan pentingnya upaya kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk di dalamnya kesehatan jiwa. Hal ini membuka peluang untuk program-program pencegahan yang berfokus pada pengelolaan stres, peningkatan kesadaran diri, dan pengembangan mekanisme koping yang sehat, yang dapat membantu individu mengatasi tekanan tanpa harus menyembunyikannya. Pasal-pasal yang mengatur tentang fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dapat mendorong ketersediaan dan akses yang lebih baik terhadap layanan konseling dan terapi bagi individu yang mengalami tekanan akibat "duck syndrome".
Undang-undang ini menyinggung tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam menyelenggarakan layanan kesehatan, yang dapat diinterpretasikan mencakup upaya menciptakan lingkungan kerja yang sehat secara fisik dan mental. Hal ini relevan karena tekanan di tempat kerja merupakan salah satu pemicu utama "duck syndrome". Meskipun tidak spesifik, semangat undang-undang untuk pencegahan dapat mendorong perusahaan dan organisasi untuk mengimplementasikan program-program yang mendukung kesejahteraan mental karyawan, mengurangi beban kerja yang tidak sehat, dan mempromosikan budaya komunikasi yang terbuka, sehingga mengurangi potensi untuk menyembunyikan kesulitan.
ADVERTISEMENT
Undang-undang ini juga mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental, mengurangi stigma terhadap masalah psikologis, dan mengedukasi masyarakat tentang fenomena "duck syndrome" sehingga tercipta lingkungan yang lebih suportif dan tidak menghakimi. Pengembangan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang ini dapat membantu dalam pengumpulan data dan pemantauan masalah kesehatan mental, termasuk potensi identifikasi tren terkait tekanan dan stres di berbagai populasi, yang mungkin berkaitan dengan "duck syndrome".
Implementasi efektif dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memerlukan peraturan turunan yang lebih rinci, seperti peraturan menteri kesehatan, yang dapat secara lebih spesifik memasukkan aspek-aspek yang relevan dengan "duck syndrome". "Duck syndrome" memiliki karakteristik khusus, yaitu adanya kesenjangan antara penampilan luar yang tenang dan perjuangan internal yang intens. Kondisi ini seringkali tidak terdeteksi dan berbeda dari masalah kesehatan mental lainnya yang lebih mudah dikenali. Peraturan turunan dapat memberikan definisi yang lebih jelas dan menguraikan secara spesifik aspek-aspek "duck syndrome" yang perlu diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan kerangka kerja yang luas. Peraturan turunan diperlukan untuk menerjemahkan semangat undang-undang, khususnya terkait upaya kesehatan jiwa dan pencegahan, ke dalam tindakan dan program yang konkret dan terarah untuk mengatasi "duck syndrome". Tanpa panduan yang lebih spesifik, implementasi program kesehatan mental tidak efektif menyasar akar permasalahan "duck syndrome". Peraturan turunan dapat mengarahkan pengembangan intervensi yang lebih tepat sasaran, misalnya program di tempat kerja atau lingkungan pendidikan yang secara khusus mengatasi tekanan kinerja dan ekspektasi yang tidak realistis.
Peraturan turunan dapat mengamanatkan adanya kampanye kesadaran publik yang secara spesifik membahas "duck syndrome", membantu masyarakat mengenali tanda-tandanya, dan mendorong individu untuk mencari bantuan tanpa rasa malu. Peraturan turunan dapat mengintegrasikan pertimbangan "duck syndrome" dalam protokol kesehatan mental yang ada, memastikan bahwa tenaga kesehatan memiliki pemahaman dan panduan yang memadai untuk mengidentifikasi dan memberikan dukungan kepada individu yang mengalaminya. Peraturan turunan dapat mendorong penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi, dampak, dan penanganan "duck syndrome" di Indonesia, serta mengamanatkan pengumpulan data yang relevan untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas intervensi.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, "duck syndrome" menyoroti adanya krisis kesehatan mental yang tersembunyi di balik penampilan luar yang tenang. Regulasi memiliki peran signifikan dalam menciptakan lingkungan yang suportif dan mengurangi tekanan yang berkontribusi pada fenomena ini. Dengan kesadaran yang meningkat dan tindakan yang terarah, dapat diwujudkan masyarakat yang lebih peduli terhadap kesehatan mental dan mendorong individu untuk mengatasi tantangan hidup secara lebih autentik.