Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Adversity Quotient dan Support System Modal Menghadapi Pandemi Covid-19
27 Desember 2020 21:31 WIB
Tulisan dari Wahyuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu saya sempat membaca berita tentang meninggalnya seorang pelajar SMP dikarenakan gantung diri. Diduga tugas yang menumpuk saat sekolah daring di masa pandemi covid-19 menjadi penyebabnya.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian dalam jurnal repository.untag-sby.ac.id (2020) menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan negatif antara adversity quotient dengan kecenderungan depresi pada driver ojek online ditengah pandemi covid-19. Adanya hubungan negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi adversity quotient maka akan semakin rendah kecenderungan depresi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah adversity quotient maka akan semakin tinggi kecenderungan depresinya.
Terlepas dari masalah apa yang mendera, yang menjadi perhatian adalah bahwa setiap orang pasti punya masalah dan yang terpenting adalah bagaimana kita mampu bertahan dan menyikapi permasalahan tersebut. Kita mengenalnya dengan istilah AQ (adversity quotient).
Adversity Quotient (AQ)
Adversity quotient menurut Paul G Stoltz (2000) adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Sedangkan menurut Wangsadinata dan Suprayitno (2008), adversity quotient adalah suatu kemampuan atau kecerdasan ketangguhan berupa seberapa baik individu bertahan atas cobaan yang dialami dan seberapa baik kemampuan individu dapat mengatasinya.
ADVERTISEMENT
Kemampuan untuk bertahan dan menghadapi permasalahan ini tidak muncul dengan tiba-tiba. Hal ini merupakan pembelajaran dari pengalaman kehidupan yang kita peroleh sedari kecil.
Orang tua tidak selamanya akan mendampingi buah hati mereka, membiarkan mereka untuk mencoba bangkit kembali ketika mengalami kegagalan memang tidak mudah. Banyak diantaranya yang tidak tega. Namun terus menerus menjadi malaikat penjaga bagi mereka juga tidak elok dilakukan.
Kemampuan ketangguhan dapat dikembangkan dengan berusaha menyadari dan menemukan kesulitan yang dihadapi, mencari sebab masalah yang terjadi dan mencari alternatif penyelesaian yang tepat.
Perasaan bahagia ketika mampu menyelesaikan masalah akan membuat kita semakin percaya akan kemampuan yang kita miliki dan meminta tolong hanya akan kita lakukan ketika kita merasa sudah tidak sanggup lagi.
ADVERTISEMENT
Keluarga sebagai Support System
Selain AQ, kita juga memerlukan adanya dukungan dari lingkungan. Keluarga merupakan sebuah support system yang paling mengambil peran dalam kehidupan kita.
David dan Miller (dalam Andarus Darahim, 2015) menjelaskan keluarga secara sederhana adalah suatu unit kesatuan hidup bagi seorang pria dengan seorang wanita sebagai pasangan (partnership) yang hidup bersama dan diikat oleh suatu perkawinan. Disamping keluarga bisa juga terbentuk karena hubungan darah atau adopsi sehingga menjadi satu bentuk kesatuan kehidupan dalam rumah tangga atau masyarakat. Setiap unsur akan saling menghormati dan menghargai satu sama lain sesuai dengan kedudukan, posisi dan peranannya masing-masing seperti antar suami dan isteri, ibu dan ayah, saudara laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak dan lain-lain agar bisa hidup harmonis, bahagia dan sejatera lahir bathin.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai dan dihormati serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (King, 2012).
Jika kita ibaratkan keluarga adalah sebuah bangunan maka kita mengharapkan agar bangunan itu kokoh, kuat, tidak mudah roboh oleh angin, hujan ataupun badai. Begitulah keluarga, setiap keluarga memiliki perannya masing-masing. Saling melengkapi satu sama lain. Mempunyai interaksi secara fisik dan mental psikologis yang harmonis.
Sebuah soundtrack sinetron Keluarga Cemara yang sangat familiar di telinga kita menyatakan bahwa “harta yang paling berharga adalah keluarga”, hal ini karena keluarga mampu memberikan kenyamanan bagi kita.
Ketika menghadapi permasalahan, keluarga akan memberikan dukungan bagi kita. Hal ini tentu saja akan menguatkan, karena kita merasa didengarkan, diperhatikan, keluarga juga dapat membantu untuk memberikan solusi atas permasalahan yang kita hadapi.
ADVERTISEMENT
Beradaptasi Menyonsong 2021 Disaat Pandemi Covid -19
Bisa dikatakan tidak ada dari kita yang punya penglaman mengalami pandemi covid-19 ini sebelumnya. Negara beradaptasi dengan mengambil langkah-langkah cepat untuk membantu rakyatnya. Diantaranya adalah memberikan beragam bantuan bagi warga yang terdampak pandemi covid-19.
Sedangkan kita sendiri, yang terbiasa menghabiskan waktu dengan beraktivitas diluar rumah, dengan adanya pandemi covid-19 mulai melakukan pembatasan. Semua menjadi diatur demi kesehatan. Bersama dengan anggota keluarga kita beradaptasi. Belajar menghadapi sebuah kebiasaan baru untuk tumbuh bersama menjadi pribadi yang sehat dan bahagia.
Setelah beberapa bulan berjuang melawan covid-19, kini di penghujung tahun 2020, perlahan aktivitas kehidupan sudah mulai berjalan seperti biasa. Jika para pekerja telah lebih dulu mulai untuk kembali beraktivitas dengan pembatasan, maka diawal Januari 2021, peserta didik juga mulai bersekolah kembali. Sekolah yang diberlakukan bagi anak-anak tidak serta merta kembali seperti sedia kala, tetap dengan pembatasan dan adanya kesediaan dari orang tua.
ADVERTISEMENT
Perubahan-perubahan yang terjadi karena covid-19 menuntut anggota keluarga untuk saling menguatkan. Orang tua berperan aktif untuk memberikan kepercayaan pada anak-anak agar dapat melewati situasi ini. Memberikan pengertian, pemahaman dan tanggung jawab akan pentingnyan menjaga protokol kesehatan. Jika sebelumnya di sekolah bisa bercanda dengan bebas bersama teman maka kali ini harus dibatasi, bersedia untuk repot dengan masker dan peralatan pribadi yang harus dibawa sendiri.
Orang tua juga mulai kembali mengatur waktu antara bekerja, mengantar anak sekolah, membantu belajar di rumah dan memastikan ketersediaan kebutuhan anggota keluarga lainnya dengan tetap memperhatikan kesehatan.
Dalam proses ini anggota keluarga kembali harus belajar untuk mampu bertahan. Saling bahu membahu, memberikan pemahaman dan kepercayaan karena kekuatan terbesar itu bernama keluarga.
ADVERTISEMENT