Konten dari Pengguna

Mengenal Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit dalam Duty of Care

wahyu andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
30 Mei 2024 8:12 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan dan pelayanan medis yang diberikannya. Hal ini selaras dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 46 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 193. Tanggung jawab inilah yang disebut sebagai duty of care. Namun, hingga saat ini, banyak orang yang belum memahami mengenai duty of care dari Rumah Sakit sehingga apabila terjadi sengketa medis di Rumah Sakit, maka dokter selalu diposisikan sebagai aktor utama dan bahkan sebagai aktor tunggal. Secara hukum, hal ini tentunya menimbulkan ketidakadilan.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit merupakan sebuah institusi yang kompleks dan unik. Rumah Sakit merupakan sebuah institusi yang kompleks karena beragam profesi mengabdikan dirinya di Rumah Sakit dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien yang datang ke Rumah Sakit dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Rumah Sakit merupakan sebuah institusi yang unik karena Rumah Sakit bukan hanya merupakan entitas bisnis biasa yang bertujuan untuk mencari profit, tetapi Rumah Sakit juga merupakan entitas bisnis yang dibebani dengan kewajiban untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Salah satu fungsi dari rumah sakit adalah terkait terkait dengan pelaksanaan duty of care, yaitu bagaimana Rumah Sakit melaksanakan fungsinya untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan medis yang wajar kepada pasien dengan mengutamakan keselamatan pasien (patient safety). Artinya, dalam hal ini Rumah Sakit tidak hanya berkewajiban untuk menjamin agar Standar Pelayanan Rumah Sakit (khususnya Standar Operasional Prosedur (SOP)) dipahami oleh seluruh tenaga kesehatan dan tenaga medisnya. Namun, dalam aspek yang lebih luas, Rumah Sakit harus menjamin bahwa Standar Pelayanan Rumah Sakit (khususnya Standar Operasional Prosedur (SOP)) diimplementasikan oleh setiap tenaga kesehatan dan tenaga medis yang melaksanakan profesinya di Rumah Sakit dalam setiap unit pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit. Pada dasarnya, duty of care terkait dengan keselamatan pasien (patient safety).
ADVERTISEMENT
Keselamatan pasien (patient safety) secara khusus diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Tujuan pengaturan keselamatan pasien adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan kesehatan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan keselamatan pasien di Rumah Sakit, dilakukan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien yang meliputi: membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien; memimpin dan mendukung staf; mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; mengembangkan sistem pelaporan; melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatn pasien; dan mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien (patient safety) mewajibkan Rumah Sakit beserta seluruh personalianya untuk mematuhi 7 (tujuh) standar keselamatan pasien yang meliputi: hak pasien; pendidikan bagi pasien dan keluarga; keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan keselamatan pasien; peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien; dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
ADVERTISEMENT
Potensi permasalahan yang sering muncul terkait dengan pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dalam duty of care adalah mengenai penanganan pasien gawat darurat, baik dalam prosedur dan tata laksana penanganannya di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit maupun dalam prosedur dan tata laksana rujukan yang dilakukan oleh Rumah Sakit. Menurut penulis, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dikaji: Pertama, prosedur dan tata laksana penanganan pasien gawat darurat. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kondisi depersonalisasi/psikologis pasien dan/atau keluarga pasien. Artinya, sebagai person (atau manusia) mereka (yaitu pasien) sudah tidak utuh lagi secara psikhis. Ada perasaan kuatir yang terkadang tidak terkendali mengenai kondisi gawat darurat yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, sedikitnya ada 3 (tiga) hal yang mesti diperhatikan oleh dokter dan Rumah Sakit sewaktu menangani pasien gawat darurat, pertama memperhatikan riwayat penyakit dan hasil observasi atau pemeriksaan laboratorium terkait dengan kondisi kesehatan pasien seteliti mungkin; kedua, permintaan persetujuan untuk sebuah tindakan (sisi informed consent). Dalam menghadapi pasien dan/atau keluarganya, informed consent memegang peranan utama karena mayoritas dari sengketa medis yang terjadi, titik pangkalnya adalah dari informed consent; Ketiga, terkait dengan infrastruktur Unit Gawat Darurat dan ketersediaan tenaga kesehatan di Unit Gawat Darurat, Rumah Sakit harus memastikan ketersediaan infrastruktur dalam keadaan baik dan layak. Artinya, Rumah Sakit tidak cukup hanya menugaskan dokter umum sebagai Dokter Jaga di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit. Namun, Rumah Sakit harus memastikan kualitas dokter melalui mekanisme kredensial dan pemberian pelatihan tambahan bagi dokter yang bertugas di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Duty of care merupakan bentuk kewajiban hukum yang langsung dibebankan kepada Rumah Sakit sebagai sebuah institusi. Konsekuensi dari duty of care adalah membuat Rumah Sakit secara hukum bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, yaitu bertanggung jawab terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pelayanan medisnya.
