Konten dari Pengguna

Peranan Regulasi dalam Mengatur Dampak Makanan Olahan

wahyu andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
5 Desember 2024 16:17 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/burger-burger-keju-7221445/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/burger-burger-keju-7221445/
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Makanan olahan adalah makanan yang telah melalui proses pengolahan tertentu sebelum dikonsumsi. Proses pengolahan ini bisa berupa pemanasan, pengeringan, pengalengan, pembekuan, penambahan bahan pengawet, atau kombinasi dari beberapa proses tersebut. Tujuan utama dari pengolahan makanan adalah untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan rasa, atau mengubah tekstur makanan. Beberapa contoh makanan olahan di antaranya adalah, makanan kaleng (sarden, kornet, kacang-kacangan kaleng, buah-buahan kaleng), makanan beku (nugget ayam, bakso beku, sayuran beku, pizza beku), makanan ringan (keripik kentang, biskuit, cokelat, permen), minuman kemasan (minuman bersoda, jus kemasan, teh dalam kemasan), produk roti dan kue (roti tawar, roti isi, kue kering, kue basah), produk olahan susu (susu UHT, keju, yoghurt, mentega), makanan siap saji (mie instan, nasi goreng instan, nugget). Meskipun praktis, tidak semua makanan olahan baik untuk kesehatan. Beberapa makanan olahan mengandung banyak gula, garam, lemak jenuh, dan bahan pengawet yang dapat berdampak negatif pada kesehatan jika dikonsumsi berlebihan.
ADVERTISEMENT
Makanan olahan memiliki peran penting dalam kehidupan modern, tetapi perlu dikonsumsi dengan bijak. Konsumsi makanan olahan secara berlebihan berpotensi untuk menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Makanan olahan seringkali mengandung kalori yang tinggi, terutama dari lemak jenuh dan gula tambahan. Kalori berlebih yang tidak terbakar akan disimpan tubuh sebagai lemak, sehingga menyebabkan kenaikan berat badan. Makanan olahan bersifat rendah serat dan tinggi kandungan natriumnya. Natrium atau garam dapat menyebabkan tubuh menahan air, sehingga berat badan meningkat. Beberapa bahan kimia dalam makanan olahan dapat mengganggu hormon yang mengatur nafsu makan, sehingga tubuh cenderung makan lebih banyak. Contoh makanan olahan yang beresiko menyebabkan obesitas, di antaranya adalah makanan cepat saji (hamburger, kentang goreng, minuman bersoda), makanan beku (nugget, sosis, pizza beku), makanan ringan (keripik, cokelat, biskuit), minuman manis (minuman bersoda, minuman energi), produk olahan daging (sosis, bacon, kornet).
ADVERTISEMENT
Konsumsi makanan olahan secara berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Banyak makanan olahan mengandung lemak jenuh dan lemak trans yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah. Kolesterol jahat dapat menumpuk di dinding arteri, membentuk plak yang menyempitkan pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jantung. Selain itu, kandungan natrium yang tinggi dalam makanan olahan dapat meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko serangan jantung serta stroke. Beberapa bahan kimia dalam makanan olahan dapat memicu peradangan kronis dalam tubuh, yang dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Contoh makanan olahan yang beresiko menyebabkan penyakit jantung, di antaranya adalah makanan cepat saji (hamburger, kentang goreng, nugget ayam), makanan olahan daging (sosis, bacon, kornet), makanan kemasan (keripik, biskuit, kue kering), minuman manis (minuman bersoda, minuman energi).
ADVERTISEMENT
Makanan olahan, yang telah melalui proses pengolahan industri, seringkali mengandung berbagai bahan tambahan seperti pengawet, pewarna, perasa buatan, dan kadar gula serta garam yang tinggi. Kombinasi dari berbagai faktor ini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena diabetes. Banyak makanan olahan, terutama makanan ringan dan minuman kemasan, mengandung gula tambahan dalam jumlah yang tinggi. Konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah secara tiba-tiba, yang jika terjadi terus-menerus dapat menyebabkan resistensi insulin dan meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Makanan olahan juga berpotensi menyebabkan kanker. Makanan olahan mengandung bahan tambahan seperti pengawet, pewarna buatan, dan perasa buatan. Beberapa bahan kimia ini telah diidentifikasi sebagai karsinogen atau zat yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Proses pengolahan makanan seperti pengasapan, penggaraman, dan penggorengan pada suhu tinggi dapat menghasilkan senyawa kimia yang berpotensi karsinogenik. Contohnya, ketika daging diasap, dapat terbentuk senyawa heterocyclic amines yang berkaitan dengan peningkatan risiko kanker. Beberapa jenis kanker yang berkaitan dengan konsumsi makanan olahan antara lain adalah, kanker usus besar (daging olahan seperti sosis, bacon, dan hot dog mengandung senyawa nitrosamin yang dapat meningkatkan risiko kanker usus besar), kanker lambung (makanan yang diasap dan diasinkan, seperti ikan asin dan acar, dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker lambung), kanker payudara (obesitas, yang sering dikaitkan dengan konsumsi makanan olahan berlebihan, dapat meningkatkan risiko kanker payudara), kanker prostat (beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara konsumsi daging merah dan olahan dengan peningkatan risiko kanker prostat).
