Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Peranan Regulasi dalam Melindungi Manusia Indonesia dari Demensia
13 Februari 2025 20:16 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Perlu adanya advokasi berkelanjutan dari organisasi profesi, organisasi masyarakat sipil, keluarga, dan akademisi untuk mendorong pemerintah agar menyusun peraturan pelaksana yang lebih spesifik dan komprehensif tentang demensia, serta memastikan implementasi UU Kesehatan 2023 berjalan efektif untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan keluarga yang terdampak demensia.”
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, diperkirakan jutaan orang hidup dengan demensia, dan jumlah ini terus meningkat seiring dengan populasi lansia yang membesar. Beberapa perkiraan menyebutkan bahwa angka demensia di Indonesia bisa melipatgandakan diri dalam beberapa dekade mendatang jika tidak ada tindakan yang signifikan.
WHO memperkirakan lebih dari 55 juta orang di seluruh dunia hidup dengan demensia. Setiap tahun, ada hampir 10 juta kasus baru. Demensia adalah penyebab utama kecacatan dan ketergantungan di antara orang tua di seluruh dunia. Riskesdas Kemenkes RI tahun 2018 menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas dengan masalah daya ingat adalah 13,9%. Proporsi ini lebih tinggi pada perempuan (15,5%) dibandingkan laki-laki (12,3%). Studi Alzheimer Indonesia (ALZI) dan Lembaga Riset UI (2016 menemukan bahwa prevalensi demensia di Indonesia pada usia 65 tahun ke atas adalah sekitar 1,2 juta orang.
ADVERTISEMENT
Biaya perawatan demensia di Indonesia terus membengkak, membebani sistem kesehatan nasional dan keluarga. Biaya ini mencakup perawatan medis, perawatan jangka panjang, obat-obatan, dan layanan pendukung lainnya. Demensia juga menyebabkan hilangnya produktivitas lansia dan meningkatkan beban sosial bagi negara, termasuk kebutuhan akan layanan sosial dan dukungan bagi keluarga caregiver. Akses layanan kesehatan demensia di Indonesia masih terbatas, terutama di daerah terpencil. Jumlah SDM Kesehatan yang terlatih dalam penanganan demensia masih jauh dari mencukupi. Kesadaran masyarakat tentang demensia masih rendah, seringkali demensia dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan atau bahkan dikaitkan dengan stigma negatif. Hal ini menyebabkan keterlambatan diagnosis, kurangnya dukungan, dan diskriminasi terhadap pasien demensia serta keluarga.
Demensia adalah istilah umum untuk sekelompok gejala (sindrom) yang disebabkan oleh kerusakan otak progresif. Penting untuk dipahami bahwa demensia bukanlah penyakit spesifik, melainkan kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai penyakit atau kondisi yang berbeda. Kerusakan otak pada demensia bersifat permanen dan progresif, artinya kerusakan akan terus memburuk seiring waktu dan tidak dapat disembuhkan. Demensia bukanlah bagian normal dari penuaan. Meskipun pikun atau lupa terkadang terjadi pada lansia, demensia jauh melampaui itu. Ada berbagai jenis demensia, dan masing-masing memiliki penyebab dan karakteristik yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Penyakit Alzheimer (Alzheimer's Disease) merupakan jenis demensia yang paling umum, menyumbangkan sekitar 60-80% kasus demensia. Alzheimer's Disease disebabkan oleh penumpukan protein abnormal (plak dan kusut) di otak, yang merusak sel-sel saraf. Gejala utamanya adalah gangguan memori progresif, terutama memori jangka pendek, kesulitan belajar hal baru, dan disorientasi waktu dan tempat. Pada tahap lanjut, dapat memengaruhi fungsi bahasa, kemampuan visual-spasial, dan fungsi eksekutif (perencanaan, pengambilan keputusan).
Demensia Vaskular (Vascular Dementia) merupakan jenis demensia tersering kedua setelah Alzheimer. Vascular Dementia disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah di otak, yang menyebabkan gangguan aliran darah dan oksigen ke otak. Seringkali terkait dengan riwayat stroke kecil (infark) atau penyakit pembuluh darah. Gejalanya bervariasi tergantung area otak yang terkena kerusakan pembuluh darah. Bisa terjadi gangguan memori, kesulitan berpikir cepat, masalah perencanaan, dan perubahan suasana hati. Progresi demensia vaskular bisa bertahap atau terjadi tiba-tiba setelah stroke.
