Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
2023: Menilik Kebangkitan Pariwisata Indonesia melalui Pengembangan Desa Wisata
2 Januari 2023 20:51 WIB
Tulisan dari Walda Okvi Juliana Ningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pascapandemi Covid-19, pemerintah terus berupaya melakukan inovasi dan adaptasi untuk kebangkitan pariwisata Indonesia. Berbagai strategi dan langkah dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor kenyamanan, kesehatan, dan keamanan wisatawan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengajak agar para pelaku pariwisata, mulai dari pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi, hingga media agar bersinergi dalam pemulihan pariwisata.
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan itu, berbagai kebijakan dan program pun diluncurkan oleh pemerintah untuk mendukung pemulihan industri pariwisata, salah satunya melalui pengembangan desa wisata. Di era normal baru, nampaknya desa wisata semakin menunjukkan potensi sebagai program unggulan pemerintah dalam mempercepat kebangkitan pariwisata dan memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Desa Wisata Menjawab Tren Pariwisata Global
Terjadi sejumlah perubahan tren pariwisata secara global termasuk di Indonesia. Adanya pergeseran dari pariwisata massal ke arah pariwisata alternatif, yakni kecenderungan wisatawan memilih jenis kegiatan wisata yang berorientasi pada wisata alam atau budaya lokal dengan tujuan ingin meningkatkan wawasan dan pengalaman yang berbeda. Pada tahun 2023 akan semakin banyak wisatawan yang mencari tujuan wisata dengan kombinasi antara kota dan alam. Para wisatawan ingin menemukan tempat baru dan merasakan pengalaman budaya (cultural experiences) serta bahasa yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, melihat perkembangan sosial di masyarakat, wisata healing akan meningkat di sepanjang tahun 2023. Hal ini akibat adanya pergeseran paradigma (shift paradigm) tentang berwisata, yang mana wisatawan akan lebih mengutamakan destinasi dan kegiatan rekreasi yang memberikan manfaat pada kesehatan mental dan pikiran.
Tren pariwisata ini kemudian akan mendorong munculnya produk wisata yang dikemas dengan mengedepankan budaya, alam, dan hal-hal unik yang menjadi potensi daerah-daerah tertentu. Fenomena tersebut dapat dimanfaatkan oleh Indonesia melalui pengembangan desa wisata. Desa wisata memiliki potensi besar untuk menjawab kebutuhan wisatawan dan tren pariwisata global.
Perjalanan dengan tujuan pedesaan akan semakin mendapatkan momentum pada tahun 2023. Wisatawan akan memilih ke pedesaan yang mengedepankan rasa aman, nyaman, bersih, sehat, dan selaras dengan keberlanjutan lingkungan. Desa wisata juga dapat dikemas sesuai dengan kebutuhan tren "bekerja dari mana saja", yang memungkinkan semakin banyak orang dapat bekerja dalam kondisi yang fleksibel sehingga para wisatawan dapat bekerja dari tempat wisata.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi Bottom-Up untuk Mempromosikan Pariwisata Daerah
Pengembangan desa wisata membutuhkan kolaborasi yang menitikberatkan peran dan sinergi dari semua semua pelaku wisata, khususnya masyarakat. Pengembangan desa wisata berfokus pada pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) yang berupaya memberdayakan masyarakat untuk mengelola pertumbuhan pariwisata dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dengan memakai pola kolaborasi bottom-up, desa menjadi subjek pembangunan dan membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang paham potensi, kekayaan, serta kearifan lokal yang dimiliki desanya sehingga pengembangan desa wisata dapat berjalan maksimal. Berkenaan dengan itu, setiap desa wisata harus memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pokdarwis akan menjadi pihak yang menjembatani atau pelaksana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah, meningkatkan edukasi sadar wisata dan kualitas sumber daya manusia serta membuka lapangan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi bottom-up ini juga didukung oleh kebijakan dan program dari Kemenparekraf, misalnya roadshow ke 50 lokasi desa wisata di sepanjang tahun 2022, meluncurkan program Beti Dewi (Beli Kreatif Desa Wisata), Pak Wisnu (Paket Wisata Nusantara) yang menawarkan sekitar 100 destinasi unggulan, Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI), dan lain-lain. Kolaborasi akan membantu upaya mengintegrasikan program daerah dengan program pusat sehingga berdampak pada pemerataan pembangunan pariwisata daerah.