ADVERTISEMENT
Regulasi mengenai makanan olahan memiliki peran krusial dalam menjaga kesehatan masyarakat. Regulasi ini bertindak sebagai payung hukum yang mengatur produksi, distribusi, dan konsumsi makanan olahan, memastikan bahwa produk yang beredar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan. Regulasi menetapkan standar keamanan pangan yang harus dipenuhi oleh produsen makanan olahan. Standar ini mencakup batas maksimal penggunaan bahan tambahan pangan, persyaratan sanitasi produksi, dan pencegahan kontaminasi. Pengaturan mengenai jenis dan jumlah bahan tambahan pangan yang boleh dipergunakan dalam produksi makanan olahan adalah penting karena bertujuan untuk mencegah penggunaan bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Prosedur produksi yang baik (Good Manufacturing Practices/GMP) juga harus dipatuhi oleh produsen makanan. GMP meliputi aspek kebersihan, sanitasi, pengendalian mutu, hingga pencatatan produksi. Batas maksimal jumlah mikroorganisme tertentu (seperti bakteri, virus) yang diperbolehkan dalam makanan juga telah ditetapkan dalam regulasi. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. Produsen wajib mencantumkan informasi yang jelas dan benar pada label produk, termasuk daftar bahan, nilai gizi, tanggal kedaluwarsa, dan petunjuk penggunaan. Informasi ini penting bagi konsumen untuk membuat pilihan yang tepat. Regulasi menyediakan kerangka kerja bagi lembaga pengawas makanan untuk melakukan inspeksi, pengujian, dan penarikan produk yang tidak memenuhi standar. Jika ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, BPOM dapat melakukan penarikan produk dari pasaran.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara yang dikenal memiliki regulasi makanan olahan yang ketat antara lain adalah Amerika Serikat dan Singapura.
Amerika Serikat memiliki regulasi makanan olahan yang ketat dan komprehensif. Regulasi ini dalam implementasinya dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration atau FDA). Ada 2 (dua) landasan hukum utama terkait dengan hal ini, yaitu Federal Food, Drug, and Cosmetic Act (FD&C Act) dan Food Safety Modernization Act (FSMA). Federal Food, Drug, and Cosmetic Act merupakan landasan hukum utama yang mengatur keamanan pangan, obat-obatan, dan kosmetik di Amerika Serikat. Sedangkan, Food Safety Modernization Act merupakan revisi besar-besaran terhadap FD&C Act yang memberikan wewenang lebih besar kepada FDA untuk melakukan pencegahan terhadap masalah keamanan pangan. Semua fasilitas pangan yang memproduksi, mengemas, atau menyimpan makanan untuk distribusi antar negara bagian atau ke luar negeri harus terdaftar di FDA. Beberapa kewenangan FDA, di antaranya adalah menetapkan standar keamanan pangan yang harus dipenuhi oleh produsen, termasuk standar untuk produksi makanan yang aman, pencegahan kontaminasi, dan analisis bahaya serta titik kendali kritis (HACCP); mengatur dengan ketat informasi yang harus tercantum pada label pangan, seperti daftar bahan, nilai gizi, dan klaim kesehatan; memerintahkan penarikan produk pangan yang tidak aman dari pasaran; melakukan inspeksi rutin terhadap fasilitas pangan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan; dan memastikan keamanan pangan dalam perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
Singapura dikenal memiliki regulasi makanan olahan yang ketat dan efektif. Negara ini memperhatikan keamanan pangan dan kesehatan masyarakatnya. Regulasi yang ketat ini bertujuan untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Singapura aman, bermutu, dan sesuai dengan standar internasional. Lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab atas keamanan pangan di Singapura adalah Singapore Food Agency (SFA). SFA menggabungkan fungsi dari beberapa lembaga sebelumnya dan memiliki wewenang luas dalam mengatur seluruh aspek rantai pasok makanan, mulai dari produksi hingga konsumsi. Singapura mengadopsi standar keamanan pangan internasional seperti Codex Alimentarius dan menerapkannya secara ketat. Label pangan di Singapura diatur secara detail. Informasi yang harus tercantum meliputi nama produk, daftar bahan, nilai gizi, tanggal kedaluwarsa, dan petunjuk penggunaan. Selain itu, Singapura juga menerapkan sistem pelabelan nutrisi yang membantu konsumen untuk membuat pilihan terhadap produk yang lebih sehat. Sistem pelabelan ini disebut dengan Nutri-Grade yang memberikan informasi tentang nilai gizi suatu produk secara sederhana. Label ini membantu konsumen membandingkan nilai gizi berbagai produk makanan. Singapura memberlakukan pajak terhadap minuman manis untuk mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah penyakit tidak menular serta memiliki skema sertifikasi makanan organik yang ketat untuk memastikan bahwa produk organik yang dijual di pasaran telah memenuhi standar organik. Untuk produk makanan halal, Singapura memiliki sistem sertifikasi halal yang ketat. Produk yang telah mendapatkan sertifikasi halal dapat dipasarkan kepada konsumen muslim. SFA melakukan pengawasan terhadap seluruh rantai pasok makanan, mulai dari impor bahan baku hingga distribusi produk akhir. Jika ditemukan produk makanan yang tidak memenuhi standar keamanan, SFA memiliki wewenang untuk menarik produk tersebut dari pasaran. Singapura bekerja sama dengan negara-negara lain untuk memastikan keamanan pangan dalam perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, regulasi merupakan garda terdepan dalam upaya melindungi konsumen dari dampak buruk akibat konsumsi makanan olahan secara berlebihan. Namun, tantangan seperti globalisasi industri pangan, inovasi produk yang cepat, dan tekanan dari industri besar membuat penerapan regulasi menjadi semakin sulit. Dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat. Kampanye edukasi yang masif perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang bahaya konsumsi makanan olahan yang berlebihan dan pentingnya memilih makanan segar dan alami. Regulasi yang ketat, kesadaran konsumen yang tinggi, dan inovasi teknologi merupakan kunci untuk menciptakan sistem pangan yang lebih sehat serta berkelanjutan.