Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Pulau Biak yang Memorable
15 Agustus 2021 15:20 WIB
Tulisan dari Ruly Wahyuni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber: Dokumentasi Sutarman](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1629013623/dj22laoohoo9ldtm2qy3.jpg)
ADVERTISEMENT
Awalnya sih ada keengganan waktu pimpinan menyuruh saya ke Kota Biak untuk suatu tugas. Maklumlah penerbangan waktu itu ke Biak tengah malam memakan waktu sekitar 6 jam lebih dari bandara Soetta dengan maskapai garuda, dan kebetulan saya diberi waktu tugas selama tiga hari, kebayang lelah di perjalanan. Namun, karena tugas, apapun harus dilaksanakan. Benak saya berpikir Biak itu kota yang sepi, kawasan entah berantah, tak tersentuh modernisasi, susah sinyal dan lain sebagainya. Pada akhirnya saya berangkat, dengan penerbangan tengah malam tiba di bandara Frans Kaisepo pada sekitar pukul 06.30 WITA. Pertama kali landing bandara nampak langit biru cerah, udara nan segar. Sesaat kawan sayapun menjemput saya menuju hotal Asana tempat saya menginap. Letak hotel saya menginap ternyata bersebrangan dengan bandara jadi cukup dekat. Seusai saya menyelesaikan urusan administrasi di resepsionis hotel. Beruntung saya mendapat kamar tidak jauh dari lobby hotel, saya berniat menghabiskan hari ini untuk membayar tidur saya semalam yang tertunda di pesawat. Seiring menuju kamar saya perhatikan sekitar hotel Asana ini, dari lobi tempat resepsionis yang luas saya keluar menuju kamar terlihat pemandangan belakang hotel nampak taman yang luas indah, kolam renang dan pantai di belakang hotel agak berbukit menurun. Wow, amazing sekali, lalu saya tiba di kamar saya amati ruang kamar saya, nampak seperti bangunan lama , hotel ini hanya satu lantai mirip bungalow , kontur tanah seperti bertingkat-tingkat. Semakin menuju Pantai posisi tanah menurun dan terdapat lantai kamar menurun menuju Pantai. Profil hotelnya sepertinya sudah cukup lama bangunannya tapi masih terawat rapih bersih dan asri karena lapisan tembok luarnya diberi kayu yang bersusun, ada beranda di depan kamar saya, terdapat tempat duduk kayu dan meja dipagari tembok pembatas kayu dan nampak view taman dan pantai yang sejuk dan indah. Hari itu, sengaja waktu saya habiskan di kamar untuk rest dan prepare untuk materi yang akan saya sampaikan esok harinya. Setelah agak fresh tidur. saya menuju beranda kamar sambil menghirup udara segar, saya jadi berimajinasi wah tempat saya menginap ini disain cozy, serasa di rumah ada kesan jadul, unik membangkitkan jiwa adventure saya dalam hati berbisik, "ada sesuatu yang menarik yang harus saya eksplor di kota ini". Akhirnya saya searching tentang sejarah kota Biak.
![Sumber: Dokumentasi Sutarman](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1629014652/l3wsksjlpxokxf3zrth8.jpg)
Hasil penelusuran saya menunjukkan bahwa kota Biak ini merupakan ibu kota dari Kabupaten Biak Numfor. Wilayah otonom kabupaten Biak Numfor ini memiliki dua pulau utama, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor serta memiliki lebih dari 42 pulau sangat kecil, termasuk Kepulauan Padaido yang menjadi primadona pengembangan kegiatan dari berbagai pihak. Luas keseluruhan Kabupaten Biak Numfor adalah 5,11% dari luas wilayah provinsi Papua serta berpenduduk pada tahun 2020 berjumlah 145.952 jiwa, dengan rincian 74.458 jiwa laki-laki dan 71.494 jiwa perempuan. Kabupaten ini tidak berada di pulau Papua, melainkan pulau sendiri, yang berdampingan dengan Kabupaten Supiori. Selain itu, ternyata Kota Biak ini pernah menjadi kota saksi sejarah dalam pertempuran yang dikenal “Biak Battle” yaitu saat perang dunia kedua yang melibatkan pasukan sekutu di bawah Amerika Serikat melawan pasukan Jepang yang menguasai Biak (dan wilayah Indonesia lain) tahun 1944 silam. Pertempuran hebat terjadi di Biak, dan berakhir dengan bertekuk-lututnya Dai Nippon awal Juni, melalui gempuran masif yang dilancarkan sekutu di bawah Amerika Serikat dari Pulau Owi. Pulau cantik di gugusan kepulauan Padaido itu sampai detik ini masih menyisakan banyak peninggalan Perang Dunia II. Termasuk bangkai kapal perang di perairan Biak, yang jadi objek wisata menyelam . Semakin dalam saya ketahui profil kota ini, semakin terdorong untuk menjelajahi kota Biak ini dalam waktu sesingkat-singkatnya dalam 2 hari tersisa. Mungkin namanya belum setenar Raja Ampat sih, tapi Hidden paradise yang berada di Teluk Cendrawih ini sejatinya memiliki potensi wisata yang tidak kalah dengan dengan Raja Ampat.
