Konten dari Pengguna

Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit dan Pemiliknya dalam Sengketa Medis

wahyu andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
14 Mei 2024 12:54 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dan pemiliknya harus diimplementasikan secara konsisten berdasarkan peraturan perundang-undangan. Namun, hingga saat ini, masih dijumpai inkonsistensi pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dan pemiliknya dalam putusan pengadilan.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit adalah unit usaha yang unik dan kompleks. Keunikan dari Rumah Sakit ini terlihat dari keberadaan berbagai profesi yang mengabdikan diri di Rumah Sakit. Kompleksitas dari Rumah Sakit terlihat dari keberadaan pasien yang mengakses pelayanan kesehatan dan pelayanan medis di Rumah Sakit, dimana pasien mempunyai latar belakang permasalahan kesehatan yang sifatnya kasuistik dan berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Selain itu, pasien mempunyai latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi yang sifatnya majemuk. Mempertimbangkan berbagai hal tersebut maka Rumah Sakit kemudian diatur secara tersendiri di dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Pada awalnya, pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit diatur di dalam Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa, “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.” Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan tidak berlaku dan dicabut oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit diatur di dalam Pasal 193 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa, “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit.”
ADVERTISEMENT
Apabila dibandingkan kedua pengaturan tersebut, pada dasarnya kedua pengaturan tersebut mengatur hal yang sama, yaitu Rumah Sakit harus bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan dan pelayanan medis yang diberikannya. Perbedaannya, terdapat perluasan pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit. Jika berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap tenaga kesehatannya maka berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit. Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit meliputi: (1) Tenaga Medis (terdiri dari: Dokter dan Dokter Gigi, termasuk juga spesialis dan subspesialis); (2) Tenaga Kesehatan (terdiri dari: tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, tenaga kesehatan lainnya); (3) Tenaga Pendukung/Penunjang Kesehatan (terdiri dari: tenaga administratif, pramusaji, tenaga keuangan, petugas pemulasaran jenazah, petugas ambulans).
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. Rumah Sakit Publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan hukum nirlaba adalah badan hukum yang sisa hasil usahanya tidak dibagikan kepada pemilik, melainkan digunakan untuk peningkatan pelayanan. Badan hukum nirlaba yang mengelola Rumah Sakit, antara lain Yayasan, Perkumpulan dan Perusahaan Umum
Rumah Sakit Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertugas menjalankan pengurusan harian perseroan. Dalam menjalankan pengurusan tersebut direksi memiliki kewenangan untuk bertindak atas nama perseroan. Dalam menjalankan pengurusan perseroan, direksi dibantu oleh manajemen. Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai anggaran dasar perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Dalam menjalankan kewenangannya tersebut, dewan komisaris berwenang memeriksa pembukuan perseroan serta mencocokkannya dengan keadaan keuangan perseroan. Sesuai kewenangannya tersebut, dewan komisaris juga berhak memberhentikan direksi jika melakukan tindakan yang bertentangan dengan anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Perseroan Terbatas yang mengelola Rumah Sakit memiliki tujuan utama mencari keuntungan atau mengutamakan fungsi ekonomi. Meskipun bertujuan untuk mencari profit, Rumah Sakit Swasta tetap harus melaksanakan fungsi sosial. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 084/Menkes/Per/II/1990 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta merupakan tonggak awal pengaturan mengenai fungsi sosial Rumah Sakit Swasta.
Perdebatan apakah Pemilik Rumah Sakit bertanggung jawab dalam pengelolaan Rumah Sakit muncul di dalam Putusan Pengadilan Nomor 858/Pdt.G/2021/PN Sby. Dalam eksepsinya, tergugat menyatakan bahwa seharusnya gugatan ditujukan kepada yayasan sebagai Pemilik Rumah Sakit dan bukan ditujukan kepada Rumah Sakit sebagai badan usaha. Majelis Hakim dalam putusannya menolak eksepsi tergugat tersebut.
