Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Perlukah Regulasi Baru untuk Mencegah Pandemi HMPV?
7 Januari 2025 9:20 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“HMPV dengan karakteristiknya yang mudah menular, membutuhkan pembenahan regulasi terkait pencegahan dan pengendalian penyakit menular. UU No. 17 Tahun 2023 membutuhkan penguatan dalam detail operasional, penegakan hukum, dan mekanisme koordinasi. Regulasi bukan hanya sekadar aturan di atas kertas, tetapi fondasi bagi pertahanan kesehatan masyarakat.”
ADVERTISEMENT
Human Metapneumovirus (HMPV), sebuah nama yang mungkin belum terlalu familiar di telinga kita, sebenarnya bukanlah ancaman baru. Virus ini menyerang sistem pernapasan, baik saluran pernapasan atas seperti hidung dan tenggorokan, maupun saluran pernapasan bawah seperti paru-paru. Gejala yang ditimbulkan seringkali mirip dengan flu biasa, membuatnya sulit dibedakan pada pandangan pertama. Meskipun baru diidentifikasi secara resmi pada tahun 2001, para ahli menduga virus ini telah lama beredar dan menginfeksi manusia.
Belakangan ini, muncul laporan peningkatan kasus HMPV di beberapa negara, terutama di kawasan Asia. Lonjakan kasus infeksi pernapasan akut, termasuk yang disebabkan oleh HMPV, dilaporkan terjadi di wilayah utara China pada akhir tahun 2024. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan beberapa faktor, mulai dari kemungkinan mutasi virus hingga peningkatan interaksi sosial seiring dengan perayaan liburan akhir tahun. Malaysia juga melaporkan tren serupa. Penting untuk dicatat, meskipun laporan peningkatan kasus banyak berasal dari Asia, HMPV bukanlah virus "impor" atau virus baru yang muncul tiba-tiba. Virus ini telah lama ada di berbagai belahan dunia dan menunjukkan pola musiman, dengan peningkatan kasus umumnya terjadi pada musim dingin atau musim hujan, mirip dengan influenza.
ADVERTISEMENT
Siapa saja yang paling rentan terhadap infeksi HMPV? Kelompok yang perlu mendapat perhatian lebih adalah bayi dan anak-anak kecil, lansia, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, penderita HIV/AIDS atau penerima transplantasi organ), serta mereka yang memiliki riwayat penyakit paru-paru atau jantung kronis.
Karena gejalanya yang mirip, seringkali sulit membedakan HMPV dengan influenza hanya berdasarkan gejala klinis. Keduanya sama-sama dapat menyebabkan demam, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan. Namun, ada beberapa perbedaan halus yang bisa menjadi petunjuk. Influenza cenderung menyebabkan demam tinggi yang muncul secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri otot (myalgia), dan kelelahan yang lebih parah. Sementara itu, HMPV lebih sering dikaitkan dengan gejala pada saluran pernapasan bawah, seperti sesak napas dan mengi (suara "ngik-ngik" saat bernapas).
ADVERTISEMENT
Tingkat keparahan infeksi yang disebabkan oleh HMPV dan influenza juga bervariasi, dari infeksi ringan hingga berat. Beberapa strain influenza, seperti H1N1 yang sempat menyebabkan pandemi, dapat memicu penyakit yang lebih parah dan bahkan berujung pada kematian, terutama pada kelompok berisiko tinggi. Pada orang dewasa yang sehat, HMPV umumnya menyebabkan penyakit yang relatif lebih ringan dibandingkan influenza. Namun, baik HMPV maupun influenza berpotensi menyebabkan komplikasi serius, seperti pneumonia (infeksi paru-paru) dan bronkitis . Influenza juga dapat memicu komplikasi lain, seperti sinusitis (infeksi sinus) dan otitis media (infeksi telinga tengah).
