Konten dari Pengguna

Mie Instan, Dilematika Antara Kenikmatan, Kesehatan, dan Regulasi

wahyu andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
11 April 2025 14:44 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah mie instan di Indonesia dimulai pada tahun 1968 ketika PT Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd. memperkenalkan merek mie instan pertama di Indonesia, yaitu Supermi. Supermi menjadi pionir dan langsung mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat Indonesia. Kemudahan penyajian dan harga yang relatif terjangkau menjadi daya tarik utama. Empat tahun kemudian, pada tahun 1972, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (dahulu PT Sarimi Asli Jaya) meluncurkan merek Indomie. Indomie kemudian menjadi merek mie instan yang paling dominan dan ikonik di Indonesia hingga saat ini. Setelah kemunculan Supermi dan Indomie, berbagai merek mie instan lainnya mulai bermunculan, menciptakan persaingan yang sehat di pasar. Hal ini mendorong inovasi dalam rasa, kemasan, dan strategi pemasaran.
ADVERTISEMENT
Salah satu kunci keberhasilan mie instan di Indonesia adalah adaptasi rasa dengan selera lokal. Indomie, misalnya, terkenal dengan varian rasa Indomie Goreng, yang terinspirasi dari hidangan nasi goreng. Merek lain juga mengembangkan rasa-rasa khas Indonesia seperti soto, kari ayam, dan lainnya. Mie instan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kuliner Indonesia. Selain menjadi makanan praktis sehari-hari, mie instan juga sering dikonsumsi oleh mahasiswa, pekerja kantoran, dan menjadi pilihan saat kondisi darurat atau bepergian. Seiring dengan popularitasnya di dalam negeri, merek-merek mie instan Indonesia, terutama Indomie, berhasil menembus pasar internasional dan kini dapat ditemukan di berbagai negara di dunia. Selain mie goreng dan mie kuah klasik, industri mie instan di Indonesia terus berinovasi dengan menghadirkan berbagai jenis produk seperti mie instan premium, mie instan rendah garam, dan varian dengan tambahan bahan-bahan lain.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi mie instan tertinggi di dunia. Pada tahun 2023, konsumsi mie instan di Indonesia mencapai 14,54 miliar porsi. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara konsumen mie instan terbesar kedua di dunia setelah China/Hong Kong. Secara umum, konsumsi mie instan di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, konsumsi tercatat sebesar 14,26 miliar bungkus, naik dari 13,27 miliar bungkus pada tahun 2021. Peningkatan ini terlihat sejak pandemi Covid-19. Menurut data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia pada tahun 2023, sebanyak 60,7% penduduk Indonesia berusia tiga tahun ke atas mengonsumsi mie instan atau makanan instan lainnya antara 1 hingga 6 kali per minggu. Sementara itu, 33,4% mengonsumsinya kurang dari 3 kali per bulan, dan 5,9% mengonsumsinya lebih dari 1 kali per hari.
ADVERTISEMENT
Indomie secara konsisten menjadi merek mie instan yang paling populer dan mendominasi pasar di Indonesia. Popularitasnya jauh melebihi merek-merek pesaing seperti Mie Sedap, Sarimi, dan Supermi. Bahkan, Indomie menempati posisi 4 besar sebagai merek mie instan terlaris di dunia. Pada tahun 2020, pangsa pasar Indomie diperkirakan mencapai sekitar 5,4%, terus meningkat dari tahun sebelumnya. Mie Sedap memiliki pangsa pasar yang cukup signifikan, berada di posisi ke-12 secara global pada tahun 2020 dengan pangsa pasar sekitar 1,4%. Sarimi dan Supermi, yang juga merupakan produk dari Indofood, berada di posisi ke-17 dan ke-18. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata konsumsi per kapita seminggu untuk berbagai kelompok bahan makanan. Data per Januari 2025 menunjukkan rata-rata konsumsi mie instan per kapita seminggu bervariasi antar kabupaten/kota di Indonesia. Sebagai contoh, di beberapa wilayah Aceh, rata-rata konsumsi bisa mencapai 0,9 hingga 1,0 bungkus per minggu. Namun, data ini bersifat rata-rata dan bisa berbeda-beda di setiap wilayah.
ADVERTISEMENT
Mie instan, meskipun praktis dan digemari, memiliki profil nutrisi yang harus diperhatikan dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan serta tidak diimbangi dengan makanan bergizi lainnya. Hampir semua merek mie instan mengandung kadar garam (natrium) yang sangat tinggi. Natrium seringkali ditambahkan sebagai pengawet dan penambah rasa. Konsumsi natrium berlebihan dapat menyebabkan tubuh menahan lebih banyak cairan, yang meningkatkan volume darah dan tekanan pada arteri. Kondisi ini dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Sebagian besar mie instan diproses melalui penggorengan untuk menghilangkan kadar air dan memperpanjang masa simpan. Proses ini seringkali menggunakan minyak yang mengandung lemak jenuh. Beberapa jenis minyak yang digunakan dalam penggorengan dapat menghasilkan lemak trans, terutama jika minyak digunakan berulang kali pada suhu tinggi. Lemak trans dikenal sangat berbahaya bagi kesehatan jantung karena dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Konsumsi lemak jenuh dan trans yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan plak di arteri (aterosklerosis), yang menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan penyakit kardiovaskular lainnya.
