Konten dari Pengguna

Selamat Datang Era Baru Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
28 Mei 2024 13:09 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah peliknya permasalahan dan tantangan yang menghadang, keberadaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang meng-cover seluruh penduduk Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus terus dikawal agar dapat mewujudkan kemanfaatan hukum. Tarik ulur berbagai kepentingan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus disikapi dengan implementasi peraturan yang memberikan kemanfaatan hukum.
ADVERTISEMENT
Tidak terasa, saat ini telah 1 (satu) dasawarsa penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Sebuah sistem jaminan kesehatan yang diharapkan dapat meng-cover seluruh penduduk Indonesia. Dalam perjalanannya selama 1 (satu) dasawarsa tersebut, tentu ada berbagai kisah dan pengalaman yang dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran serta pembelajaran untuk perbaikan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ke depannya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan yaitu Prof. dr. Ghufron Mukti M.Sc., Ph.D., AAK dalam beberapa kesempatan memaparkan mengenai prestasi dari penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berdasarkan data, terdapat peningkatan cakupan jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang signifikan apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia pada saat ini berjumlah 279.188.866 jiwa. Pada awal penyelenggaraannya, yaitu tahun 2014, 133.423.653 jiwa terdaftar mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Data ini mengalami peningkatan yang signifikan di tahun 2023 dimana 267.311.566 jiwa terdaftar mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Artinya, 4,24% populasi penduduk Indonesia belum terdaftar mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan 95,75% populasi penduduk Indonesia telah terdaftar mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada tahun 2024, 96,64% populasi penduduk Indonesia (yaitu 269.747.979 jiwa) telah terdaftar mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
ADVERTISEMENT
Apabila dibandingkan dengan negara lain, waktu yang dibutuhkan oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meng-cover jaminan kesehatan bagi penduduknya relatif cepat. Indonesia membutuhkan waktu 10 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 90% populasi penduduknya. Sedangkan negara lain membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, yaitu sebagai berikut: Korea Selatan membutuhkan waktu 12 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 97,2% populasi penduduknya (jumlah penduduk Korea Selatan: 50,9 juta jiwa), Jepang membutuhkan waktu 36 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 100% populasi penduduknya (jumlah penduduk Jepang: 126,7 juta jiwa), Costa Rica membutuhkan waktu 48 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 87% populasi penduduknya (jumlah penduduk Costa Rica: 4,8 juta jiwa), Luxemburg membutuhkan waktu 72 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 100% populasi penduduknya (jumlah penduduk Luxemburg: 582.291 jiwa), Austria membutuhkan waktu 79 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 99% populasi penduduknya (jumlah penduduk Austria: 8,7 juta jiwa), Belgia membutuhkan waktu 118 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 100% populasi penduduknya (jumlah penduduk Belgia: 11,4 juta jiwa), Jerman membutuhkan waktu 127 tahun untuk meng-cover jaminan kesehatan 85% populasi penduduknya (jumlah penduduk Jerman: 80,6 juta jiwa).
ADVERTISEMENT
Jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga mengalami peningkatan. Saat ini terdapat 23.258 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.112 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang berperan serta dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Peningkatan jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang berperan serta dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah sebagai berikut: 18.437 (2014), 19.969 (2015), 20.708 (2016), 21.763 (2017), 23.298 (2018), 23.430 (2019), 23.043 (2020), 23.608 (2021), 23.730 (2022), 23.639 (2023). Peningkatan jumlah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang berperan serta dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah sebagai berikut: 1.847 (2015), 2.068 (2016), 2.268 (2017), 2.455 (2018), 2.459 (2019), 2.507 (2020), 2.810 (2021), 2.963 (2022), 3.120 (2023).
ADVERTISEMENT
Dari tahun ke tahun, masyarakat semakin merasakan manfaat dari keikutsertaannya dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada awal penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun 2014, total pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per hari adalah 252 ribu dan total pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun adalah 92,3 juta. Tahun 2023, total pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per hari adalah 1,6 juta dan total pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun adalah 606,7 juta.
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), secara khusus diatur di dalam Peraturan Presiden. Tanggal 8 Mei tahun 2024, diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan Presiden ini merupakan perubahan ketiga terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan telah 3 (tiga) kali diubah, yaitu oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam hal ini, penulis mempergunakan istilah “diubah” dan bukan “dicabut”. Artinya, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan, semuanya masih berlaku dan saling melengkapi.
ADVERTISEMENT
Penulis akan memaparkan mengenai beberapa perubahan yang diatur di dalan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan. Beberapa perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan terdapat definisi baru, yaitu mengenai Kebutuhan Dasar Kesehatan dan Kelas Rawat Inap Standar. Kebutuhan Dasar Kesehatan adalah kebutuhan esensial menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup (Pasal 1 (4a) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan). Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta (Pasal 1 (4b) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan mewajibkan kepada setiap penduduk Indonesia untuk ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan dengan cara mendaftar atau didaftarkan pada BPJS Kesehatan sebagai Peserta (Pasal 6 (1) (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
Peserta berhak untuk menentukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang diinginkan saat mendaftar pada BPJS Kesehatan. Apabila peserta didaftarkan oleh pihak lain, maka penentuan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk pertama kali dapat dilakukan oleh pihak lain atas nama peserta. Jika peserta yang didaftarkan oleh pihak lain tersebut merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, maka penentuan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk pertama kali dapat dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan domisili peserta yang terdaftar. Penentuan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ini harus diinformasikan kepada peserta. (Pasal 6A (1) (2) (3) (4) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan memberikan hak kepada peserta untuk mengganti Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tempat peserta terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan (Pasal 7 (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan). Adapun persyaratan penggantian Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah: peserta pindah domisili dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan setelah terdaftar di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) awal, yang dibuktikan dengan surat keterangan domisili; atau peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan, yang dibuktikan dengan surat keterangan penugasan atau pelatihan (Pasal 7 (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) diwajibkan untuk mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar luran. BPJS Kesehatan melakukan verifikasi terhadap pendaftaran tersebut. Apabila Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) belum mendaftarkan anggota keluarganya, maka BPJS Kesehatan harus memberikan informasi kepada peserta terkait kepesertaan dan membantu percepatan pendaftaran anggota keluarganya (Pasal 15 (1) (2) (3) (4) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap memperoleh hak Manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di-PHK, tanpa membayar Iuran. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut harus dibuktikan dengan: bukti diterimanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pekerja dan tanda terima laporan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari dinas Daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; perjanjian bersama dan tanda terima laporan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari dinas Daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau akta bukti pendaftaran perjanjian bersama; atau petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 27 (1) (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Dasar perhitungan besaran iuran bagi peserta harus mematuhi batas yang telah ditetapkan. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Batas paling rendah gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah sebesar upah minimum provinsi atau upah minimum kabupaten/kota. Batas paling rendah ini dikecualikan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan Pekerja Penerima Upah (PPU) pada usaha mikro dan kecil (Pasal 32 (1) (2) (3) (4) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Apabila peserta dan/atau pemberi kerja tidak membayar iuran sampai dengan akhir bulan berjalan maka penjaminan peserta diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya. Pemberi Kerja yang belum melunasi tunggakan iuran, wajib bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan. Status kepesertaan aktif kembali, apabila peserta: telah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk waktu 24 (dua puluh empat) bulan; dan membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara jaminan kesehatan (Pasal 42 (1) (2) (3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan berupa manfaat medis dan manfaat nonmedis. Manfaat medis merupakan manfaat pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat medis harus berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut: upaya pelayanan kesehatan perorangan; pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa dan menghilangkan gangguan produktivitas; pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko yang tidak tertanggungkan bagi peserta; pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien; pelayanan yang terstandar; tidak dibedakan berdasarkan besaran luran peserta; dan/atau bukan cakupan program lain. Manfaat medis juga berlaku bagi bayi baru lahir dari peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan. Manfaat nonmedis merupakan manfaat yang menunjang pelayanan kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap (Pasal 46 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Salah satu hal baru yang diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan adalah Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) harus memenuhi kriteria: komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi; ventilasi udara; pencahayaan ruangan; kelengkapan tempat tidur; nakas per tempat tidur; temperatur ruangan; ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi; kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur; tirat/partisi antar tempat tidur; kamar mandi dalam ruangan rawat inap; kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas; dan outlet oksigen. Penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) tidak berlaku untuk: pelayanan rawat inap untuk bayi atau perinatologi; perawatan intensif; pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus. (Pasal 46A (1) (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan). Penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 30 Juni 2025 (Pasal 103B (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan mengatur mengenai pelayanan kesehatan yang dijamin dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Adapun pelayanan kesehatan yang dijamin dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, dan pelayanan ambulans darat atau air. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan nonspesialistik yang mencakup: administrasi pelayanan; pelayanan promotif dan preventif perorangan; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; tindakan medis nonspesialistik baik bedah maupun nonbedah; pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (seluruh alat kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan, termasuk alat bantu kesehatan); pemeriksaan penunjang diagnostik tingkat pratama; dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: administrasi pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis dasar; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik (hanya berlaku untuk pelayanan kesehatan pada unit gawat darurat); tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai dengan indikasi medis; pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (seluruh alat kesehatan yang digunakan dalam rangka penyembuhan, termasuk alat bantu kesehatan); pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; rehabilitasi medis; pelayanan darah; pemulasaran jenazah peserta yang meninggal di fasilitas kesehatan; pelayanan keluarga berencana; perawatan inap nonintensif; perawatan inap di ruang intensif. Pelayanan ambulans darat atau air merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan disertai dengan upaya menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien (Pasal 47 (1) (2) (3) (4) (5) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan). Sedangkan manfaat pelayanan promotif dan preventif perorangan yang dijamin dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi: penyuluhan kesehatan perorangan; imunisasi rutin; keluarga berencana; skrining riwayat kesehatan dan pelayanan penapisan atau skrining kesehatan tertentu; dan peningkatan kesehatan bagi peserta penderita penyakit kronis (Pasal 48 (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Terkait dengan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), maka peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberikan hak untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan. Selisih biaya tersebut dapat dibayar oleh: peserta yang bersangkutan; pemberi kerja; atau asuransi kesehatan tambahan. Hak peserta untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya dikecualikan bagi: Peserta Bukan Pekerja (BP) dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III; Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III; Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan anggota keluarganya; atau Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah (Pasal 51 (1) (2) (3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi: pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (meliputi rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan); pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat; pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja; pelayanan kesehatan yang jaminan pertanggungannya diberikan oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai atau ketentuan yang ditanggung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan diberikan sesuai hak kelas rawat peserta; pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; pelayanan untuk mengatasi infertilitas; pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi; gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol; gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan; pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen; alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik; perbekalan kesehatan rumah tangga; pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah; pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial; pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang yang telah dijamin melalui skema pendanaan lain yang dilaksanakan kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan; atau pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain (Pasal 52 (1) (2) (3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan).
ADVERTISEMENT
Demikianlah, beberapa pengaturan yang terdapat di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan. Semoga implementasi peraturan tersebut dapat memberikan kemanfaatan hukum bagi Masyarakat Indonesia.
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/asuransi-kontrak-berjabat-tangan-3113180/