Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Kesehatan Mental Generasi Z dari Perspektif Undang-Undang Kesehatan
11 Maret 2025 17:32 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa gangguan mental menyumbang 13% dari total beban penyakit global pada remaja usia 10-19 tahun. Depresi adalah salah satu penyebab utama penyakit dan disabilitas di kalangan remaja di seluruh dunia, dan bunuh diri adalah penyebab kematian nomor empat pada kelompok usia 15-29 tahun. Laporan UNICEF 2021 yang diterbitkan dalam judul "The State of the World's Children 2021, On My Mind: Promoting, Protecting and Caring for Children’s Mental Health" menyatakan bahwa secara global, 1 dari 7 remaja usia 10–19 tahun hidup dengan gangguan mental yang terdiagnosis. Diperkirakan ada 86 juta remaja usia 15-19 tahun dan 80 juta remaja usia 10-14 tahun di seluruh dunia yang mengalami gangguan mental. Gangguan kecemasan dan depresi menyumbang sekitar 40% dari gangguan mental yang terdiagnosis.
ADVERTISEMENT
Survei Global oleh Ipsos (2023) menunjukkan bahwa Generasi Z adalah kelompok usia yang paling berpotensi merasa cemas atau khawatir setidaknya seminggu sekali (58%) dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Studi oleh American Psychological Association (APA) menemukan bahwa Generasi Z melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan generasi yang lebih tua dan stres tersebut sering kali terkait dengan isu-isu sosial serta global seperti masa depan negara, hutang, pekerjaan, dan kesehatan. CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di USA melaporkan bahwa tingkat bunuh diri di kalangan kaum muda usia 10-24 tahun meningkat secara signifikan antara tahun 2007 dan 2018.
Generasi Z, sering juga disebut sebagai Gen Z, iGen, atau Zoomers, adalah kelompok generasi yang lahir setelah Generasi Milenial. Tidak ada batasan tahun kelahiran yang sepenuhnya baku dan disetujui secara universal, tetapi rentang tahun kelahiran yang paling umum digunakan untuk Generasi Z adalah pertengahan hingga akhir tahun 1990-an hingga awal tahun 2010-an. Generasi Z tumbuh dalam era internet dan teknologi digital yang sudah mapan. Mereka tidak mengenal dunia tanpa internet, smartphone, media sosial, dan akses informasi online yang mudah. Generasi Z terhubung secara global melalui internet dan media sosial dengan orang-orang dari berbagai budaya dan latar belakang. Generasi Z terpapar isu-isu global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan peristiwa politik di seluruh dunia. Oleh karena itu, Generasi Z memiliki perspektif yang global dan inklusif, cenderung lebih terbuka terhadap keberagaman budaya serta pandangan.
ADVERTISEMENT
Generasi Z memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Faktor-faktor seperti tekanan media sosial, perbandingan sosial, ketidakpastian masa depan, dan paparan berita negatif secara terus-menerus melalui internet dan media sosial dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental mereka.
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Generasi Z. Platform seperti Instagram, TikTok, Facebook, Twitter, dan lainnya menawarkan cara untuk terhubung, berbagi, dan mendapatkan informasi. Namun, media sosial juga dapat menjadi sumber tekanan yang besar. Media sosial seringkali menampilkan versi kehidupan yang ideal dan terkurasi. Pengguna cenderung hanya memposting momen-momen terbaik, pencapaian, dan penampilan sempurna mereka. Hal ini dapat memicu perbandingan sosial yang tidak sehat di kalangan Generasi Z. Mereka melihat kehidupan orang lain di media sosial yang tampak lebih bahagia, lebih sukses, lebih menarik, dan lebih populer, yang dapat menyebabkan perasaan tidak cukup baik (inadequacy), rendah diri, iri hati, dan tidak puas dengan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian Generasi Z, penggunaan teknologi dan media sosial dapat berkembang menjadi ketergantungan atau adiksi. Mereka mungkin merasa sulit untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan teknologi, bahkan ketika hal itu berdampak negatif pada kehidupan mereka. Ketergantungan teknologi dapat mempengaruhi pola tidur, nafsu makan, kesehatan fisik, hubungan sosial, dan performa akademik/pekerjaan, serta meningkatkan risiko masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Generasi Z menghadapi tekanan yang besar dalam bidang akademik dan ekonomi, yang juga berkontribusi signifikan terhadap krisis kesehatan mental mereka. Sistem pendidikan modern sangat kompetitif dan menekankan pada prestasi akademik yang tinggi sejak usia dini. Generasi Z merasakan tekanan yang besar dari orang tua, sekolah, dan masyarakat untuk mendapatkan nilai bagus, masuk ke sekolah atau universitas terbaik, dan meraih gelar tinggi. Tekanan ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, dan burnout akademik.
