Konten dari Pengguna

Menelisik Tarif dan Klaim BPJS Kesehatan Melalui Regulasi

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
19 Januari 2025 14:45 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Regulasi tarif dan klaim BPJS Kesehatan, meskipun telah memberikan kontribusi signifikan dalam mewujudkan jaminan kesehatan nasional, masih belum sepenuhnya ideal. Perlu adanya evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, untuk mencapai keseimbangan antara keberlangsungan program, aksesibilitas, dan mutu pelayanan."
ADVERTISEMENT
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) adalah badan hukum publik yang bertugas menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Kehadirannya merupakan wujud pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. BPJS Kesehatan memegang peranan sentral dalam mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta di Indonesia. Artinya, BPJS Kesehatan bertujuan untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa terkendala masalah biaya.
BPJS Kesehatan merupakan satu-satunya badan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan secara nasional. Hal ini berarti BPJS Kesehatan bertanggung jawab atas pengumpulan iuran, pengelolaan dana, dan pembayaran klaim pelayanan kesehatan kepada fasilitas kesehatan yang bekerja sama. Dengan adanya BPJS Kesehatan, masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Masyarakat tidak perlu lagi khawatir dengan biaya pengobatan yang mahal karena sebagian besar biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Melalui sistem pembayaran Indonesia Case Based Groups (INA-CBG), BPJS Kesehatan berupaya mengendalikan biaya pelayanan kesehatan. Sistem ini menetapkan tarif standar untuk setiap jenis penyakit dan tindakan medis sehingga mencegah terjadinya overcharging atau biaya yang berlebihan. BPJS Kesehatan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, dan lain-lain) untuk meningkatkan mutu pelayanan. BPJS Kesehatan melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap kinerja fasilitas kesehatan mitra untuk memastikan pelayanan yang diberikan memenuhi standar yang ditetapkan. BPJS Kesehatan menganut prinsip gotong royong, yang mana peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu. Dengan demikian, tercipta keadilan dalam akses dan pembiayaan pelayanan kesehatan. Keberadaan BPJS Kesehatan berkontribusi pada pembangunan kesehatan nasional secara keseluruhan. Dengan meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan, diharapkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia juga semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Penetapan tarif yang terukur dan sistem klaim yang efisien bertujuan untuk mengendalikan pengeluaran dana BPJS Kesehatan. Dengan tarif yang rasional dan sistem klaim yang transparan, potensi pemborosan dan penyalahgunaan dana dapat diminimalkan. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan program dalam jangka panjang. Tarif yang ditetapkan harus mempertimbangkan keseimbangan antara pendapatan (iuran peserta) dan pengeluaran (klaim pelayanan kesehatan). Jika pengeluaran terus-menerus melebihi pendapatan, program akan mengalami defisit dan terancam tidak dapat berjalan dengan baik. Sistem klaim yang baik memungkinkan BPJS Kesehatan untuk memprediksi anggaran yang dibutuhkan di masa mendatang. Prediksi ini penting untuk perencanaan keuangan dan memastikan ketersediaan dana untuk membayar klaim.
Tarif yang ditetapkan harus terjangkau bagi peserta sehingga masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi dapat mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Jika tarif terlalu tinggi, peserta akan kesulitan membayar iuran dan tidak dapat memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan. Sistem klaim yang berbasis pada standar pelayanan medis (misalnya, INA-CBG) mendorong fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efektivitas pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Salah satu masalah krusial yang dihadapi BPJS Kesehatan adalah defisit anggaran. Defisit ini terjadi ketika pengeluaran untuk pembayaran klaim pelayanan kesehatan lebih besar daripada pendapatan dari iuran peserta. Tarif INA-CBG yang ditetapkan belum sepenuhnya mencukupi biaya riil pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan karena terjadi peningkatan biaya medis yang disebabkan oleh inflasi di sektor kesehatan dan perkembangan teknologi kedokteran. Jika tarif yang ditetapkan terlalu rendah dibandingkan dengan biaya riil pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan akan mengalami kesulitan untuk membayar klaim secara penuh. Jika kondisi ini terus berlanjut, defisit anggaran BPJS Kesehatan akan semakin besar dan mengancam keberlangsungan program.
INA-CBG memberikan transparansi dan prediktabilitas biaya pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan BPJS Kesehatan dapat memperkirakan biaya yang akan dikeluarkan untuk setiap kasus berdasarkan kelompok diagnosis dan tindakan. Dengan tarif yang telah ditetapkan untuk setiap kelompok kasus, INA-CBG membantu mengendalikan biaya pelayanan kesehatan dan mencegah overcharging atau biaya yang berlebihan. INA-CBG mendorong standarisasi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit didorong untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk setiap kelompok kasus. INA-CBG mendorong efisiensi dalam penggunaan sumber daya di rumah sakit. Rumah sakit didorong untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efisien agar biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tarif yang ditetapkan. INA-CBG berupaya menciptakan keadilan dalam pembayaran klaim. Rumah sakit menerima pembayaran yang sesuai dengan kompleksitas kasus yang ditangani.
