Konten dari Pengguna

Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit dalam Fungsi Rujukan

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
15 April 2024 9:50 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit. Foto: Domareva.Tanya/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit. Foto: Domareva.Tanya/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanannya, yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Umum minimal harus menyediakan 3 (tiga) macam pelayanan kesehatan yang terdiri dari pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan, dan pelayanan nonmedik. Pelayanan medik dan penunjang medik yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Umum meliputi, pelayanan medik umum (berupa pelayanan medik dasar), pelayanan medis spesialis (berupa pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan penyakit dalam, anak, bedah, obstetri dan ginekologi serta pelayanan medik spesialis lain), pelayanan medik subspesialis (berupa pelayanan medik subspesialis lain).
Sedangkan pelayanan keperawatan dan kebidanan yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Umum meliputi asuhan keperawatan generalis dan/atau asuhan keperawatan spesialis, dan asuhan kebidanan. Pelayanan nonmedik yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Umum terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Umum terdiri atas Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 spesialis, 5 spesialis penunjang medis, 12 spesialis lain dan 13 subspesialis. Rumah Sakit Umum kelas A (Rumah Sakit Umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah).
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medis paling sedikit 4 spesialis, 4 spesialis penunjang medis, 8 spesialis dan 2 subspesialis dasar. Rumah Sakit Umum kelas B (Rumah Sakit Umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah).
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis paling sedikit 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medis. Rumah Sakit Umum Kelas C (Rumah Sakit Umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah).
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medis paling sedikit 2 spesialis dasar. Rumah Sakit Umum Kelas D (Rumah Sakit Umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah).
Rumah Sakit Khusus, di antaranya terdiri dari Rumah Sakit ibu dan anak, mata, gigi dan mulut, ginjal, jiwa, infeksi, telinga-hidung-tenggorok, paru, ketergantungan obat, bedah, otak, ortopedi, kanker, jantung dan pembuluh darah.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Khusus minimal harus menyediakan 3 (tiga) macam pelayanan kesehatan yang terdiri dari pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan, dan pelayanan nonmedik. Pelayanan medik dan penunjang medik yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Khusus terdiri atas pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis sesuai kekhususan, pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan, pelayanan medik spesialis lain, dan pelayanan medik subspesialis lain.
Sedangkan pelayanan keperawatan dan/atau kebidanan yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Khusus meliputi asuhan keperawatan generalis, asuhan keperawatan spesialis, dan/atau asuhan kebidanan, sesuai kekhususannya. Rumah Sakit Khusus juga harus menyediakan pelayanan nonmedik meliputi pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Khusus, terdiri dari Kelas A, Kelas B, Kelas C. Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis spesialis dan pelayanan medis subspesialis sesuai dengan kekhususan yang lengkap. Rumah Sakit Khusus Kelas A (Rumah Sakit Khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah).
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis spesialis dan pelayanan medis subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. Rumah Sakit Khusus kelas B (Rumah Sakit Khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah).
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medis spesialis sesuai kekhususan yang minimal. Rumah Sakit Khusus Kelas C (Rumah Sakit Khusus yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah).
ADVERTISEMENT
Pembagian Rumah Sakit berdasarkan kelas, semata-mata tidak hanya untuk membedakan fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit. Namun, hal tersebut juga untuk mewujudkan sistem rujukan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.
Salah satu tujuan dari sistem rujukan ini adalah agar pasien tidak terpusat di satu kelas atau di suatu Rumah Sakit tertentu. Bahkan, apabila kondisi penyakit pasien tergolong sebagai penyakit yang ringan, hendaknya pasien memanfaatkan pelayanan kesehatan primer, misalnya Puskesmas atau klinik kesehatan. Sistem rujukan juga bertujuan agar pasien memperoleh pelayanan kesehatan yang proporsional sesuai dengan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
ADVERTISEMENT
Rujukan yang bersifat internal berpotensi menimbulkan permasalahan apabila dalam pelaksanaannya menyimpang dari Standar Operasional Prosedur (SOP). Dalam Putusan Kasasi Nomor 779 K/Pdt/2014 terjadi kesalahan rujukan di dalam Rumah Sakit yang sama sehingga menyebabkan pasien terlambat mendapatkan pertolongan dan penanganan medis dari dokter yang berwenang dan berkompeten. Akibatnya, pasien meninggal dunia.
Dalam kasus tersebut, tergugat (Rumah Sakit dan dokter) merujuk pasien kepada Psikolog Rumah Sakit karena pasien sulit untuk diajak berkomunikasi dan lebih banyak diam atau melamun. Pasien juga mengalami demam. Padahal, dalam kondisi tersebut, pasien tidak mengalami masalah psikis, tetapi kondisi pasien adalah darurat secara medis terkait dengan penyakitnya. Akhirnya, pasien meninggal dunia karena tidak mendapatkan pertolongan medis sebagaimana mestinya.
ADVERTISEMENT
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 47/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Ut, pasien merupakan rujukan dari sebuah Rumah Sakit di Singapura kepada sebuah Rumah Sakit besar yang berada di Jakarta Selatan. Namun, sesampainya di Indonesia, keluarga dan dokter yang mendampingi pasien mengarahkan dan mengantarkan pasien untuk dilayani di sebuah Rumah Sakit di Jakarta Utara.
Terjadi kesalahan rujukan yang dilakukan oleh dokter pendamping pasien dan rujukan yang menyimpang dari surat pengantar yang telah diberikan serta direkomendasikan oleh sebuah Rumah Sakit di Singapura. Selain itu, dokter pendamping pasien juga melakukan kebohongan terhadap dokter dan Rumah Sakit di Jakarta Utara tersebut karena ternyata kondisi pasien adalah positif HIV.
Informasi tersebut ditutupi oleh dokter pendamping pasien. Pasien akhirnya meninggal dunia meskipun Rumah Sakit di Jakarta Utara telah melakukan pertolongan secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaan fungsi rujukan yang bersifat eksternal, dimungkinkan Pemerintah berperan, misalnya adalah dalam pembiayaan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi pasien, khususnya bagi pasien yang kurang mampu. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 511/Pdt.G/2019/PN Sgt, Pemerintah (dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan) telah melaksanakan fungsi rujukan dan bantuan pembiayaan melalui Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah).
Meskipun pasien mempermasalahkan perihal bantuan Pemerintah, tetapi Majelis Hakim melihat dalam kasus ini bahwa Pemerintah telah melakukan upaya maksimal dalam fungsinya untuk memfasilitasi pasien di daerah agar dapat melaksanakan rujukan atas tindakan medis pada sebuah Rumah Sakit di Jakarta.
Tidak hanya memberikan bantuan melalui Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah), dalam kasus ini Pemerintah bahkan mengeluarkan dana dari anggarannya dan mengirimkan staf untuk melakukan pendampingan langsung terhadap pasien pada saat pasien melakukan rujukan pada sebuah Rumah Sakit di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Rujukan yang dilakukan oleh Rumah Sakit berdasarkan pertimbangan kondisi kesehatan pasien dan ketersediaan sarana prasarana yang ada di Rumah Sakit. Namun, dalam praktiknya, beberapa kali terjadi pasien menolak rujukan yang dilakukan atau disarankan oleh Rumah Sakit.
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 176/Pdt.G/2021/PN Blb, pasien mengalami risiko medis yaitu pendarahan. Kondisi pasien adalah darurat dan memerlukan penanganan medis di Rumah Sakit rujukan. Pihak Rumah Sakit akan melakukan rujukan terhadap pasien ke Rumah Sakit rujukan yang telah dihubungi dan dilakukan koordinasi oleh dokter serta Rumah Sakit tersebut.
Namun, keluarga pasien menolak dilakukan rujukan ke Rumah Sakit yang telah dihubungi dan dilakukan koordinasi tersebut. Keluarga pasien menginginkan agar pasien dirujuk ke Rumah Sakit lain sesuai dengan pilihan pihak keluarga pasien. Permasalahan muncul karena Rumah Sakit yang diinginkan oleh pihak keluarga pasien tersebut kondisinya penuh.
ADVERTISEMENT
Waktu terbuang sekitar 2 (dua) jam karena penolakan dari keluarga pasien untuk dilakukan rujukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit. Pasien akhirnya mengalami kedaruratan medis karena menunggu rujukan di Rumah Sakit yang diinginkan oleh keluarga pasien. Meskipun Rumah Sakit telah melakukan upaya maksimal dengan segala keterbatasan sarana prasarananya, pasien akhirnya meninggal dunia.
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 907/Pdt.G/2021/PN Mdn, Rumah Sakit menyatakan bahwa pasien sudah diupayakan untuk dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang telah dihubungi dan dikoordinasikan oleh pihak Rumah Sakit. Namun, pasien menolak dan memilih dilakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit lain sesuai dengan keinginan pasien.
Pasien meminta resume medis kepada Rumah Sakit yang merujuk pasien, tetapi resume medis tidak diberikan oleh pihak Rumah Sakit. Pasien memerlukan resume medis tersebut untuk melakukan persalinan di Rumah Sakit lainnya.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa sikap Rumah Sakit yang tidak memberikan resume medis kepada pasien untuk keperluan rujukan atau pelayanan kesehatan di Rumah Sakit lain merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 415/Pdt.G/2019/PN Sby jo. Putusan Pengadilan Nomor 277/PDT/2020/PT.SBY, dokter merujuk pasien ke sebuah Rumah Sakit di Malaysia. Adapun alasan rujukan adalah adanya robek pada capsule belakang di mata sebelah kiri pasien karena operasi katarak. Pasien tidak mengikuti rujukan dokter dan pasien melakukan second opinion serta tindakan medis di sebuah Rumah Sakit di Singapura.
Adapun alasan dari pasien tidak mematuhi saran atau rujukan dari dokter adalah karena pasien meragukan objektivitas serta hasil pemeriksaan Rumah Sakit di Malaysia yang merupakan kolega dari dokter yang melakukan rujukan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil second opinion yang telah dilakukan oleh pasien di sebuah Rumah Sakit di Singapura, ternyata ada kesalahan dari dokter yang telah melakukan operasi katarak terhadap pasien. Setelah dilakukan tindakan medis oleh Rumah Sakit di Singapura, mata kiri penggugat (pasien) tidak dapat melihat, tetapi sakit dan nyeri di mata kiri pasien telah hilang.
Keterlambatan Rumah Sakit dalam melaksanakan fungsi rujukan dapat menimbulkan permasalahan hukum. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 38/Pdt.G/2016/PN Bna jo. Putusan Pengadilan Nomor 111/PDT/2010/PT BNA, tergugat, yaitu dokter dan Rumah Sakit yang merujuk berusaha untuk menarik dokter dan Rumah Sakit rujukan sebagai pihak yang dimintakan pertanggungjawaban.
Namun, penggugat (pasien) dalam persidangan menyatakan bahwa meskipun pasien dan anak pasien meninggal dunia di Rumah Sakit rujukan, menurut penggugat tidak ada kesalahan yang telah dilakukan oleh dokter dan Rumah Sakit rujukan.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan, dokter dan Rumah Sakit rujukan telah berupaya dan berusaha secara maksimal untuk menyelamatkan nyawa pasien dan anak yang dikandungnya dengan langsung melakukan pertolongan darurat pada saat pasien tiba di Rumah Sakit rujukan. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada dokter dan Rumah Sakit yang merujuk karena telah menelantarkan pasien dalam waktu yang lama, sekitar 8 (delapan) jam.
Fungsi rujukan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap duty of care. Duty of care dapat diartikan sebagai kewajiban memberikan pelayanan yang baik dan wajar. Rumah Sakit bertanggung jawab atas duty of care, secara harfiah diartikan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan perawatan terbaik untuk pasien.
Dalam arti yang lebih luas, Rumah Sakit dibebani dengan kewajiban untuk melaksanakan tugas utamanya, yaitu memberikan pelayanan terbaik (baik pelayanan medis maupun pelayanan kesehatan) untuk pasiennya. Pasien yang mengakses layanan Rumah Sakit mempunyai harapan untuk menerima pelayanan medis dan perawatan yang akan meningkatkan kondisi psikis serta fisik mereka.
ADVERTISEMENT
Pada kondisi tertentu, pasien berharap bahwa Rumah Sakit akan mengontrol dan menjamin kualitas pelayanan medis serta pelayanan kesehatan yang diberikannya. Pasien memberikan kepercayaan kepada Rumah Sakit dan mempunyai harapan bahwa mereka akan memperoleh manfaat setelah mengakses pelayanan Rumah Sakit.