ADVERTISEMENT
Generasi Z memasuki dunia kerja di tengah kondisi ekonomi global yang tidak stabil, perubahan teknologi yang cepat, dan meningkatnya otomatisasi pekerjaan. Mereka menghadapi ketidakpastian tentang prospek pekerjaan, keamanan finansial, dan stabilitas ekonomi jangka panjang. Ini dapat memicu kecemasan tentang masa depan karir dan keuangan mereka. Generasi Z menghadapi persaingan yang ketat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kualifikasi mereka. Mereka merasa khawatir tentang kesulitan mencari pekerjaan setelah lulus, upah yang rendah, dan kurangnya peluang karir.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengakui kesehatan mental sebagai bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan. UU Kesehatan mengakui pentingnya kesehatan mental sebagai komponen utama kesehatan yang setara dengan kesehatan fisik. UU Kesehatan menjamin hak setiap orang atas kesehatan, termasuk hak atas kesehatan mental. Hak fundamental ini berlaku untuk semua warga negara Indonesia, termasuk Generasi Z. Hak ini mencakup hak untuk mendapatkan informasi, edukasi, konsultasi, layanan, dan fasilitas kesehatan mental yang dibutuhkan. Generasi Z berhak mengakses layanan kesehatan mental yang berkualitas dan terjangkau. UU Kesehatan mengatur upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dan upaya ini mencakup upaya kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
UU Kesehatan mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang terintegrasi dan komprehensif, termasuk layanan kesehatan mental yang terintegrasi di fasilitas pelayanan kesehatan, mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik pratama) hingga fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit). Generasi Z seharusnya memiliki akses layanan kesehatan mental di berbagai fasilitas kesehatan, tidak hanya di rumah sakit jiwa. Integrasi layanan ini penting agar akses lebih mudah dan stigma terkait masalah kesehatan mental bisa dikurangi.
Meskipun UU Kesehatan memberikan landasan yang kuat untuk upaya kesehatan mental secara umum, terdapat potensi kelemahan dari perspektif kebutuhan kesehatan mental Generasi Z. Kebutuhan kesehatan mental Generasi Z, seperti penanganan cyberbullying, adiksi media sosial, tekanan akademik yang intensif, atau dampak perubahan iklim pada kesehatan mental, belum terakomodasi secara eksplisit dalam UU Kesehatan. UU Kesehatan memberikan kerangka umum, tetapi detail implementasi untuk isu-isu spesifik ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana. UU Kesehatan mengamanatkan layanan kesehatan mental di fasilitas kesehatan, tetapi belum secara detail menetapkan standar layanan yang spesifik untuk remaja dan dewasa muda (Generasi Z). UU Kesehatan harus memastikan bahwa layanan kesehatan mental untuk Generasi Z, benar-benar terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
UU Kesehatan lebih menekankan pada aspek medis dan layanan kesehatan formal (kuratif dan rehabilitatif). Namun, kesehatan mental sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-medis dan sosial seperti pendidikan, pekerjaan, lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. Teknologi digital, media sosial, dan lanskap informasi terus berkembang dengan cepat. UU Kesehatan, yang dibuat pada tahun 2023, harus terus beradaptasi agar tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan kesehatan mental yang muncul dari perkembangan teknologi di masa depan.
Pemerintah harus menyusun peraturan pelaksana yang rinci, spesifik, dan responsif terhadap kebutuhan kesehatan mental Generasi Z, termasuk standar layanan, program pencegahan yang ditargetkan, dan mekanisme monitoring evaluasi. Melibatkan Generasi Z dalam proses perumusan kebijakan, pengembangan program, dan evaluasi layanan kesehatan mental agar sesuai dengan kebutuhan, perspektif, dan preferensi mereka.
ADVERTISEMENT