Konten dari Pengguna

Mungkinkah Pemerintah Bertanggung Jawab atas Sengketa Medis di Rumah Sakit?

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
1 Juni 2024 8:18 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pelayanan rumah sakit. Foto: Thaiview/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelayanan rumah sakit. Foto: Thaiview/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah seharusnya bertanggung jawab atas sengketa medis yang terjadi di rumah sakit karena secara atributif, pemerintah diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit dan Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam implementasinya, pertanggungjawaban hukum pemerintah atas sengketa medis yang terjadi di rumah sakit terkesan “jauh panggang dari api”.
Pada dasarnya, pemerintah diberikan amanah oleh Undang-Undang untuk menjamin mutu atau kualitas dari penyelenggaraan rumah sakit beserta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit. Amanah tersebut diwujudkan dalam bentuk atau fungsi pembinaan dan pengawasan.
Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rumah sakit beserta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kewenangan Pemerintah dalam fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit beserta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit diatur dalam beberapa Undang-Undang.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, diatur mengenai tanggung jawab hukum pemerintah dan pemerintah daerah. Di antaranya adalah terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 6 yang pada intinya menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam: membina dan mengawasi penyelenggaraan rumah sakit; memberikan perlindungan kepada rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab; memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Pertanggungjawaban hukum Pemerintah ini tidak hanya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tetapi juga diatur di dalam Undang-Undang yang terkait lainnya, di antaranya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Kemudian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
Setelah berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kewenangan pemerintah dalam fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit beserta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit diatur secara terpusat (model Omnibus Law) di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, apabila timbul permasalahan sengketa medis di rumah sakit, tanggung jawab hukum pemerintah ini tidak tersentuh dalam proses hukum.
Hal ini diantaranya terlihat di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 312/Pdt.G/2014/PN.JKT.Sel, Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 240/PDT/2016/PT.DKI, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 864/Pdt.G/2019/PN Jkt.Brt, Putusan Pengadilan Negeri Medan Kelas IA Khusus Nomor 907/Pdt.G/2021/PN Mdn.
Bahkan, di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Kelas IA Khusus Nomor 907/Pdt.G/2021/PN Mdn, Pemerintah dan kuasanya tidak pernah hadir dan tidak pernah memberikan tanggapan di dalam persidangan. Ketidakhadiran pemerintah dan kuasanya dalam persidangan ini, tidak menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim.
Pertanyaan besarnya adalah, “Mengapa pertanggungjawaban pemerintah ini tidak tersentuh oleh proses hukum?”
ADVERTISEMENT
Penulis berusaha untuk memberikan jawaban dalam tulisan singkat ini.
Tanggung jawab pemerintah tidak tersentuh oleh proses hukum karena aparat penegak hukum (khususnya Hakim dan Pengacara) selama ini hanya berfokus terhadap kedudukan pemerintah sebagai penyelenggara rumah sakit. Padahal, terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, telah terjadi pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi dari pemerintah kepada rumah sakit.
Delegasi merupakan pelimpahan kewenangan yang disertai dengan pelimpahan pertanggungjawaban hukum. Artinya, dalam penyelenggaraan rumah sakit, kewenangan dan pertanggungjawaban hukum telah dilimpahkan kepada rumah sakit.
Seharusnya, aparat penegak hukum (khususnya Hakim dan Pengacara) berfokus terhadap fungsi pembinaan dan pengawasan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah dan bukan fungsi penyelenggaraan rumah sakit.
Pertanggungjawaban hukum pemerintah terhadap rumah sakit, tidak semata hanya meliputi penyelenggaraan atau operasionalisasi rumah sakit. Bahkan sebelum rumah sakit melaksanakan fungsinya, pemerintah bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan terhadap pendirian rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang profesional dan bertanggung jawab secara hukum, sejak awal pendirian rumah sakit, pemerintah telah menentukan berbagai standar atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.
Terkait dengan persyaratan pendiriannya, rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Sebagai fasilitator, pemerintah berusaha untuk memastikan bahwa rumah sakit memberikan layanan dan dapat memenuhi kebutuhan komunitas.
Tidak hanya akses pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah melalui rumah sakit, tetapi pemerintah juga memastikan mengenai kualitas dari layanan kesehatan yang diakses oleh masyarakat melalui rumah sakit.
Pemerintah sebagai fasilitator berwenang untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja rumah sakit. Sebagai implementasi dari kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah maka Pemerintah berwenang untuk memberikan punishment terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan kualitas pelayanan di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Untuk menjamin mutu penyelenggaraan rumah sakit maka Pemerintah mewajibkan kepada rumah sakit untuk menyelenggarakan audit dan mengikuti akreditasi. Standar dan pedoman penyelenggaraan audit dan akreditasi ditentukan dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Pemerintah mempunyai akses terhadap Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dalam rangka untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja dari rumah sakit dan kondisi kesehatan dari masyarakat. Hasil dari monitoring dan evaluasi ini dipergunakan oleh Pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam bidang kesehatan.
Artinya, dalam hal ini Pemerintah berusaha untuk menemukan metode terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan melalui kebijakan yang berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dari penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan dan pelayanan upaya medis oleh rumah sakit. Fungsi Pemerintah sebagai fasilitator, dalam hal ini adalah untuk menemukan metode terbaik dan mengarahkan operator, yang dalam hal ini adalah rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dengan tujuan untuk: pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat; peningkatan mutu pelayanan kesehatan; keselamatan pasien; pengembangan jangkauan pelayanan; dan peningkatan kemampuan kemandirian rumah sakit.
Sebagai implementasi pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rumah sakit maka dibentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit yang dikategorikan sebagai pembinaan dan pengawasan bersifat internal (dibentuk oleh Pengelola Rumah Sakit) dan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia (dibentuk oleh Pemerintah) yang dikategorikan sebagai pembinaan dan pengawasan bersifat eksternal.
Peran dan tanggung jawab hukum Pemerintah dalam bidang kesehatan menempatkan Pemerintah sebagai fasilitator yang dengan berbagai kebijakannya berusaha untuk mengarahkan dan memberikan jaminan mutu penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam penyediaan tenaga kesehatan dan tenaga medis, Pemerintah tidak hanya fokus kepada kuantitas, tetapi sebagai fasilitator juga berusaha untuk membuat tata cara atau metode terbaik dalam penyediaan tenaga kesehatan dan tenaga medis.
Peranan Pemerintah muncul sejak dari hulu hingga ke hilir, sejak saat tenaga kesehatan dan tenaga medis menempuh pendidikan, baik pendidikan tinggi maupun pendidikan vokasi, pemerintah telah menentukan standar terhadap penyelenggara pendidikan, wahana penunjang fasilitas penyelenggara pendidikan, kurikulum, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Artinya, meskipun Pemerintah berkedudukan sebagai fasilitator (“steering”) dan bukan langsung sebagai operator (“rowing”), tetapi Pemerintah tetap melaksanakan tanggung jawab hukum dalam membentuk dan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis.
ADVERTISEMENT
Demikian juga setelah tenaga kesehatan dan tenaga medis menyelesaikan proses pendidikannya, Pemerintah sebagai fasilitator tetap melaksanakan tanggung jawab hukum untuk memantau dan memastikan bahwa tenaga kesehatan dan tenaga medis yang berpraktik dan memberikan pelayanan upaya kesehatan serta pelayanan upaya medis kepada masyarakat telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Beberapa tahapan atau prosedur yang harus dilalui oleh tenaga medis setelah menempuh pendidikan tinggi agar dapat berpraktik di masyarakat, di antaranya adalah kewajiban untuk melengkapi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP) yang merupakan kewenangan Pemerintah dalam penerbitannya.
Pada saat tenaga medis melaksanakan profesinya melalui praktik di masyarakat, Pemerintah sebagai fasilitator selalu memantau kualitas tenaga medis melalui Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dalam hal ini adalah melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), sebuah lembaga independen dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) bertugas untuk menegakkan disiplin bagi tenaga medis.
ADVERTISEMENT
Artinya, dalam berpraktik, tenaga medis harus senantiasa berpedoman pada disiplin keilmuannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari fungsi monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai fasilitator untuk menjamin dan menjaga mutu tenaga medis.
Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan dan tenaga medis dapat memberikan pelayanan (dalam hal ini adalah pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah) dan memenuhi kebutuhan komunitas (misalnya, Pemerintah merancang kuota penerimaan peserta didik di lembaga penyelenggara pendidikan dan mengatur pemerataan serta persebarannya setelah tenaga kesehatan dan tenaga medis menyelesaikan pendidikannya).
Demikian juga dalam penyelenggaraan rumah sakit di Indonesia, Pemerintah sebagai fasilitator mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dalam fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rumah sakit. Fungsi pembinaan dan pengawasan ini dimulai sejak saat pendirian rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya secara hukum bertanggung jawab apabila timbul sengketa medis di rumah sakit (apapun bentuk dan kepemilikan rumah sakit tersebut). Dengan syarat sengketa medis tersebut disebabkan karena rumah sakit tidak dapat menyelenggarakan duty of care.
Yaitu hal-hal terkait dengan sarana prasarana maupun terkait dengan tenaga kesehatan dan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit dengan baik atau di bawah rata-rata. Dan atau tenaga kesehatan serta tenaga medis yang melaksanakan tugas profesi di rumah sakit bekerja di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau rumah sakit. Misalnya adalah apabila tenaga kesehatan dan tenaga medis mengalami lack of skill, overload, dsb sehingga menimbulkan kerugian bagi pasien.
Sebagai penutup, pemerintah seharusnya berkomitmen untuk melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit serta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kualitas dan pelayanan prima dari rumah sakit serta Sumber Daya Manusia Kesehatan di rumah sakit terhadap penerima pelayanan kesehatan. Tujuan akhirnya adalah tentunya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT