Konten dari Pengguna

Menyambut Hari Dokter Nasional (Tangan yang Menyembuhkan, Hati yang Peduli)

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
20 Oktober 2024 12:14 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Dokter Nasional diperingati setiap tanggal 24 Oktober. Hari Dokter Nasional menjadi hari yang istimewa karena merupakan momentum untuk menghormati dan menghargai jasa para dokter yang telah berdedikasi tinggi dalam melayani kesehatan Masyarakat, baik melalui pelayanan medis maupun tindakan medis. Tema Hari Dokter Nasional tahun 2024 adalah "Tangan yang Menyembuhkan, Hati yang Peduli." Tema ini dipilih untuk menyoroti dedikasi, kasih sayang, dan empati yang dimiliki oleh para dokter dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, tema ini juga menekankan peran penting dokter dalam menyelamatkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tanggal 24 Oktober dipilih sebagai Hari Dokter Nasional karena pada tanggal tersebut, di tahun 1950, secara resmi didirikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI merupakan organisasi profesi dokter terbesar di Indonesia yang memiliki peran penting dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, menyuarakan aspirasi dokter, serta meningkatkan martabat profesi kedokteran di Indonesia. Berdirinya IDI tidak terlepas dari sejarah panjang perjuangan para dokter Indonesia dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan medis dan tindakan medis, kepada masyarakat.
Pendidikan kedokteran di Indonesia dimulai pada abad ke-19 dengan berdirinya Sekolah Dokter Jawa. Sekolah ini mencetak dokter-dokter pribumi yang kemudian berperan penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Sekolah Dokter Jawa, yang kemudian dikenal dengan nama STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), merupakan tonggak sejarah penting dalam perkembangan pendidikan kedokteran di Indonesia. STOVIA didirikan pada tahun 1851 di Batavia (sekarang Jakarta). STOVIA memiliki peran yang sangat krusial dalam mencetak tenaga medis pribumi.
ADVERTISEMENT
Adapun pendirian STOVIA dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, di antaranya: pada masa kolonial Belanda, kebutuhan akan dokter semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan munculnya berbagai penyakit; pemerintah kolonial Belanda ingin menyediakan dokter pribumi yang dapat membantu dalam pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil; seiring dengan tumbuhnya kesadaran nasional, semakin banyak kalangan pribumi yang ingin mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, termasuk di bidang kedokteran. STOVIA didirikan dengan dengan beberapa tujuan yang mendasari pendiriannya. Tujuan pendirian STOVIA adalah untuk: mendidik generasi muda pribumi menjadi dokter yang dapat melayani Masyarakat (mencetak dokter pribumi); meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia; mencegah penyebaran penyakit menular. Kurikulum STOVIA mengacu pada kurikulum pendidikan kedokteran di Belanda. Para siswa diajarkan berbagai ilmu kedokteran, seperti anatomi, fisiologi, patologi, dan farmakologi. Selain itu, mereka juga dibekali dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Masa studi di STOVIA terbilang cukup panjang, yaitu sekitar 6 tahun. Setelah lulus, para siswa diwajibkan menjalani masa dinas sebagai dokter pemerintah.
ADVERTISEMENT
STOVIA merupakan tonggak sejarah penting dalam perkembangan pendidikan kedokteran di Indonesia. Sekolah ini mencetak banyak dokter pribumi yang memberikan kontribusi besar. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, STOVIA berhasil melahirkan para dokter yang berkualitas dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Beberapa tokoh terkenal yang pernah belajar di STOVIA antara lain: Dokter Wahidin Sudirohusodo (pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia dan merupakan sosok yang sangat peduli pada pendidikan serta kesejahteraan rakyat); Dokter Soetomo (pendiri Budi Utomo dan merupakan tokoh yang memiliki peran penting dalam pergerakan nasional serta menjadi salah satu pencetus Sumpah Pemuda); Dokter Radjiman Wedyodiningrat (Ketua BPUPKI - Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam perumusan dasar negara Indonesia); Ki Hadjar Dewantara (meskipun tidak menyelesaikan studinya di STOVIA, Beliau adalah tokoh pendidikan nasional yang sangat berpengaruh dan pendiri Taman Siswa).