ADVERTISEMENT
Demensia Lewy Body (Lewy Body Dementia - LBD), ditandai dengan adanya deposit protein abnormal (Lewy bodies) di otak. Gejala khasnya meliputi fluktuasi kognitif (perubahan tingkat kesadaran dan perhatian yang bervariasi dari hari ke hari atau bahkan jam ke jam), halusinasi visual yang jelas dan detail, gejala parkinsonisme (tremor, kekakuan, gerakan lambat), dan gangguan tidur REM (REM sleep behavior disorder). LBD sering terdiagnosis lebih lambat karena gejala awal yang bervariasi dan tumpang tindih dengan penyakit lain.
Demensia Frontotemporal (Frontotemporal Dementia - FTD) merupakan kelompok gangguan yang memengaruhi lobus frontal dan temporal otak, area yang berperan dalam kepribadian, perilaku, bahasa, dan fungsi eksekutif. Gejala utamanya adalah perubahan perilaku dan kepribadian yang mencolok (misalnya, menjadi apatis, impulsif, tidak peka terhadap norma sosial, perubahan kebiasaan makan), masalah bahasa (kesulitan berbicara atau memahami bahasa), dan kesulitan berpikir dan merencanakan. Biasanya muncul pada usia yang lebih muda dibandingkan jenis demensia lain (seringkali di usia 40-an hingga 60-an).
ADVERTISEMENT
UU Kesehatan 2023 meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan kata "demensia", tetapi memiliki beberapa pasal dan semangat yang relevan dan dapat diterapkan untuk meningkatkan perlindungan serta pelayanan kesehatan bagi lansia, termasuk mereka yang hidup dengan demensia. UU Kesehatan 2023 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan lanjut usia. Hal ini merupakan pengakuan eksplisit atas hak kesehatan lansia sebagai kelompok populasi yang memerlukan perhatian khusus (Pasal 6 Ayat (1) huruf c). Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memperhatikan kebutuhan khusus kelompok rentan, termasuk lanjut usia. Hal ini menegaskan bahwa sistem pelayanan kesehatan harus responsif terhadap kebutuhan unik lansia, yang seringkali memiliki kerentanan kesehatan lebih tinggi, termasuk risiko demensia (Pasal 12 Ayat (1) huruf g).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak dan aman, serta memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, termasuk lanjut usia. Hal ini mengimplikasikan bahwa fasilitas kesehatan harus dirancang dan dioperasikan agar ramah lansia dan mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, termasuk deteksi dini dan penatalaksanaan demensia (Pasal 25 huruf d) Setiap orang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan berkewajiban untuk menghormati hak dan martabat kelompok rentan, termasuk lan.jut usia. Hal ini menekankan pentingnya perlakuan yang bermartabat dan penuh hormat terhadap lansia dalam konteks pelayanan kesehatan, khususnya bagi mereka yang mungkin mengalami penurunan kognitif akibat demensia (Pasal 30 Ayat (3) huruf f).
Regulasi yang ideal dan efektif, penting untuk melindungi manusia Indonesia dari demensia. Regulasi harus menempatkan individu dengan demensia sebagai pusat dari segala upaya perlindungan dan pelayanan. Kepentingan, kebutuhan, preferensi, dan hak-hak mereka harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan, program, dan tindakan. Regulasi harus mendorong pengembangan layanan yang dipersonalisasi, disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap individu dengan demensia, termasuk jenis demensia, tahap penyakit, kondisi kesehatan lain, latar belakang sosial budaya, dan preferensi pribadi. Regulasi harus memastikan bahwa individu dengan demensia, sepanjang mereka memiliki kapasitas, dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan terkait perawatan dan kehidupan mereka. Prinsip informed consent dan shared decision-making harus ditegakkan. Regulasi harus melindungi martabat dan otonomi individu dengan demensia. Mereka harus diperlakukan dengan hormat, dihargai sebagai individu yang berharga, dan diberikan kesempatan untuk membuat pilihan sesuai dengan kemampuan dan preferensi mereka.
ADVERTISEMENT
Demensia dan regulasi yang menyertainya, bukanlah masalah yang bisa diselesaikan oleh pemerintah saja. Hal ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa.