Mispersepsi terhadap Hak Pasien atas Rekam Medis

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law (WAML), Dosen Tetap Fakultas Hukum UI, Dosen Tidak Tetap beberapa Perguruan Tinggi Swasta, Pendiri dan Ketua Unit Riset Hukum Kesehatan Fakultas Hukum UI,
Konten dari Pengguna
29 Maret 2024 10:23 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rekam medis pada awalnya diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Pada tanggal 31 Agustus 2022, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis. Peraturan ini mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal yang mendasari pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, di antaranya adalah: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tahun 2008 tentang Rekam Medis sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan pelayanan kesehatan, dan kebutuhan hukum masyarakat; perkembangan teknologi digital dalam masyarakat mengakibatkan transformasi digitalisasi pelayanan kesehatan; penyelenggaraan rekam medis secara elektronik harus mengutamakan prinsip keamanan dan kerahasiaan data serta informasi. Intinya, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis berusaha untuk memberikan landasan hukum atau legalitas terhadap penyelenggaraan rekam medis elektronik. Secara garis besar, ada 3 (tiga) hal baru yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, yaitu sistem elektronik rekam medis elektronik, kegiatan penyelenggaraan rekam medis elektronik, keamanan dan perlindungan data rekam medis elektronik.
ADVERTISEMENT
Rekam medis adalah pondasi dalam penyelenggaraan pelayanan medis. Hal ini dikarenakan, rekam medis merupakan perwujudan dari rahasia kedokteran yang bersifat tertulis. Artinya, rekam medis berisikan data mengenai identitas pasien, pelayanan kesehatan dan pelayanan medis yang telah diberikan kepada pasien (di antaranya meliputi pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien). Manfaat rekam medis, seringkali disingkat dengan istilah “ALFRED”, yang meliputi: Administrative (isi rekam medis mendeskripsikan mengenai tindakan, wewenang dan tanggung jawab tenaga medis); Legal (isi rekam medis dapat dijadikan sebagai bukti dalam proses penegakan hukum); Financial (isi rekam medis dapat dijadikan sebagai dasar penetapan biaya pelayanan medis); Research (isi rekam medis dapat dijadikan sebagai bahan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi); Education (isi rekam medis dapat dijadikan sebagai bahan atau referensi pembelajaran); Documentation (isi rekam medis dapat dijadikan sebagai dokumentasi atas tindakan medis yang telah dilakukan terhadap pasien).
ADVERTISEMENT
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, dinyatakan bahwa berkas rekam medis disimpan oleh sarana kesehatan, sedangkan pasien berhak atas isi dari rekam medis yang berupa resume medis. Isi rekam medis dibedakan untuk rekam medis pasien rawat jalan, rekam medis pasien rawat inap dan rekam medis pasien gawat darurat. lsi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien; tanggal dan waktu; hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit; hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik; diagnosis; rencana penatalaksanaan; pengobatan dan/atau tindakan; pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien; untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan persetujuan tindakan bila diperlukan. Sedangkan isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien; tanggal dan waktu; hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit; hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik; diagnosis; rencana penatalaksanaan; pengobatan dan/atau tindakan; persetujuan tindakan bila diperlukan; catatan observasi klinis dan hasil pengobatan; ringkasan pulang (discharge summary); nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan; pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien; kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan; identitas pengantar pasien; tanggal dan waktu; hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit; hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik; diagnosis; pengobatan dan/atau tindakan; ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut; nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan; sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
ADVERTISEMENT
Resume medis merupakan berkas yang diberikan oleh dokter dan/atau Rumah Sakit kepada pasien apabila pasien memerlukan isi dari rekam medis. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, resume medis sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien; diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat; ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak lanjut; nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis pada dasarnya mengatur mengenai rekam medis elektronik. Peraturan ini juga mengatur mengenai kepemilikan dan isi rekam medis elektronik yang substansinya hampir sama dengan peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis
ADVERTISEMENT
Kepemilikan dan isi rekam medis elektronik, mengandung 2 (dua) makna. Makna yang pertama adalah dokumen rekam medis merupakan milik dari fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan dan/atau penggunaan oleh orang, dan/atau badan yang tidak berhak terhadap dokumen rekam medis. Makna yang kedua adalah isi rekam medis merupakan milik pasien, dan dapat disampaikan kepada keluarga terdekat atau pihak lain setelah mendapat persetujuan dari pasien. Isi rekam medis elektronik wajib dijaga kerahasiaannya oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan medis di fasilitas pelayanan kesehatan (tidak hanya tenaga kesehatan dan tenaga medis, tetapi juga meliputi mahasiswa/siswa yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan dan pelayanan medis, pihak lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan), walaupun pasien telah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan pembukaan isi rekam medis elektronik, ada 2 (dua) hal yang harus dijadikan pedoman yaitu: permintaan pembukaan isi rekam medis harus dilakukan secara tertulis atau secara elektronik; dan pembukaan isi rekam medis dilakukan terbatas sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya, pembukaan isi rekam medis elektronik harus dengan persetujuan pasien. Pembukaan isi rekam medis elektronik tanpa persetujuan pasien, harus mendapatkan persetujuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (dengan mengajukan permohonan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia). Persetujuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dikecualikan untuk pembukaan isi rekam medis elektronik yang dilakukan atas dasar perintah pengadilan. Pasien dikategorikan telah melepaskan hak atas isi rekam medis elektronik apabila pasien dan/atau keluarga pasien menginformasikan isi rekam medis elektronik kepada publik melalui media massa. Implikasinya, hal ini memberikan kewenangan kepada fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengungkapkan rahasia isi rekam medis elektronik sebagai hak jawab dari fasilitas pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, berkas rekam medis dapat dibuka secara lengkap atas perintah pengadilan untuk keperluan penegakan hukum. Meskipun pada dasarnya pasien berhak untuk memperoleh resume medis, tetapi dalam beberapa Putusan Pengadilan, pasien menginginkan untuk memperoleh berkas rekam medis secara lengkap dari Rumah Sakit. Dalam beberapa Putusan Pengadilan, pasien belum memahami haknya terhadap resume medis dan bersikeras untuk memperoleh berkas rekam medis secara lengkap.
Beberapa Putusan Pengadilan terkait dengan rekam medis, khususnya berkaitan dengan kepemilikan terhadap isi dan berkas rekam medis. Timbul perselisihan terkait dengan rekam medis antara pasien dengan dokter dan/atau Rumah Sakit dimana pasien meminta berkas rekam medis secara lengkap. Pasien tidak berkenan diberikan resume medis. Beberapa Putusan Pengadilan tersebut di antaranya adalah: Putusan Pengadilan Nomor 23/PDT/2018/PT.DKI, dimana dalam putusan ini, penggugat meminta berkas atau foto copy rekam medis lengkap yang telah dilegalisir oleh Rumah Sakit dan bukan resume medis; Putusan Kasasi Nomor 3566/K/Pdt/2016, dimana dalam putusan ini, Penggugat meminta berkas atau fotocopy rekam medis (bukan resume medis) dan penggugat mempergunakan Peraturan Menteri Kesehatan yang telah dicabut sebagai dasar hukumnya, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis; Putusan Pengadilan Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim, dimana Penggugat mempermasalahkan rekam medis yang diberikan oleh Rumah Sakit yang hanya berupa resume medis; Putusan Pengadilan Nomor 71/Pdt.G/2012/PN.JBI. jo Putusan Pengadilan Nomor 63/PDT/2013/PT.Jbi jo Putusan Kasasi Nomor 1361 K/Pdt/2014, dimana penggugat meminta berkas rekam medis lengkap kepada Rumah Sakit, tetapi permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Rumah Sakit; Putusan Peninjauan Kembali Nomor 699 PK/Pdt/2017, dimana permintaan penggugat terhadap berkas lengkap rekam medis tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit; Putusan Kasasi Nomor 2811 K/Pdt/2012, dimana permintaan berkas rekam medis secara lengkap oleh penggugat, tidak dipenuhi oleh Rumah Sakit; Putusan Pengadilan Nomor 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST jo Putusan Pengadilan Nomor 350/PDT/2012/PT.DKI jo Putusan Kasasi Nomor 215 K/Pdt/2014, dimana pihak Rumah Sakit telah memberikan resume medis kepada pasien, tetapi pasien tetap bersikeras dan meminta berkas rekam medis secara lengkap; Putusan Pengadilan Nomor 1324/Pdt.G/2021/PN Tng, dimana penggugat meminta berkas lengkap rekam medis dan tidak berkenan menerima resume medis yang telah diberikan oleh Rumah