Konten dari Pengguna

Problematika Pelimpahan Tindakan Medis dari Dokter kepada Perawat

Wahyu Andrianto
Konsultan Hukum Kesehatan, Anggota Aktif WAML, Counsel Beberapa Lawfirm, Wakil Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia.
24 Juni 2025 14:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Problematika Pelimpahan Tindakan Medis dari Dokter kepada Perawat
Seharusnya, pada saat ini, ada regulasi yang secara khusus mengatur dan memberikan perlindungan hukum bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil.
Wahyu Andrianto
Tulisan dari Wahyu Andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2010 terjadi kasus kriminalisasi perawat. Misran, seorang perawat di pedalaman Kalimantan dipidana karena dinilai melanggar hukum dengan memberikan obat keras kepada pasien yang berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya diperbolehkan diberikan oleh dokter. Misran juga melanggar Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran karena Misran bukan dokter, tetapi melakukan tindakan kedokteran. Kasus tersebut membuktikan dilematika perawat ketika bertugas di pedalaman Indonesia, yang memaksa perawat untuk melampaui kewenangannya (Putusan Pengadilan Nomor 364/Pid.B/2009/PN.Tgr jo. Putusan Pengadilan Nomor 04/PID/2010/PT.KT/SMDA jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1372/K/Pid.Sus/2010).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalaman penulis saat melakukan pengabdian masyarakat di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan (Link Video: https://youtu.be/yu-nNM37rk8 dan https://youtu.be/wXdCvZbQZ0I), perawat yang bertugas di daerah itu seringkali melakukan tindakan seperti bidan (menolong persalinan), padahal perawat tersebut adalah seorang pria. Dalam kondisi tertentu, perawat melakukan tindakan medis yang seharusnya menjadi kewenangan dokter. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan pasien.
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak jumlahnya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2023, jumlah perawat: 582.023 orang (38,80% dari SDM Kesehatan), jumlah bidan: 344.643 orang (23% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga kefarmasian: 130.643 orang (8,71% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga kesehatan masyarakat: 53.125 orang (3,54% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga kesehatan lingkungan: 24.759 orang (1,65% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga gizi: 36.400 orang (2,43% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga kesehatan psikologi klinis: 1.307 orang (0,09% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga keterapian fisik: 13.528 orang (0,95% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga keteknisan medis: 48.975 orang (3,27% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga teknik biomedika: 80.130 orang (5,34% dari SDM Kesehatan), jumlah tenaga kesehatan tradisional: 447 orang (0,03% dari SDM Kesehatan). Apabila dibandingkan dengan tenaga medis, jumlah perawat lebih besar karena jumlah tenaga medis: 183.694 orang (12,25% dari SDM Kesehatan). Pada tahun 2024, jumlah perawat di Indonesia bertambah menjadi 615.829 orang.
ADVERTISEMENT
Rasio perawat dan dokter yang belum ideal dan persebaran dokter yang belum merata di Indonesia menyebabkan pelimpahan wewenang tindakan medis merupakan keniscayaan.
Pelimpahan wewenang, menarik untuk dibahas secara hukum karena peraturan mengenai pelimpahan wewenang dalam bidang kesehatan mengadopsi pelimpahan wewenang dari Bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara. Hal ini terlihat di dalam Pasal 290 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 544 dan 745 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Potensi permasalahannya adalah karakteristik mandat dan delegasi dalam bidang pelayanan kesehatan berbeda dengan Bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara. Tindakan medis, sifatnya adalah upaya maksimal (inspanningsverbintennis) berdasarkan standar. Pada saat perawat melakukan tindakan berdasarkan pelimpahan wewenang, dimungkinkan terjadi perluasan tindakan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Perlindungan hukum bagi perawat harus dipertimbangkan, khususnya bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil dengan segala keterbatasan dan tidak memungkinkan melakukan rujukan.
ADVERTISEMENT
Pembagian pelimpahan wewenang berdasarkan mandat dan delegasi, dalam masa sekarang berpotensi kehilangan makna. Hubungan antara dokter dan perawat bukanlah lagi merupakan hubungan atasan-bawahan sebagaimana yang terkandung dalam makna delegasi dan mandat, tetapi merupakan hubungan kemitraan (perawat sebagai mitra dokter) dalam kedudukan yang sejajar. Jenjang kompetensi perawat hampir mirip dengan tenaga medis. Pendidikan tinggi keperawatan terdiri atas: pendidikan vokasi; pendidikan akademik; dan pendidikan profesi. Pendidikan akademik terdiri atas: program sarjana keperawatan; program magister keperawatan; dan program doktor keperawatan. Pendidikan profesi terdiri atas: program profesi keperawatan; dan program spesialis keperawatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang layanan kesehatan sangat pesat, demikian juga dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga penerapan mandat dan delegasi dalam hubungan antara dokter dan perawat berpotensi menimbulkan permasalahan.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, pada saat ini, ada regulasi yang secara khusus mengatur dan memberikan perlindungan hukum bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil karena secara teori hukum, tindakan perawat itu dibenarkan (berdasarkan Doktrin Life Saving dari Prof van der Mijn), tetapi berdasarkan regulasi, perlindungan hukumnya lemah. Dalam hal ini, perlu adanya kepastian hukum untuk memberikan kemanfaatan hukum.
Sebagai penutup, ada baiknya apabila menyimak Doktrin Perpanjangan Lengan Tangan Dokter (Verlengle Arm van de Arts Doctrine atau Prolonge Arm Doctrine) dari Profesor. HJJ Leenen. Profesor. HJJ Leenen menyatakan bahwa dalam pelimpahan tindakan medis dari dokter kepada perawat, harus diperhatikan beberapa unsur, yaitu: penegakan diagnosis medis, pemberian atau penentuan terapi serta penentuan indikasi medis, harus diputuskan dokter; pelimpahan wewenang diperbolehkan jika dokter yakin bahwa perawat yang menerima pelimpahan wewenang itu mampu melaksanakannya dengan baik; pelimpahan wewenang harus dilakukan secara tertulis; harus ada bimbingan atau pengawasan medis pada pelaksanaannya; perawat berhak menolak apabila merasa tidak mampu melaksanakan tindakan medis.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya, Prolonge Arm Doctrine dari Profesor. HJJ Leenen dan Doktrin Life Saving dari Profesor van der Mijn diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan serta diimplementasikan dalam hubungan dokter-perawat. Tujuannya adalah untuk membangun perawat yang profesional dan mewujudkan patient safety dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/perawat-perawatan-penyelidikan-2536964/