Keesokan harinya, saya dijemput kawan untuk ke venue lokasi pertemuan. Sepanjang jalan saya amati jalan ke tempat pertemuan sangat beraspal, mulus, lingkungannya tidak ramai, tidak padat penduduk, bersih dan masih banyak pepohonan dan kondisi tanahnya berbukit, berbatu karang, mirip kontur tanah di Pulau Raja Ampat. Sekeliling pulau dijumpai Laut yang teduh, berwarna biru dan langit bersih jauh dari polusi. Setiba saya di lokasi, seperti biasa melaksanakan kewajiban dan tugas. Uniknya di acara pembukaan tidak seperti biasa di tempat lain di sini saya diwajibkan menambuh tipa dengan ketukan khas adat papua. Senang juga bisa mengetahui keberagaman budaya. Ternyata Indonesia itu luas, beragam, kaya dan menarik. Selesai acara pertemuan, saya sempatkan berdiskusi dengan kawan-kawan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas (KKP) Kelas III Biak, mendengarkan curhatan terkait suka duka bertugas khususnya di wilayah kerja yang berlokasi di pulau-pulau terpencil kadang harus terpisah dari keluarga, berbakti untuk menegakkan kedaulatan NKRI di portal entry negara di bidang cegah dan tangkal penyakit baik yang ada di pelabuhan laut, perbatasan dan bandara bahkan sebagian beberapa lokasi wilker harus stand by 24 jam melayani masyarakat. Tantangan yang masih dihadapi diantaranya masih terdapat gangguan sinyal dalam mengimplementasikan aplikasi SINKARKES untuk menerbitkan dokumen kesehatan serta aplikasi SIMPONI, belum lagi harus mengedukasi para pengguna jasa dalam mengimplementasikan hal hal baru dalam upaya cegah tangkal penyakit, maupun bidang administrasi pemungutan/penyetoran PNBP sesuai Peraturan yang berlaku butuh effort dan komitmen yang tinggi. Terlebih dalam masa pandemi ini, KKP selain selaku front liner di bidang kesehatan khususnya pencegahan penyakit di pintu masuk negara namun juga membantu upaya vaksinasi dan deteksi dini penyakit pada masyarakat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Salut buat kawan-kawan KKP seluruh Indonesia khususnya juga pada kawan-kawan yang ada di KKP Kelas III Biak dan semua personelnya di kantor Induk maupun di wilker-wilkernya. Lanjutkan tugas mulia kalian, sobat.
ADVERTISEMENT
Keep on the good work, guys.
