Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pro dan Kontra KRIS dalam JKN (Refleksi 10 Tahun Penyelenggaraan JKN)
12 Februari 2024 9:18 WIB
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Tahun ini program Jaminan Kesehatan Nasional tepat berusia 10 tahun atau satu dekade. Masyarakat telah merasakan manfaat dari program ini. Akses kesehatan menjadi lebih mudah, baik dari segi pelayanan maupun pembiayaan. Namun, belum saatnya berpuas diri karena masih ada sejumlah perbaikan yang harus dilakukan.” (Koran Kompas, 12 Februari 2024).
ADVERTISEMENT
Dalam buku yang berjudul “Kapita Selekta Hukum Kedokteran”, Alfred Ameln menyatakan bahwa bidang kesehatan adalah sebuah bidang yang kompleks karena meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam bidang kesehatan pada dasarnya dikenal 2 (dua) macam hak dasar manusia, yaitu hak dasar yang bersifat umum (Hak Dasar Sosial Manusia dalam Bidang Kesehatan) dan hak dasar yang bersifat pribadi atau individual (Hak Dasar Individual Manusia dalam Bidang Kesehatan). Hak dasar yang bersifat umum dikenal dengan, “The Right to Health Care” (Hak Atas Pelayanan Kesehatan atau biasa disebut dengan Hak Atas Sehat) yang diimplementasikan dalam “The Right to Medical Service” (Hak Atas Pelayanan Medis). Hak dasar yang bersifat umum ini mengandung makna bahwa hak tersebut melekat pada setiap individu, apapun latar belakangnya (profesi, pekerjaan, pendidikan, dsb).
ADVERTISEMENT
Hak Atas Sehat dipertegas dalam Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar kekuasaannya. Undang-Undang Dasar 1945 meneguhkan keberadaan dan implementasi Hak Atas Sehat ini melalui beberapa pengaturannya: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28A); Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1); dan Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (Pasal 28 ayat 3).
ADVERTISEMENT
Merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk memenuhi hak dasar tersebut. Hal ini selaras dengan amanah dari Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana dinyatakan: Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34 ayat 2); dan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34 ayat 3). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dalam Pasal 4 (4) menindaklanjuti ketentuan tersebut dengan menyatakan bahwa, warga negara berhak untuk mendapatkan perawatan Kesehatan sesuai dengan standar Pelayanan Kesehatan. Dalam tataran yang lebih mikro, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan amanah kepada rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminatif, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) menghapus kebijakan lama dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana pasien menempati kelas kamar rawat inap sesuai dengan besaran iuran yang dibayarkan. Berdasarkan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), semua pasien BPJS Kesehatan Non PBI (Penerima Bantuan Iuran) berada dalam 1 (satu) ruang rawat inap, yaitu Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Beberapa fakta yang muncul dalam implementasi kebijakan tersebut, pasien rawat inap kelas 2 dan kelas 1 tingkat kepuasannya menurun, sedangkan pasien rawat inap kelas 3 tingkat kepuasannya naik. Hal ini dikarenakan, salah satu kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) adalah menetapkan jumlah pasien yang dirawat inap dalam 1 ruangan adalah berjumlah 4 orang.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), minimal ada 3 (tiga) dasar hukum yang dapat dijadikan acuan, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya mengamanahkan 2 (dua) hal yaitu, prinsip ekuitas dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (Pasal 19 ayat 1) dan penerapan kelas standar dalam penyelenggaraan rawat inap di rumah sakit (Pasal 23 ayat 4). Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan mewajibkan rumah sakit untuk menyediakan kelas standar dengan persentase minimal 60% dari seluruh jumlah tempat tidur rawat inap bagi rumah sakit pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta 40% dari seluruh jumlah tempat tidur rawat inap bagi rumah sakit swasta (Pasal 18) dalam waktu selambatnya tanggal 1 Januari 2023 (Pasal 84 huruf b).
ADVERTISEMENT
Konsepsi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mengamanatkan 12 (dua belas) kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit, meliputi: komponen bangunan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, nakas per tempat tidur, temperatur ruangan, pembagian ruang rawat, kepadatan ruangan, tirai/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas, outlet oksigen.
Merupakan problematika tersendiri bagi rumah sakit dalam memenuhi kriteria tersebut. Beberapa permasalahan dan tantangan yang berpotensi dihadapi oleh rumah sakit adalah sebagai berikut: rumah sakit banyak melakukan renovasi perubahan tata ruangan dan mengeluarkan anggaran untuk melakukan hal tersebut; rumah sakit mengurangi kapasitas tempat tidur dan hal ini berpotensi menurunkan pendapatan rumah sakit; rumah sakit harus menambah Sumber Daya Manusia, khususnya adalah perawat dan hal ini berpotensi memperbesar anggaran belanja rumah sakit. Namun, dibalik permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit, terdapat sisi positip dan peluang yang dapat dikembangkan oleh rumah sakit. Sisi positipnya adalah: ruang rawat inap semakin nyaman karena maksimal hanya diisi oleh 4 pasien; visit dokter dan perawat terhadap pasien semakin proporsional baik kuantitas maupun kualitas; infeksi nosokomial dapat ditekan. Sedangkan peluang yang berpotensi dikembangkan dalam bisnis rumah sakit adalah: rumah sakit dapat mengembangkan kamar rawat inap non KRIS, misalnya kamar rawat inap kelas VIP, VVIP dsb; rumah sakit berpeluang untuk melakukan kerjasama dengan pihak asuransi kesehatan swasta, khususnya bagi pasien yang ingin dirawat di kamar rawat inap non KRIS; rumah sakit dapat mengembangkan rawat jalan dan unit lainnya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mengamanatkan adanya kesamaan dan keadilan (equity) standar kelas perawatan. Tujuan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dapat ditinjau dari 3 (tiga) perspektif, yaitu bagi peserta, bagi penyelenggara layanan (khususnya rumah sakit), dan bagi penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bagi peserta, kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan keselamatan peserta serta meningkatkan keadilan layanan. Bagi penyelenggara layanan (khususnya rumah sakit), kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan rawat inap yang terstandar, khususnya terkait dengan keselamatan pasien dan Pencegahan serta Pengendalian Infeksi (PPI) terstandar. Bagi penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) diharapkan dapat mewujudkan sustainibilitas pendanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan mengedepankan prinsip asuransi sosial.
ADVERTISEMENT
Mempertimbangkan berbagai hal tersebut, kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) merupakan program pemerintah yang tepat sepanjang terdapat konsistensi antara regulasi dan tujuan dalam mewujudkan kebermanfaatan hukum. Kebermanfaatan ini harus dapat dirasakan oleh pemberi maupun penerima pelayanan kesehatan.