ADVERTISEMENT
Pada masa sekarang ini, profesi dokter di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Namun, dalam menjalankan tugasnya, dokter juga menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang kompleks, di antaranya adalah sebagai berikut:
Dokter menghadapi beban kerja yang tinggi. Dokter seringkali bekerja lembur dan menghadapi jadwal yang padat, terutama di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang kekurangan tenaga medis. Tingginya jumlah pasien yang harus ditangani dalam waktu yang terbatas berpotensi menyebabkan stres dan penurunan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Beban kerja tinggi yang dihadapi oleh dokter merupakan sebuah tantangan besar yang harus segera ditangani agar beban kerja dokter proporsional sehingga dapat memberikan pelayanan prima. Faktanya, hingga saat ini, dokter adalah profesi yang tidak mengenal jam kerja. Beberapa faktor yang menyebabkan dokter mengalami beban kerja yang tinggi, di antaranya adalah sebagai berikut: jumlah dokter seringkali tidak seimbang dengan jumlah pasien yang harus ditangani, terutama di daerah-daerah terpencil atau rumah sakit yang kekurangan sumber daya manusia; dokter seringkali bekerja lembur, bahkan selama akhir pekan dan hari libur, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan terhadap pasien; masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap pelayanan kesehatan, sehingga dokter dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik, meskipun dalam kondisi yang terbatas; sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik menyebabkan dokter di pelayanan kesehatan primer harus menangani kasus yang seharusnya ditangani oleh dokter spesialis; dokter dibebani dengan berbagai kewajiban administrasi, yang mengurangi waktu untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Beban kerja yang tinggi ini tentunya memberikan dampak negatif bagi dokter, di antaranya adalah: dokter mengalami burnout, yaitu kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang ekstrem akibat tekanan kerja yang berkepanjangan; dokter yang mengalami kelelahan dan stres dapat meningkatkan risiko terjadinya kesalahan medis; beban kerja dokter yang tinggi berpotensi untuk menurunkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Oleh karena itu, beban kerja yang tinggi merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Dengan upaya bersama dari Pemerintah, organisasi profesi, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan masalah ini dapat diatasi sehingga dokter dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Meskipun dokter memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesehatan masyarakat, tetapi banyak dokter yang masih menghadapi masalah ketidakseimbangan upah. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan dan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Ketidakseimbangan upah bagi profesi dokter ini disebabkan karena sistem pengupahan yang tidak adil. Penyebabnya, di antaranya: perbedaan upah antara sektor publik dan swasta (dokter yang bekerja di sektor publik seringkali menerima gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan dokter yang bekerja di sektor swasta); sistem kapitasi (sistem pembayaran kapitasi bagi dokter yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan primer dianggap tidak adil dan tidak sebanding dengan beban kerja); lemahnya negosiasi (dokter seringkali kesulitan untuk melakukan negosiasi dalam menentukan besaran upah yang layak); perbedaan spesialisasi (terdapat perbedaan yang signifikan antara upah yang diterima oleh dokter umum dan dokter spesialis, meskipun beban kerja dan tanggung jawab keduanya sangat besar); ketidakjelasan standar upah (tidak adanya standar upah yang jelas untuk profesi dokter membuat masing-masing rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan bebas menentukan besaran upah yang akan diberikan). Ketidakseimbangan upah yang diterima oleh dokter menyebabkan beberapa dampak, di antaranya adalah: potensi penurunan kualitas pelayanan (dokter yang merasa tidak dihargai secara finansial cenderung kurang termotivasi untuk memberikan pelayanan yang optimal); tingkat burnout yang tinggi (beban kerja yang tinggi dan upah yang tidak seimbang dapat menyebabkan dokter mengalami burnout, yang berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka); emigrasi dokter ke luar negeri (banyak dokter yang memilih untuk pindah ke luar negeri untuk mencari penghasilan yang lebih baik); potensi penurunan minat generasi muda untuk menjadi dokter (ketidakseimbangan upah dapat membuat profesi dokter menjadi kurang menarik bagi generasi muda). Ketidakseimbangan upah pada profesi dokter merupakan masalah serius harus segera diatasi. Dengan memberikan upah yang layak dan seimbang, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, mengurangi tingkat burnout pada dokter, dan menarik minat generasi muda untuk menjadi dokter.