Satu contoh implementasi duty of care dalam unit Gawat Darurat Rumah Sakit adalah dalam Putusan Pengadilan Nomor 38/Pdt.G/2016/PN Bna jo. Putusan Pengadilan Nomor 111/PDT/2017/PT BNA jo. Putusan Kasasi Nomor 2921 K/Pdt/2018. Dalam perkara ini, penggugat merupakan seorang suami yang istrinya meninggal dunia pada saat melakukan persalinan di sebuah Rumah Sakit. Tidak hanya istrinya meninggal dunia, tetapi anak yang dikandungnya juga meninggal dunia sesaat setelah dilahirkan. Sebelum dilaksanakan proses persidangan, dokter telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Polisi menyatakan bahwa dokter telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) yaitu menelantarkan pasien sehingga pasien menjadi luka berat dan akhirnya meninggal dunia. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa dokter, Pemerintah Propinsi Aceh, dan Direktur Rumah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) yang mengakibatkan meninggalnya istri penggugat dan anak laki-laki yang dilahirkan almarhumah di Rumah Sakit. Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum dokter, Pemerintah Propinsi Aceh, dan Direktur Rumah secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi uang sejumlah Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan porsi tanggung jawab masing-masing dokter sebesar 70%, Pemerintah Propinsi Aceh sebesar 15% dan Direktur Rumah sebesar 15% dari total pembayaran ganti rugi. Di tingkat Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2921 K/Pdt/2018 memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 111/PDT/2017/PT.BNA dan Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 38/Pdt.G/2016/PN Bna sekedar mengenai ganti rugi. Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia menghukum dokter, Pemerintah Propinsi Aceh, dan Direktur Rumah secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi uang sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan porsi tanggung jawab masing-masing dokter sebesar 70%, Pemerintah Propinsi Aceh sebesar 15% dan Direktur Rumah sebesar 15% dari total pembayaran ganti rugi.
ADVERTISEMENT
Contoh Putusan tersebut merupakan contoh Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang dilakukan Rumah Sakit di Unit Gawat Darurat dengan modus terbukti telah melakukan pembiaran terhadap pasien selama 8 (delapan) jam. Sehingga Rumah Sakit sebagai institusi dihukum untuk membayar ganti rugi karena Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad). Oleh karena itu, dalam pertanggungjawaban duty of care, penyelenggara Unit Gawat Darurat Rumah Sakit, dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Menurut penulis, ada beberapa hal yang menyebabkan Rumah Sakit harus bertanggung jawab hukum secara langsung dalam pertanggungjawaban hukum terkait dengan duty of care, yaitu: Rumah Sakit sebagai suatu institusi diberikan kewenangan secara atributif berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk melakukan pengaturan di dalam institusi tersebut agar institusi dapat berjalan dengan baik serta memberikan kemanfaatan bagi penerima pelayanan kesehatan maupun personil (tenaga kesehatan, tenaga medis, tenaga penunjang) yang bekerja di dalam institusi. Pengaturan internal ini dapat berbentuk peraturan, prosedur dan unit yang dibuat untuk menjamin penyelenggaraan duty of care.
ADVERTISEMENT
Secara umum, peraturan internal Rumah Sakit yang berfungsi menjamin agar duty of care dapat terselenggara dengan baik mengacu dan sesuai dengan pedoman Hospital by Laws. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) merupakan peraturan organisasi Rumah Sakit (Corporate by Laws) dan Peraturan Staf Medis Rumah Sakit (Medical Staff by Laws) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Hospital by Laws mempunyai fungsi: sebagai acuan bagi pemilik Rumah Sakit dalam melakukan pengawasan terhadap Rumah Sakit; sebagai acuan bagi direktur Rumah Sakit dalam mengelola Rumah Sakit dan menyusun kebijakan yang bersifat teknis operasional; sarana untuk menjamin efektifitas, efisiensi dan mutu; sarana perlindungan hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan Rumah Sakit; sebagai acuan bagi penyelesaian konflik di Rumah Sakit antara pemilik, direktur Rumah Sakit dan staf medis; untuk memenuhi persyaratan akreditasi Rumah Sakit. Hospital by Laws bukan mengatur kebijakan teknis operasional Rumah Sakit melainkan mengatur hal-hal, sebagai berikut: Organisasi pemilik Rumah Sakit atau yang mewakili; Peran, tugas, dan kewenangan pemilik Rumah Sakit atau yang mewakili; Peran, tugas, dan kewenangan Direktur Rumah Sakit; Organisasi Staf Medis; Peran, tugas, dan kewenangan Staf Medis. Hospital by Laws yang telah ditetapkan harus disosialisasikan pada setiap lapisan organisasi Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Secara khusus, Hospital by Laws ini diterjemahkan menjadi peraturan atau pedoman yang bersifat teknis dan berfungsi menjamin agar Rumah Sakit dapat melaksanakan duty of care dengan baik. Pedoman teknis ini bentuknya merupakan standar (yaitu Standar Pelayanan Rumah Sakit), berbentuk kebijakan (yaitu kebijakan tertulis direktur atau pimpinan Rumah Sakit), dan berbentuk pembagian beban kerja (yaitu job description tenaga kesehatan, tenaga medis dan tenaga penunjang Rumah Sakit). Standar Pelayanan Rumah Sakit didefinisikan sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelenggarakan Rumah Sakit antara lain penyelenggaraan Standar Operasional Prosedur (SOP), standar pelayanan medis, dan standar asuhan keperawatan. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) titik beratnya pada memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama dalam melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
ADVERTISEMENT
Menurut penulis, alasan utama yang menyebabkan Rumah Sakit wajib bertanggung jawab berdasarkan duty of care adalah karena Rumah Sakit diberikan kewenangan secara atributif berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur dirinya sendiri dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari penerapan pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit terhadap dirinya sendiri. Duty of care juga memberikan kewenangan pada Rumah Sakit untuk menjalankan prosedur agar menjamin mutu penyelenggaraan duty of care. Prosedur yang diterapkan oleh Rumah Sakit ini dapat berupa, sebuah mekanisme, misalnya adalah: mekanisme kredensial, alur kerja serta beban kerja (misalnya adalah job description serta alur kerja bagi tenaga kesehatan, tenaga medis dan tenaga penunjang), audit kinerja dan audit medis, maupun akreditasi. Prosedur yang diterapkan oleh Rumah sakit ini dapat berupa pembentukan badan atau unit untuk menjamin mutu penyelenggaraan duty of care, misalnya adalah Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit, Komite Medis, Komite Keperawatan, Dewan Pengawas Rumah Sakit. Oleh karena itu, sekalipun Dewan Pengawas Rumah Sakit bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit, tetapi pertanggungjawabannya tetap ada pada institusi rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Alasan lainnya yang menyebabkan Rumah Sakit harus bertanggung jawab hukum secara duty of care adalah karena Rumah Sakit diberikan kewenangan secara atributif berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan prosedur secara mandiri (mengelola rumah tangganya sendiri) dalam rangka pelaksanaan dan penegakan duty of care agar dapat berjalan dengan baik.
Pemahaman dan implementasi pertanggungjawaban hukum rumah sakit dalam duty of care diharapkan dapat memberikan keadilan terhadap pemberi dan penerima pelayanan kesehatan serta pelayanan medis.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/kekhawatiran-rumah-sakit-kamar-928653/