Sebelum tiba waktu kembali ke hotel, Pak Sutarman kawan KKP Biak saya menawarkan saya untuk eksplor alam Biak, siang itu. Tanpa waktu panjang saya bergegas ke hotel untuk menyiapkan kostum petualangan saya hari itu. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah telaga Samares dan Pantai Samares. Perjalanan ke sana menempuh waktu lebih kurang 45 menit dari hotel Asana, walaupun Samares kawasan hutan ternyata sinyal saya aman-aman saja selama di sana nyatanya saya bisa video call keluarga di rumah. Sepanjang jalan saya dapati bukanlah jalan berlubang ataupun jembatan ala indiana jones tapi jalan yang beraspal mulus padahal jarang penduduk atau rumah di kanan kiri bahkan ketika tepat memasuki kawasan Samares sepertinya kawasan hutan tropis yang kaya sekali pepohonan tropis yang besar dan tinggi-tinggi. Saya merasa puas dan menyaksikan bagaimana komitmen Pemerintahan Jokowi-Amien dalam pemerataan pembangunan sampai ke wilayah Papua bukan isapan jempol belaka. Sesampainya saya di Samares, kami harus menaiki tangga sebelum turun ke bagian telaga untuk menikmati segarnya air telaga Samares sepuasnya. Setelah saya habiskan siang itu dengan menikmati renang cantik di telaga Samares, kegiatan air berikutnya adalah mencicipi pantai Samares yang letaknya tidak berjauhan dari telaga. Kami cukup berjalan kaki 10 menit lalu dijumpai pasir bersih dan pantai yang indah. Lengkap deh terapi renang saya hari itu. Hilang sudah kelelahan perjalanan saya semalam berubah menjadi keceriaan. Sore hari kami nikmati bekal makan yang kami bawa karena di wilayah Samares memang tidak ada rumah makan atau tempat kulineran di sekitar lokasi pantai Samares, namun ada penduduk asli yang tinggal di situ sambil menawarkan air kelapa segar yang baru dipetik. Sebuah Air kelapa segar cukup mereboost energi kami untuk ke tempat berikutnya. Menurut pengakuan Pak Sutarman di Biak ada beberapa tempat semacam gua yang terdapat Telaga bening untuk berenang, kemudian ada gua peninggalan Jepang namun belum dimaksimalkan. Selain itu, Pantai sekeliling Biak rata-rata berpasir putih dan halus apalagi pantai-pantai di gugusan Pulau seputar Biak. Sayang waktu saya hanya tersisa setengah hari esok. Namun di hari tersisa kami berniat ke Pasar dan Pantai Bosnik untuk eksplor keindahannya esok pagi.
Tiba pagi hari, pukul 05.30 WITA kawan menjemput saya untuk melihat Pasar dan Pantai Bosnik. 15 menit kemudian saya tiba di pasari Bosnik saya jumpai ikan-ikan basah segar yang baru turun dari nelayan bahkan ada barang-barang etnik kerajinan khas papua seperti tas, gelang, kalung, topi burung cendrawasih dan lainnya. Setelah puas melihat-lihat, berinteraksi dengan ramahnya penduduk Biak, berswafoto dan berwindow shopping di Pasar Bosnik, kami lanjutkan perjalanan ke Pantai Bosnik dan letaknya tidak berjauhan dari pasar. Jalannya menuju lokasi ini juga beraspal mulus, nampak tertata dan rapi tidak ada kesan kumuh. Begitu tiba saya di Pantai Bosnik, saya nyesel tak karuan kenapa tidak membawa pakaian renang di sini pantainya juga sangat amat bersih, putih, pasirnya mulus. Dan yang membuat saya tercengang waktu saya tiba di sana ada sekumpulan ikan lumba-lumba berenang tak jauh dari bibir pantai. Subhanalloh, ini pertamanya kali saya melihat pemandangan itu. Kecewa sekali karena saya harus pulang di hari yang sama siang itu. Dalam hati kecil saya. Next saya harus sempatkan berenang dan ketemu lumba-lumba itu. Pak Sutarman menerangkan bahwa kawasan ini juga area memancing ikan yang terdekat dari pantai. Kaya akan ikannya, kalaulah saya mau memundurkan waktu pulang beliau janji akan membawa saya ke tempat-tempat menarik lainnya di Kota Biak termasuk mengelilingi Pulau Biak yang memakan 4 jam perjalanan. Semoga saja saya dapat berkunjung lagi ke Pulau Biak yang cantik ini, sesegera mungkin sambil eksplor ke wilayah kerja KKP Biak yang ada di pulau-pulau cantik tentunya. Kalian juga ya sobat healties, kalau ke Raja Ampat sudah, pastikan eksplor juga ke Kota Biak, Kembarannya Raja Ampat!
ADVERTISEMENT