ADVERTISEMENT
Monosodium Glutamat (MSG) sering digunakan sebagai penambah rasa pada mie instan. Meskipun umumnya dianggap aman dalam jumlah sedang oleh badan pengawas makanan seperti BPOM di Indonesia, beberapa orang melaporkan sensitivitas terhadap MSG yang dapat menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual, dan sensasi terbakar (dikenal sebagai "MSG symptom complex"). Mie instan sebagian besar terdiri dari karbohidrat olahan dan lemak, dengan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang sangat rendah. Serat penting untuk menjaga kesehatan pencernaan, membantu mengontrol kadar gula darah, dan memberikan rasa kenyang. Rendahnya serat dalam mie instan dapat menyebabkan masalah pencernaan dan kurangnya rasa kenyang, yang berpotensi berkontribusi pada peningkatan berat badan. Kekurangan vitamin dan mineral penting dapat mengganggu berbagai fungsi tubuh dan meningkatkan risiko berbagai penyakit dalam jangka panjang. Jika mie instan menjadi makanan pokok tanpa diimbangi dengan sumber nutrisi lain, risiko defisiensi mikronutrien dapat meningkat.
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki peran penting dalam memastikan keamanan dan mutu produk makanan yang beredar di Indonesia, termasuk mie instan. Sebelum mie instan dapat diproduksi dan diedarkan secara legal di Indonesia, produsen wajib mendaftarkan produknya ke BPOM. Proses ini melibatkan evaluasi terhadap keamanan, mutu, dan label produk. BPOM akan memberikan izin edar jika produk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. BPOM menetapkan berbagai peraturan dan standar yang harus dipenuhi oleh produsen mie instan. Setelah produk mendapatkan izin edar dan beredar di pasaran, BPOM melakukan pengawasan melalui inspeksi dan pengambilan sampel serta pengujian. Inspeksi rutin atau insidental ke fasilitas produksi untuk memastikan produsen mematuhi standar dan peraturan yang berlaku (Good Manufacturing Practices/GMP dan Hazard Analysis and Critical Control Points/HACCP). Pengambilan sampel produk mie instan di pasaran untuk diuji di laboratorium dan memastikan mutu serta keamanannya sesuai dengan standar.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan standar dan persyaratan kesehatan di berbagai bidang, termasuk pangan. Peraturan dan standar yang ditetapkan oleh BPOM untuk mie instan merupakan implementasi dari kewenangan ini. UU Kesehatan juga mengatur tentang pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran di bidang kesehatan. BPOM sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap produk pangan memiliki dasar hukum dalam UU Kesehatan untuk melakukan tindakan jika ditemukan produk mie instan yang tidak memenuhi standar atau membahayakan kesehatan.
Meskipun ada perhatian terhadap kandungan natrium yang tinggi, beberapa pihak berpendapat bahwa batasan natrium yang ditetapkan dalam regulasi saat ini belum cukup ketat, mengingat tingginya tingkat konsumsi dan dampaknya pada kesehatan masyarakat. Regulasi terkait kandungan lemak jenuh dan trans perlu diperkuat, mengingat potensi risikonya terhadap penyakit kardiovaskular. Meskipun ada daftar aditif yang diizinkan, pengawasan terhadap penggunaan aditif secara berlebihan atau penggunaan aditif yang tidak terdaftar masih menjadi tantangan. Tingkat kepatuhan seluruh produsen terhadap regulasi bisa bervariasi. Produsen skala kecil atau rumahan memiliki keterbatasan dalam memahami dan menerapkan semua persyaratan regulasi. Efektivitas pengawasan juga bergantung pada sumber daya yang dimiliki BPOM, termasuk jumlah inspektor, fasilitas pengujian, dan anggaran operasional. Dengan luasnya wilayah Indonesia dan banyaknya produsen, pengawasan yang komprehensif menjadi tantangan.
ADVERTISEMENT
Regulasi mie instan di Indonesia telah memiliki kerangka dasar yang baik dalam melindungi kesehatan konsumen. Namun, efektivitasnya harus terus ditingkatkan dengan memperketat standar nutrisi, menyempurnakan pelabelan, meningkatkan pengawasan aditif dan keamanan pangan, serta memperkuat penegakan hukum. Kolaborasi antara pemerintah (BPOM), industri, dan konsumen sangat penting untuk menciptakan ekosistem produksi dan konsumsi mie instan yang lebih sehat dan aman di Indonesia.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/berkemah-ramen-instan-mie-instan-6615226/