Konten dari Pengguna

Jerat “Klik” Adiksi Belanja Daring dan Urgensi Regulasi

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
1 Januari 2025 11:36 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Adiksi belanja daring adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian. Regulasi yang tepat, edukasi yang efektif, dan kesadaran diri adalah kunci untuk memutus mata rantai konsumerisme digital yang merugikan ini.”
ADVERTISEMENT
Fenomena belanja daring telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi bagian dari gaya hidup modern. Popularitasnya didorong oleh berbagai faktor, terutama kemudahan yang ditawarkannya bagi konsumen. Dengan perangkat yang terhubung ke internet, seperti smartphone, laptop, atau tablet, konsumen dapat berbelanja kapan saja dan di mana saja, 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tidak ada batasan jam buka toko atau lokasi geografis. Belanja daring menghilangkan kebutuhan untuk pergi ke toko fisik, menghadapi kemacetan, mencari tempat parkir, dan antri di kasir. Semua proses, mulai dari pemilihan barang hingga pembayaran, dapat diselesaikan dari rumah atau tempat lain yang nyaman. Toko daring menawarkan pilihan produk yang jauh lebih banyak dibandingkan toko fisik. Konsumen dapat dengan mudah membandingkan harga, merek, dan fitur dari berbagai penjual, baik lokal maupun internasional. Persaingan yang ketat antar penjual daring menghasilkan harga yang lebih kompetitif. Selain itu, banyak toko daring menawarkan diskon, promo, dan kupon yang menarik bagi konsumen. Deskripsi produk, foto, video, dan ulasan dari pembeli lain memberikan informasi yang lengkap bagi konsumen sebelum memutuskan untuk membeli. Hal ini membantu konsumen membuat keputusan pembelian yang lebih tepat. Berbagai metode pembayaran digital, seperti transfer bank, kartu kredit, dompet digital, dan paylater, memudahkan proses transaksi dan memberikan fleksibilitas bagi konsumen. Layanan pengiriman yang cepat dan efisien memungkinkan konsumen menerima barang pesanan langsung di depan pintu rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Adiksi belanja daring, atau yang dikenal sebagai compulsive online shopping atau online buying disorder, adalah kondisi di mana seseorang memiliki dorongan kuat dan sulit dikendalikan untuk berbelanja secara daring secara berlebihan dan tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang sebenarnya. Adiksi belanja daring dianggap sebagai salah satu bentuk gangguan perilaku yang mirip dengan kecanduan lainnya. Sebuah artikel di Jurnal Sistem Informasi (SISFO) Universitas Malikussaleh mendefinisikan kecanduan belanja daring sebagai "suatu bentuk perilaku pembelian abnormal melalui internet, di mana konsumen memiliki kekuatan dan keinginan yang kronis, tidak terkendali, dan keinginan untuk melakukan pembelian daring yang secara terus-menerus." Beberapa penelitian mengkategorikan adiksi belanja daring sebagai bagian dari Buying-Shopping Disorder (BSD), yaitu gangguan yang ditandai dengan dorongan berbelanja yang kompulsif.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang mengalami adiksi belanja daring menunjukkan berbagai ciri-ciri atau gejala. Ciri pertama adalah perilaku berbelanja yang tidak terkendali (impulsif). Melakukan pembelian secara tiba-tiba tanpa perencanaan atau pertimbangan yang matang dan terdorong untuk membeli saat melihat iklan, promo, atau flash sale, meskipun barang tersebut sebenarnya tidak dibutuhkan. Orang seperti ini merasakan senang atau euforia saat berbelanja, yaitu merasakan sensasi kesenangan, kegembiraan, atau kepuasan yang intens saat melakukan pembelian daring. Hal ini merupakanpemicu untuk terus berbelanja. Orang yang mengalami adiksi, mempunyai obsesi terhadap diskon dan promo, yaitu terus-menerus mencari diskon, promo, atau flash sale serta merasa "rugi" jika melewatkannya.
Ada berbagai faktor yang mendorong seseorang mengalami adiksi belanja daring. Faktor-faktor ini bisa berasal dari dalam diri individu (internal) maupun dari lingkungan eksternal. Individu yang mengalami masalah seperti stres, kecemasan, depresi, kesepian, atau rendah diri cenderung menggunakan belanja daring sebagai mekanisme koping yang tidak sehat. Berbelanja memberikan sensasi kesenangan sesaat dan melupakan masalah yang dihadapi. Individu dengan sifat impulsif cenderung bertindak tanpa berpikir panjang dan sulit mengendalikan diri. Hal ini membuat mereka rentan terhadap godaan belanja daring yang instan dan mudah. Taktik pemasaran yang agresif, seperti diskon besar-besaran, flash sale, kupon, dan penawaran terbatas, menciptakan urgensi dan mendorong pembelian impulsif. Orang yang sangat materialistis cenderung mengukur kesuksesan dan kebahagiaan melalui kepemilikan barang. Belanja daring menjadi cara untuk memenuhi keinginan materialistis mereka. Perkembangan teknologi dan internet memudahkan akses ke platform belanja daring kapan saja dan di mana saja. Cukup dengan smartphone dan koneksi internet, seseorang dapat berbelanja dengan mudah. Adiksi belanja daring disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.