ADVERTISEMENT
Ketidakakuratan pengodean diagnosis dan prosedur tindakan dapat memengaruhi besaran tarif yang dibayarkan. Kesalahan pengodean dapat menyebabkan rumah sakit menerima pembayaran yang lebih rendah atau lebih tinggi dari seharusnya. Biaya riil pelayanan kesehatan dapat bervariasi antar rumah sakit, tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi, fasilitas, dan sumber daya manusia. Tarif INA-CBG yang ditetapkan secara nasional mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan variasi biaya riil tersebut, terutama bagi rumah sakit di daerah terpencil atau rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. INA-CBG kurang memperhatikan komorbiditas atau penyakit penyerta yang diderita pasien. Pasien dengan komorbiditas yang kompleks membutuhkan pelayanan yang lebih intensif dan biaya yang lebih tinggi, tetapi hal ini mungkin tidak sepenuhnya tercermin dalam tarif INA-CBG. Sistem INA-CBG berpotensi memicu praktik upcoding, yaitu pengodean diagnosis atau prosedur tindakan yang lebih kompleks dari yang sebenarnya dilakukan, dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran yang lebih tinggi. Perubahan kode dan tarif INA-CBG yang dinamis terkadang menyulitkan rumah sakit dalam melakukan perencanaan keuangan dan penyesuaian sistem informasi. Meskipun terus dikembangkan, sistem INA-CBG belum sepenuhnya mencakup semua jenis layanan kesehatan, terutama layanan yang bersifat preventif dan promotif.
ADVERTISEMENT
Membandingkan regulasi BPJS Kesehatan dengan implementasi di lapangan mengungkapkan adanya beberapa kesenjangan dan tantangan yang perlu diatasi. UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan cakupan kesehatan semesta (UHC), yang berarti seluruh penduduk Indonesia harus terdaftar sebagai peserta JKN. Dalam praktiknya, meskipun cakupan kepesertaan terus meningkat, masih ada sebagian masyarakat yang belum terdaftar, terutama dari sektor informal, masyarakat miskin yang belum terdata, dan penduduk di daerah terpencil. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya kesadaran, kesulitan akses pendaftaran, dan masalah pendataan. Regulasi mengatur paket manfaat JKN yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Akan tetapi, di lapangan masih ada keluhan mengenai pembatasan jenis obat dan tindakan medis yang ditanggung, antrean panjang untuk layanan tertentu (misalnya, operasi elektif), dan perbedaan interpretasi mengenai prosedur dan indikasi medis yang ditanggung. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi paket manfaat belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Regulasi mengatur penetapan tarif INA-CBG sebagai mekanisme pembayaran klaim kepada faskes. Akan tetapi, dalam praktiknya sering terjadi perbedaan persepsi antara faskes dan BPJS Kesehatan mengenai kewajaran tarif. Faskes sering mengeluhkan tarif yang dianggap terlalu rendah dan tidak menutupi biaya riil pelayanan, sementara BPJS Kesehatan berupaya mengendalikan biaya agar program tetap berkelanjutan. Selain itu, proses verifikasi klaim yang lama dan keterlambatan pembayaran juga menjadi masalah yang sering dikeluhkan faskes.
ADVERTISEMENT
Regulasi mengatur prosedur pengajuan dan verifikasi klaim secara detail. Akan tetapi, dalam implementasinya, prosedur klaim sering dianggap rumit dan birokratis, terutama bagi faskes kecil. Persyaratan dokumen yang banyak, perbedaan interpretasi kode INA-CBG, dan sistem TI yang belum terintegrasi optimal menjadi kendala dalam proses klaim. Regulasi menekankan pentingnya mutu pelayanan dan mengatur standar mutu faskes. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya masih ada variasi mutu pelayanan antar faskes. Beberapa faskes masih menghadapi kendala dalam memenuhi standar mutu, seperti keterbatasan sumber daya manusia, peralatan medis, dan infrastruktur. Selain itu, masih ada keluhan mengenai antrean panjang, kurangnya informasi, dan komunikasi yang kurang baik antara petugas faskes dan pasien.
Regulasi mengatur mekanisme pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan JKN. Akan tetapi, kenyataannya pengawasan dan penegakan hukum masih perlu ditingkatkan untuk mencegah fraud, penyalahgunaan, dan pelanggaran lainnya yang dapat merugikan program JKN.
ADVERTISEMENT
Menilik analisis di atas, jelas bahwa regulasi tarif dan klaim BPJS Kesehatan saat ini masih menghadapi tantangan dalam mencapai titik ideal. Keseimbangan antara keberlangsungan program, aksesibilitas layanan bagi peserta, dan mutu pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan menjadi kunci utama. Regulasi yang ada telah memberikan fondasi yang kuat, tetapi penyempurnaan terus-menerus diperlukan untuk merespons dinamika kebutuhan masyarakat dan perkembangan di sektor kesehatan.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/stetoskop-rsud-dokter-kesehatan-840125/