ADVERTISEMENT
Tanggung jawab hukum Pemilik Rumah Sakit ditegaskan di dalam beberapa Putusan Pengadilan. Di dalam Putusan Pengadilan Nomor 312/Pdt.G/2014/PN.JKT.Sel jo. Putusan Pengadilan Nomor 240/PDT/2016/PT.DKI, tergugat (Pemilik Rumah Sakit) menyatakan bahwa dalam hubungan antara Rumah Sakit dengan dokter tidak dapat diterapkan KUHPerdata Pasal 1367 karena dokter bukan merupakan bawahan dari Rumah Sakit. Jadi, Rumah Sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap dokternya. Namun, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Perbuatan Melawan Hukum dilakukan oleh dokter yang bekerja di Rumah Sakit sehingga Pemilik Rumah Sakit harus bertanggung jawab berdasarkan KUHPerdata Pasal 1367.
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 625/Pdt.G/2014/PN.JKT.BRT jo Putusan Pengadilan Nomor 614/Pdt/2016/PT.DKI jo Putusan Kasasi Nomor 42 K/Pdt/2018, tergugat (Pemilik Rumah Sakit) menyatakan bahwa Pemilik Rumah Sakit tidak bertanggung jawab karena hanya menyediakan sarana dan prasarana. Demikian juga dengan Rumah Sakit. Rumah Sakit tidak bertanggung jawab terhadap Dokternya karena hubungan hukum antara Rumah Sakit dan dokter adalah perjanjian Kerjasama atau Kemitraan. Namun, Ahli yang dihadirkan dalam persidangan menyatakan bahwa Dokter yang bekerja di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab dari Rumah Sakit. Penunjukan atau penugasan dokter dilakukan oleh Rumah Sakit. Rumah Sakit sebagai suatu institusi harus bertangung jawab terhadap Dokter yang bekerja di dalam Rumah Sakit. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Pemilik Rumah Sakit bertanggung jawab dalam mengawasi dan memberikan sanksi tegas atas tindakan pembiaran yang dilakukan oleh Rumah Sakit. Sedangkan Rumah Sakit bertanggung jawab karena tidak memberikan sanksi tegas kepada Dokter yang tidak melaksanakan tindakan medis sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurut Majelis Hakim, dalam kasus ini, Pemilik Rumah Sakit terbukti cenderung menutup mata atas kejadian yang menimpa pasien dan telah secara jelas menjadi soroton di media massa serta masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Dalam Putusan Kasasi Nomor 3566/K/Pdt/2016, penggugat menyatakan bahwa Pemilik Rumah Sakit harus bertanggung jawab. Pemilik Rumah Sakit sebagai badan hukum yang terdiri dari sekumpulan pemodal bertanggung jawab atas kepemilikannya tersebut. Rumah Sakit diwakili oleh Direktur Rumah Sakit berperan sebagai pembuat kebijakan dan mengatur segala aktivitas internal di Rumah Sakit. Direktur Rumah Sakit membawahi staf maupun dokter dalam fungsi pelayanan rumah sakit terhadap masyarakat/pasien sehingga bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya ataupun pihak yang mengatasnamakan Rumah Sakit.
Dalam Putusan Kasasi Nomor 1001 K/Pdt/2017, pengugat mendalilkan bahwa Pemilik Rumah Sakit tidak mengawasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit. Pemilik Rumah Sakit melakukan kelalaian karena tidak melakukan pengawasan terhadap Rumah Sakit. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Rumah Sakit dan pemiliknya bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 46. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 22/Pdt.G/2021/PN Bms jo Putusan Pengadilan Nomor 567/Pdt/2021/PT SMG, penggugat dalam gugatannya menyatakan bahwa yayasan sebagai Pemilik Rumah Sakit harus bertanggung jawab terhadap Rumah Sakit berdasarkan KUHPerdata Pasal 1367 dan 1601. Namun, dalam eksepsinya, tergugat menyatakan bahwa gugatan salah alamat karena Pemilik Rumah Sakit beralih dari yayasan berubah menjadi perseroan terbatas sehingga KUHPerdata Pasal 1367 tidak dapat diterapkan. Dalam putusannya, Majelis Hakim menolak eksepsi tergugat.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, tanggung jawab hukum dari Pemilik Rumah Sakit menjadi semakin luas karena Pemilik Rumah Sakit juga bertanggung jawab terhadap Dokter tidak tetap. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 146/Pdt.G/2019/PN.Ptk, penggugat dalam gugatannya menyatakan bahwa Pemilik Rumah Sakit bertanggung jawab atas kepemilikan terhadap Rumah Sakit. Rumah Sakit berperan sebagai pembuat kebijakan dan mengatur segala aktivitas internal, mengatur staf maupun dokter dan perawat dalam fungsi pelayanan Rumah Sakit terhadap masyarakat/pasien. Rumah Sakit bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh staf maupun dokter dan perawat ataupun pihak yang mengatasnamakan Rumah Sakit. Menurut penggugat, Rumah Sakit dan Pemiliknya bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 46. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menerima dalil tanggung jawab hukum Rumah Sakit dan Pemilik Rumah Sakit, meskipun status Dokternya adalah Dokter tidak tetap atau Dokter Visit. Menurut Majelis Hakim, Rumah Sakit dan Pemilik Rumah Sakit tetap harus bertanggung jawab berdasarkan KUHPerdata Pasal 1367.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit seharusnya bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan dan pelayanan medisnya. Hal ini dinyatakan di dalam Putusan Kasasi Nomor 779 K/Pdt/2014, Putusan Pengadilan Nomor 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST jo Putusan Pengadilan Nomor 350/PDT/2012/PT.DKI jo Putusan Kasasi Nomor 215 K/Pdt/2014.
Mempertimbangkan berbagai hal tersebut maka penulis menyampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, Rumah Sakit (baik Rumah Sakit sebagai unit usaha dan Pemilik atau Pengelola Rumah Sakit) merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan dan harus bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan maupun pelayanan medis yang dilakukan oleh Rumah Sakit.
Kedua, implementasi pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit meliputi beberapa hal sebagai berikut: (1) Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap Dokternya, meskipun merupakan Dokter Tidak Tetap atau Dokter Visit (Putusan Kasasi Nomor 1752 K/Pdt/2007, Putusan Peninjauan Kembali Nomor 352 PK/Pdt/2010, Putusan Pengadilan Nomor 146/Pdt.G/2019/PN.Ptk); (2) Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap dokter yang melaksanakan tindakan medis di dalam lingkungan Rumah Sakit, tidak peduli apapun status pekerja atau hubungan kerja antara dokter dan Rumah Sakit. bentuk dan sifat hubungan hukum antara dokter dan Rumah Sakit tidak relevan bagi pasien karena hal tersebut merupakan hubungan internal antara Dokter dan Rumah Sakit (Putusan Kasasi Nomor 1752 K/Pdt/2007, Putusan Peninjauan Kembali Nomor 352 PK/Pdt/2010); (3) Rumah Sakit mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Dokter (Putusan Pengadilan Nomor 630/Pdt.G/2015/PN.Bks, Putusan Pengadilan Nomor 462/Pdt/2016/PT.BDG, Putusan Kasasi Nomor 1366 K/Pdt/2017, Putusan Pengadilan Negeri Nomor 569/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst); (4) Rumah Sakit harus bertanggung jawab terhadap Dokternya karena terdapat hubungan hukum antara Rumah Sakit dan Dokter serta Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat oleh Rumah Sakit sebagai penjaminan mutu terhadap Dokter dan tindakan medisnya (Putusan Pengadilan Nomor 23/PDT/2018/PT.DKI); (5) Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap kompetensi dan kewenangan Dokter yang bekerja di Rumah Sakit (Putusan Pengadilan Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim, Putusan Pengadilan Nomor 5/Pdt.G/2015/PN Mad); (6) Rumah Sakit harus bertanggung jawab terhadap kualitas sarana prasarana Rumah Sakit (Putusan Kasasi Nomor 779 K/Pdt/2014); (7) Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengawasan Dokter melalui Dewan Pengawas Rumah Sakit (Putusan Pengadilan Nomor 511/Pdt.G/2019/PN Sgt).
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/search/hospital/