ADVERTISEMENT
Dampak finansial merupakan salah satu konsekuensi paling nyata dari adiksi belanja daring. Perilaku belanja yang kompulsif dan tidak terkendali dapat dengan cepat menguras keuangan seseorang dan menyebabkan berbagai masalah, mulai dari kesulitan keuangan ringan hingga kebangkrutan. Akibat pengeluaran yang tidak terkontrol, individu kesulitan mengelola keuangan mereka. Mereka mungkin kesulitan membayar tagihan bulanan, menabung, atau memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Untuk membiayai kebiasaan belanja mereka, individu seringkali mengandalkan kartu kredit atau pinjaman online (paylater). Hal ini dapat menyebabkan hutang menumpuk dengan cepat karena bunga yang tinggi. Jika hutang sudah menumpuk terlalu banyak dan individu tidak mampu lagi membayarnya, mereka berpotensi mengalami kebangkrutan.
Adiksi belanja daring tidak hanya berdampak pada kondisi finansial, tetapi juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental seseorang. Beberapa dampak psikologis yang umum dialami oleh orang yang kecanduan belanja daring antara lain stres, kecemasan, depresi, rasa bersalah, dan rendah diri. Masalah keuangan yang timbul akibat belanja berlebihan, seperti hutang menumpuk dan kesulitan membayar tagihan, dapat menyebabkan stres yang berat, memicu perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan harapan. Individu merasa tertekan dan khawatir tentang kondisi keuangannya. Dampak psikologis dari adiksi belanja daring dapat sangat mengganggu kualitas hidup seseorang.
ADVERTISEMENT
Adiksi belanja daring tidak hanya berdampak pada finansial dan psikologis, tetapi juga merusak aspek sosial kehidupan seseorang. Beberapa dampak sosial yang umum terjadi antara lain kerusakan hubungan interpersonal, isolasi sosial, dan masalah keluarga. Orang yang kecanduan belanja daring cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar perangkat mereka daripada berinteraksi langsung dengan orang lain. Hal ini menyebabkan berkurangnya interaksi tatap muka dengan teman, keluarga, dan rekan kerja. Dalam kasus yang parah, adiksi belanja daring dapat menyebabkan perceraian atau perpisahan karena konflik yang berkepanjangan dan masalah keuangan yang tak kunjung selesai.
Regulasi dibutuhkan untuk menciptakan tatanan yang adil dan melindungi berbagai pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas, termasuk dalam konteks belanja daring. Tanpa regulasi, potensi terjadinya penyalahgunaan, kerugian, dan ketidakadilan akan meningkat. Beberapa hal dapat diterapkan dalam substansi regulasi.
ADVERTISEMENT
Pembatasan iklan dan promosi yang agresif dapat diatur di dalam regulasi. Pembatasan iklan dan promosi yang agresif bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik pemasaran yang dapat memicu pembelian impulsif, menyesatkan, atau bahkan merugikan. Iklan dan promosi yang agresif seringkali memanfaatkan psikologi konsumen untuk menciptakan rasa urgensi, takut ketinggalan (FOMO), atau kebutuhan palsu. Pengaturan fitur checkout dan pembayaran juga dapat dijadikan materi muatan regulasi. Pengaturan fitur checkout dan pembayaran merupakan aspek krusial dalam platform belanja daring yang memengaruhi pengalaman pengguna dan tingkat konversi penjualan. Proses checkout yang rumit dan opsi pembayaran yang terbatas dapat menyebabkan calon pembeli mengurungkan niatnya. Namun, yang palin penting adalah peningkatan edukasi dan literasi digital. Peningkatan edukasi dan literasi digital sangat penting di era digital. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan perangkat digital, tetapi juga tentang kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, menggunakan, dan menciptakan informasi secara efektif dan bertanggung jawab di lingkungan digital. Dengan literasi digital yang baik, individu dapat membedakan antara informasi yang valid dan informasi yang salah atau menyesatkan (hoax). Hal ini penting untuk mencegah penyebaran misinformasi dan disinformasi yang dapat berdampak negatif pada individu dan masyarakat. Literasi digital membantu individu untuk memahami risiko-risiko keamanan daring, seperti penipuan online, phishing, dan peretasan. Dengan demikian, mereka dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk melindungi diri mereka sendiri dan data pribadi mereka. Literasi digital merupakan keterampilan penting untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, seperti berbelanja online, menggunakan layanan perbankan digital, dan bekerja secara daring. Literasi digital memungkinkan individu untuk mengakses sumber belajar yang lebih luas, berkolaborasi dengan orang lain secara daring, dan berkomunikasi secara efektif melalui berbagai platform digital. Literasi digital mengajarkan individu tentang etika dan norma-norma yang berlaku di dunia digital, serta pentingnya menghormati hak cipta dan privasi orang lain. Literasi digital melatih kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi informasi yang ditemukan di internet, sehingga individu tidak mudah percaya pada informasi yang belum tentu benar.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum terhadap praktik predatory marketing, khususnya predatory pricing, sangat penting untuk menjaga persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen dari potensi kerugian jangka panjang. Predatory pricing adalah strategi penetapan harga yang sangat rendah, bahkan di bawah biaya produksi, dengan tujuan untuk menyingkirkan pesaing dari pasar atau mencegah pesaing baru masuk. Setelah pesaing tersingkir, pelaku usaha yang melakukan predatory pricing dapat menaikkan harga secara signifikan untuk memulihkan kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar. Di Indonesia, predatory pricing diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 1 Pasal 20 UU No. 5/1999 secara eksplisit melarang pelaku usaha untuk melakukan penjualan rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan tujuan menyingkirkan atau mematikan usaha pesaing. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga yang bertugas mengawasi dan menegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia. KPPU memiliki wewenang untuk menyelidiki dugaan praktik predatory pricing, melakukan persidangan, dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar.
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/online-belanja-pakaian-seluler-2900303/