Paradiplomasi untuk Menggaet Wisatawan Mancanegara
Istilah paradiplomasi atau parallel diplomacy pertama kali dikemukakan oleh Panayotis Soldatos (1980-an) dan dikenal juga dengan istilah mikro diplomasi oleh Ivo Duchacek (1990), yakni mengacu pada perilaku dan kapasitas para aktor subnasional seperti pemerintah daerah atau kota untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar negeri dalam rangka memenuhi kepentingan secara spesifik. Individu-individu juga dapat membentuk jaringan dan interaksi untuk mendukung satu sama lain bersama dengan aktor-aktor negara dan pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Salah satu praktik paradiplomasi adalah sister city atau sister province, sebuah konsep dimana terdapat dua daerah atau kota yang secara geografis, administratif, dan politik berbeda namun sepakat untuk menjalin hubungan kerja sama secara sosial antar masyarakat dan budaya. Melalui sister city, pemerintah daerah dapat menjalin kerja sama yang fokus pada pengembangan desa wisata melalui kegiatan yang bersifat kultural, seperti aktivitas yang menonjolkan sisi seni dari kebudayaan daerah, kuliner, dan kearifan lokal lainnya untuk dikemas menjadi produk wisata yang menarik minat Wisatawan khususnya Wisatawan Mancanegara (Wisman).
Tidak hanya itu, melalui paradiplomasi pemerintah daerah dapat memperkenalkan wisata virtual reality sebagai bentuk adaptasi pascapandemi Covid-19. Hal ini sebagaimana Kemenparekraf telah perkenalkan sebagai wisata metaverse, yaitu pengalaman menjelajah keindahan wisata Indonesia dengan teknologi metaverse. Metaverse dapat menjadi alat pemasaran untuk destinasi agar lebih menarik dan interaktif bagi wisatawan. Dengan demikian, para wisatawan akan tertarik melakukan perjalanan setelah mengunjunginya secara virtual.
ADVERTISEMENT
Mengingat di level internasional sejumlah desa wisata di Indonesia telah mendapatkan pengakuan, maka hal ini dapat mendorong keberhasilan pelaksanaan sister city. Kerja sama sister city juga dapat berkontribusi pada gaining trust atau meningkatkan kepercayaan Wisman terhadap pariwisata Indonesia. Jumlah kunjungan Wisman ini nantinya menjadi cerminan daya saing pariwisata Indonesia di antara negara-negara tetangga dan destinasi global lainnya.
Dengan diikuti oleh sejumlah regulasi pemerintah seperti percepatan vaksinasi, pelonggaran regulasi perjalanan, dan program CHSE (Cleanliness/kebersihan, Health/kesehatan, Safety/keamanan, dan Environment Sustainability/kelestarian lingkungan), maka ambisi Kemenparekraf untuk menarik 7,4 juta wisatawan asing di tahun 2023 bukan tidak mungkin untuk dicapai.
Pada akhirnya, sektor pariwisata Indonesia memang masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Kolaborasi dan sinergi antar semua pihak sangat dibutuhkan agar mampu melahirkan kebijakan yang tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu. Keberhasilan pengembangan desa wisata bergantung pada perencanaan strategis kebijakan dan program pusat dan daerah termasuk partisipasi aktif masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adaptasi, inovasi dan kerja sama harus disesuaikan dengan karakteristik dan potensi desa agar desa wisata dapat tumbuh lebih resilient di tengah era normal baru. Pengembangan desa wisata juga diharapkan dapat menarik minat wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancangera sehingga akan berdampak pada kenaikan pergerakan wisatawan dalam negeri di tahun 2023.