ADVERTISEMENT
Dokter seringkali menghadapi keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan. Keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh dokter di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Kondisi ini dapat menghambat kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien dan juga berdampak pada kesejahteraan para dokter itu sendiri. Beberapa keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan yang sering dihadapi antara lain adalah: fasilitas pelayanan kesehatan, terutama di daerah terpencil, hanya memiliki peralatan medis terbatas dan/atau kondisinya sudah usang sehingga membuat dokter mengalami kesulitan dalam melakukan diagnosis serta penanganan penyakit yang bersifat kompleks; fasilitas pelayanan kesehatan yang kondisinya sudah tidak layak, seperti atap bocor, lantai retak, dan sebagainya; sulitnya akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil, dimana jalan rusak, jembatan putus, dan tidak ada transportasi umum yang memadai; jumlah dokter, terutama dokter spesialis, seringkali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat; sebagian fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kekurangan obat-obatan karena distribusi obat yang belum merata dan menjangkau seluruh wilayah di Indonesia; pengadaan obat seringkali mengalami keterlambatan, sehingga menghambat pelayanan kesehatan kepada masyarakat; data medis pasien yang tidak terintegrasi dengan baik, mempersulit dokter untuk melacak riwayat penyakit pasien; sistem informasi yang digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan seringkali lambat dan tidak efisien, sehingga memperlambat proses pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki dampak yang sangat luas, baik bagi pasien maupun bagi dokter. Beberapa dampak yang dapat terjadi antara lain: keterbatasan peralatan dan sumber daya manusia dapat menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi menurun; pasien dengan penyakit berat atau komplikasi seringkali kesulitan mendapatkan penanganan yang tepat karena keterbatasan fasilitas kesehatan; dokter harus bekerja lebih keras untuk mengatasi keterbatasan fasilitas dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien; beban kerja yang tinggi dan kondisi kerja yang kurang ideal berpotensi menyebabkan dokter mengalami stres dan burnout. Keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh dokter di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak agar kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia dapat terus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan sumber daya manusia dalam profesi dokter merupakan masalah kompleks yang berdampak signifikan pada kualitas pelayanan kesehatan. Keterbatasan sumber daya manusia yang sering terjadi adalah: Distribusi dokter yang tidak merata (dokter – khususnya adalah dokter spesialis - cenderung terkonsentrasi di kota-kota besar dan rumah sakit rujukan, sementara daerah-daerah terpencil masih kekurangan dokter); rasio dokter terhadap jumlah penduduk di Indonesia masih jauh di bawah standar World Health Organization (WHO); terbatasnya ketersediaan dan daya tampung program pendidikan dokter spesialis menyebabkan kekurangan dokter spesialis di bidang-bidang tertentu; banyak dokter Indonesia memilih bekerja di luar negeri karena berbagai alasan, seperti gaji yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap; dokter dari sektor publik seringkali pindah ke sektor swasta karena berbagai alasan, seperti gaji yang lebih tinggi dan beban kerja yang lebih proporsional; kurangnya jumlah dokter keluarga yang dapat memberikan pelayanan kesehatan primer secara komprehensif; kurangnya jumlah dokter yang berfokus pada kesehatan masyarakat, seperti epidemiologi dan kesehatan lingkungan. Dampak keterbatasan sumber daya manusia dalam profesi dokter antara lain: antrian pasien yang panjang (pasien harus menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan); menurunnya kualitas pelayanan kesehatan (beban kerja yang tinggi berpotensi menyebabkan penurunan kualitas pelayanan kesehatan); terbatasnya akses terbatas terhadap pelayanan kesehatan (masyarakat di daerah terpencil kesulitan untuk mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan yang memadai); tingkat kematian meningkat (keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan medis dan tindakan medis dapat menyebabkan peningkatan angka kematian bagi masyarakat).
ADVERTISEMENT
Dokter menghadapi tekanan psikologis yang besar karena bertanggung jawab atas nyawa pasien dan menghadapi harapan masyarakat yang tinggi terhadap tindakan medis. Tekanan psikologis yang dialami oleh dokter berasal dari berbagai sumber, baik dari internal maupun eksternal, di antaranya adalah: dokter bertanggung jawab atas nyawa pasien sehingga setiap keputusan medis yang diambilnya dapat berdampak besar pada kehidupan seseorang; dalam situasi darurat, dokter seringkali harus membuat Keputusan medis dengan cepat dan tepat, di bawah tekanan yang tinggi; jam kerja yang tidak menentu dan seringkali melebihi batas normal dapat menyebabkan dokter mengalami kelelahan fisik meupun mental; banyaknya pasien yang harus ditangani oleh dokter dalam waktu yang singkat berpotensi menimbulkan stress bagi dokter; masyarakat seringkali memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap kemampuan dokter sehingga kegagalan dokter dalam memenuhi ekspektasi ini dapat menimbulkan tekanan psikologis; dokter harus berhadapan dengan berbagai emosi pasien, mulai dari rasa takut, cemas, hingga marah sehingga keluhan dan tuntutan dari keluarga pasien juga dapat menjadi sumber stress bagi dokter; dokter dituntut untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran; dokter seringkali dihadapkan pada situasi yang menimbulkan konflik kepentingan, seperti tekanan dari industri farmasi; ancaman tuntutan dan gugatan hukum terkait dengan malpraktik medis dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi dokter. Tekanan psikologis yang besar ini memberikan berbagai dampak bagi profesi dokter, di antaranya: burnout (yaitu, kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang ekstrem akibat tekanan kerja yang berkepanjangan); depresi (yaitu, perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai, dan perubahan pola tidur dan makan); kecemasan (yaitu, perasaan gelisah, khawatir, dan takut yang berlebihan); penyalahgunaan zat (dokter berpotensi menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan untuk mengatasi stress); masalah kesehatan fisik (stress kronis dapat memicu berbagai masalah kesehatan fisik, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan masalah jantung). Tekanan psikologis yang dialami dokter adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatian. Dengan memberikan dukungan yang memadai dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, diharapkan para dokter dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tetap menjaga kesehatan mental mereka.
ADVERTISEMENT
Profesi dokter di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Namun, dengan upaya bersama dan solusi yang tepat, permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi. Pemerintah, organisasi profesi, dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dokter dalam menjalankan tugasnya dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/dokter-tim-obat-obatan-2568481/