Sakit; Putusan Pengadilan Nomor 72/Pdt.G/2020/PN Mks; dimana dalam persidangan, penggugat menyatakan tidak pernah diberikan berkas rekam medis lengkap oleh Rumah Sakit dan hanya diberikan resume medis oleh Rumah Sakit; Putusan Pengadilan Nomor 18/Pdt.G/2020/PN Mre, dimana penggugat menyatakan bahwa permintaan berkas rekam medis secara lengkap tidak pernah dipenuhi oleh Rumah Sakit dan penggugat hanya diberikan resume medis oleh Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Berkas rekam medis disimpan oleh sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan hak pasien dan wajib diberikan kepada pasien dalam bentuk resume medis. Dalam praktiknya, pernah terjadi sarana pelayanan kesehatan (dalam hal ini adalah Rumah Sakit) menolak memberikan resume rekam medis kepada pasien sehingga menyebabkan pengadilan menjatuhkan Putusan Perbuatan Melawan Hukum terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut (dalam hal ini adalah Rumah Sakit) karena telah menolak untuk memberikan resume medis kepada pasien. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 907/Pdt.G/2021/PN Mdn, penggugat (pasien) meminta resume medis kepada Rumah Sakit dengan tujuan untuk melakukan second opinion ke Rumah Sakit lainnya. Hal ini dikarenakan hasil pemeriksaan darah penggugat oleh Rumah Sakit pertama dinyatakan reaktif HIV. Penggugat dalam kondisi akan melahirkan di Rumah Sakit pertama tersebut. Penggugat kemudian melakukan second opinion, yaitu pemeriksaan darah ulang di 3 (tiga) sarana kesehatan lainnya (Rumah Sakit dan laboratorium) dan hasilnya adalah Non Reaktif HIV. Penggugat kemudian melakukan persalinan di Rumah Sakit lain, tempat dilakukan second opinion dan menyatakan bahwa pasien Non Reaktif HIV. Penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum karena Rumah Sakit pertama tidak memberikan resume medis untuk keperluan second opinion (pemeriksaan darah ulang dan persalinan) penggugat di Rumah Sakit lainnya. Gugatan diajukan berdasarkan Pasal 1365, 1366, 1367 BW serta beberapa peraturan perundang-undangan terkait, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Adapun alasan Rumah Sakit pertama tidak memberikan resume medis adalah karena berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit, pemberian resume medis harus berdasarkan hasil pemeriksaan darah yang final agar lebih memastikan kepada penggugat apakah positif atau negatif HIV. Pada saat itu, hasil pemeriksaan darah penggugat belum definitif. Dalam perkara ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa Rumah Sakit terbukti telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan tidak menyerahkan resume medis kepada penggugat untuk keperluan second opinion pemeriksaan darah dan untuk keperluan persalinan penggugat. Majelis Hakim menghukum Rumah Sakit untuk membayar ganti kerugian materil kepada penggugat sebesar Rp709.000,00 (tujuh ratus sembilan ribu rupiah) dan membayar seluruh biaya perkara sejumlah Rp2.470.000,00 (dua juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah).
ADVERTISEMENT
Meskipun resume medis merupakan hak dari pasien untuk dipenuhi oleh Rumah Sakit, tetapi kadangkala permintaan terhadap resume medis menemui hambatan. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 415/Pdt.G/2019/PN Sby jo. Putusan Pengadilan Nomor 277/PDT/2020/PT.SBY, Rumah Sakit baru memberikan resume medis kepada penggugat (pasien) 8 (delapan) bulan kemudian setelah diterimanya permintaan tertulis mengenai resume medis kepada pihak Rumah Sakit. Pada awalnya, Rumah Sakit tidak memenuhi permintaan rekam medis dari penggugat dengan alasan rekam medis telah terhapus. Akhirnya, resume medis diberikan 8 (delapan) bulan kemudian. Namun, pemberian resume medis kepada pasien dilakukan oleh Rumah Sakit rujukan dan bukan oleh Rumah Sakit pertama yang telah melakukan tindakan medis serta tempat dimana pasien mengajukan permohonan terhadap resume medis. Pemberian resume medis dilakukan oleh Rumah Sakit rujukan, tetapi berkas resume medis ditandatangani oleh dokter yang telah melakukan tindakan medis di Rumah Sakit pertama.
ADVERTISEMENT
Sengketa medis dapat terjadi tidak hanya terkait dengan tindakan medis, tetapi dapat juga terkait dengan berbagai hal yang terkait dengan tindakan medis, misalnya adalah terkait dengan penyelenggaraan rekam medis. Penyelenggaraan rekam medis yang baik dapat menjadi senjata untuk membuktikan bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dan pelayanan medis yang dilakukan oleh rumah sakit telah sesuai dengan standar atau lege artis. Namun, penyelenggaraan rekam medis yang buruk dapat menjadi bumerang bagi dokter dan/atau rumah sakit karena dari rekam medis yang buruk, tidak terkandung bukti yang adequate mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dan pelayanan medis yang dilakukan oleh rumah sakit.
Sumber: https://pixabay.com/id/photos/search/rekam%20medis/