Dari segi waktu kemunculan, influenza umumnya lebih sering terjadi pada musim dingin, sedangkan HMPV cenderung meningkat pada akhir musim dingin hingga musim semi. Perbedaan yang paling signifikan antara keduanya terletak pada ketersediaan vaksin dan pengobatan antivirus spesifik. Vaksin influenza tersedia dan direkomendasikan setiap tahun untuk mengurangi risiko infeksi dan komplikasi. Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi HMPV. Untuk influenza, terdapat pula obat antivirus seperti Tamiflu dan Relenza yang efektif mengurangi durasi dan keparahan penyakit jika diberikan dalam 48 jam pertama setelah timbulnya gejala. Penanganan infeksi HMPV umumnya bersifat suportif, yaitu berfokus pada meredakan gejala yang muncul, seperti demam dan batuk, serta memastikan pasien mendapatkan istirahat yang cukup.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana menghadapi ancaman virus pernapasan. Pelajaran-pelajaran ini sangat relevan untuk menghadapi HMPV dan ancaman serupa di masa mendatang. Sistem surveilans yang efektif sangat penting untuk mendeteksi dini peningkatan kasus HMPV dan melacak penyebarannya. Ini mencakup pemantauan data kasus di rumah sakit, klinik, dan komunitas, serta pengujian sampel untuk mengidentifikasi strain virus yang bersirkulasi. Investasi dalam kapasitas laboratorium untuk pengujian HMPV, termasuk pengembangan tes yang cepat dan akurat, krusial untuk diagnosis yang tepat waktu dan penanganan yang efektif. Belajar dari pengalaman COVID-19, strategi testing yang efektif perlu diterapkan untuk HMPV, terutama pada kelompok rentan seperti bayi, anak-anak kecil, lansia, dan orang dengan gangguan imun. Memastikan akses yang mudah dan terjangkau ke layanan testing HMPV penting untuk deteksi dini dan isolasi kasus, sehingga memutus rantai penularan. Meskipun HMPV umumnya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada COVID-19, pelacakan kontak yang cepat dan efisien tetap penting, terutama di lingkungan berisiko tinggi seperti rumah sakit dan panti jompo. Pemanfaatan teknologi, seperti aplikasi seluler, dapat membantu mempercepat proses pelacakan, namun tetap dengan memperhatikan privasi data. Pedoman yang jelas tentang isolasi bagi kasus HMPV dan karantina bagi kontak erat perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat. Dukungan sosial dan ekonomi bagi mereka yang menjalani isolasi dan karantina juga penting untuk memastikan kepatuhan. Menerapkan praktik kebersihan tangan yang baik, seperti mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan hand sanitizer, serta etika batuk dan bersin yang benar, merupakan langkah penting untuk mencegah penyebaran HMPV. Meskipun HMPV umumnya tidak menyebar semudah COVID-19, penggunaan masker dapat dipertimbangkan dalam situasi tertentu, seperti di tempat ramai atau saat merawat orang sakit. Komunikasi publik yang transparan dan terpercaya tentang HMPV, termasuk informasi tentang gejala, cara penularan, dan pencegahan, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi kepanikan yang tidak perlu. Upaya proaktif untuk melawan misinformasi dan disinformasi juga krusial untuk mencegah kebingungan dan ketidakpercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan landasan hukum yang penting untuk penanganan penyakit menular di Indonesia, termasuk HMPV. UU ini menekankan pentingnya surveilans yang efektif, upaya pencegahan yang terstruktur, dan mekanisme penanganan KLB dan wabah yang terkoordinasi. Namun, efektivitas UU ini sangat bergantung pada implementasinya di lapangan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait regulasi dan implementasinya adalah detail operasional yang jelas. UU No. 17 Tahun 2023 bersifat umum dan membutuhkan penjabaran lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri). Detail operasional yang lebih spesifik, seperti prosedur surveilans, testing, tracing, isolasi, karantina, dan penanganan KLB/Wabah, sangat penting untuk memastikan implementasi yang konsisten dan efektif di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, penegakan hukum yang tegas juga penting. Ketegasan sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU dan peraturan pelaksanaannya, khususnya yang berkaitan dengan protokol kesehatan, isolasi, dan karantina, perlu ditinjau dan diperkuat. Mekanisme penegakan hukum yang efektif juga krusial untuk memastikan kepatuhan masyarakat. Ketersediaan sumber daya yang memadai juga menjadi perhatian. Implementasi UU ini membutuhkan dukungan sumber daya yang memadai, termasuk SDM kesehatan yang terlatih, infrastruktur yang memadai (fasilitas kesehatan, laboratorium, peralatan medis), dan alokasi anggaran yang mencukupi. Partisipasi aktif masyarakat juga dibutuhkan. UU perlu memperjelas mekanisme partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Partisipasi aktif masyarakat, melalui edukasi, sosialisasi, dan pengawasan, sangat penting untuk keberhasilan upaya pengendalian penyakit. Strategi komunikasi publik yang efektif dan terpercaya juga perlu ditingkatkan. Strategi komunikasi publik yang efektif dan terkoordinasi, termasuk penyebaran informasi yang akurat dan terpercaya, serta penanganan misinformasi dan disinformasi, perlu terus ditingkatkan. Perhatian khusus pada kelompok rentan juga perlu diberikan. Regulasi dan implementasinya perlu memberikan perhatian khusus pada kelompok rentan, memastikan akses pelayanan kesehatan yang adil dan inklusif bagi semua. Terakhir, regulasi yang adaptif dan responsif juga penting. Perlu ada mekanisme yang responsif dan fleksibel untuk memperbarui regulasi secara berkala, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan munculnya ancaman kesehatan baru.
ADVERTISEMENT
HMPV, meskipun pada umumnya menyebabkan penyakit yang relatif ringan, tetap merupakan pengingat bahwa ancaman penyakit pernapasan akan selalu ada. Pelajaran yang dipetik dari pandemi COVID-19 seharusnya tidak dilupakan begitu saja. Alih-alih menunggu krisis berikutnya datang, saatnya bagi kita untuk berinvestasi secara serius dalam penguatan sistem kesehatan masyarakat, termasuk penguatan sistem surveilans, kapasitas pengujian, dan respons.
PSSI resmi mengumumkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia, Rabu (8/1). Pelatih asal Belanda ini akan menjalani kontrak selama dua tahun, mulai 2025 hingga 2027, dengan opsi perpanjangan kontrak. Kluivert hadir menggantikan STY.
Updated 8 Januari 2025, 18:59 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini