Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bagaimana Memastikan Kehadiran Perempuan di Parlemen Tercapai Secara Substantif?
31 Mei 2023 19:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Walda Okvi Juliana Ningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PR besar dalam mewujudkan masyarakat demokratis, salah satunya memastikan keterwakilan perempuan di parlemen baik secara kehadiran (present) maupun ide (idea), secara kuantitas maupun kualitas. Menjelang Pemilu 2024, isu ini menjadi semakin krusial untuk dibahas.
ADVERTISEMENT
Adanya kebijakan afirmatif telah memberikan jaminan terhadap keterlibatan perempuan dalam proses politik termasuk dalam proses pembuatan kebijakan. Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pemilu, terdapat kuota 30 persen bagi perempuan untuk terlibat dalam kepengurusan partai politik.
Kebijakan afirmatif ini juga diperkuat melalui penerapan zipper system, yaitu setiap tiga bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu perempuan bakal calon. Hal ini “memaksa” partai politik untuk memenuhi kuota minimal 30 persen perempuan dalam pencalonan legislatif. Karena jika tidak, maka Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) berhak mendiskualifikasi Partai Politik (Parpol) sebagai peserta Pemilu.
Kehadiran Perempuan di Parlemen yang Masih Terbatas
Meskipun sudah ada kebijakan afirmatif, berdasarkan data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menunjukkan angka keterwakilan perempuan hasil Pemilu legislatif nasional 2019 masih sekitar 20.5 persen dari 575 kursi DPR, dibandingkan tahun 2014 tidak ada peningkatan yang signifikan dan artinya belum mencapai kuota 30 persen. Terbatasnya keterwakilan perempuan di parlemen nyatanya bukan hanya karena satu atau dua faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
ADVERTISEMENT
Kalaupun ada calon legislatif perempuan, Parpol sering kali tidak benar-benar mempertimbangkan latar belakang, keterampilan, dan pengalaman politik perempuan tersebut. Justru kebanyakan perempuan yang ditarik atau tertarik terjun ke dunia politik adalah mereka yang sudah memang berada di lingkaran terdekat para elite partai dan bahkan tidak jarang terkesan adanya dinasti politik, atau perempuan-perempuan yang sudah lebih dulu menyandang popularitas tinggi.
Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya saja untuk memastikan keterwakilan perempuan tercapai secara kuantitas dan kualitas maka sangat perlu memperhatikan aspek-aspek penting yang dapat menunjang dirinya ketika berhasil duduk di parlemen.
Hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah budaya patriarki yang kental dalam Parpol. Sistem patriarki di masyarakat melahirkan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan, yakni dikotomi publik-privat yang cenderung bias karena menyebabkan ranah politik dianggap hanya milik laki-laki, sedangkan perempuan hanya pada urusan domestik saja dan kesempatan di ruang politik sangat dibatasi.
ADVERTISEMENT
Sistem dan budaya yang berkembang di masyarakat ini mempengaruhi bagaimana Parpol memilih calon legislatif perempuan. Sering kali dijadikan sebagai pelengkap atau kebutuhan administratif saja. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perempuan enggan untuk maju dan berpartisipasi dalam dunia politik.
Ketika perempuan sedikit atau bahkan sengaja dibatasi maka pemikiran dari perspektif perempuan akan terabaikan bahkan hilang. Tidak hanya itu, keterwakilan yang hanya sebatas administratif menyebabkan kehadiran perempuan di legislatif belum sepenuhnya membawa perubahan signifikan terhadap isu-isu perempuan dan isu marginal lainnya
Memastikan Kehadiran Perempuan di Legislatif Secara Kontributif
Tingkat partisipasi perempuan di kursi parlemen baik secara kuantitas maupun kualitas di pusat dan daerah akan menjadi salah satu indikator keberhasilan Pemilu 2024. Oleh karenanya, evaluasi menyeluruh terkait keterwakilan perempuan di parlemen sangat diperlukan. Pemerintah juga perlu membuat regulasi atau kebijakan yang dapat memperkuat aturan afirmatif 30 persen representasi perempuan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Parpol harus menunjukkan komitmennya pada kesiapan dan kesempatan bagi perempuan di Pemilu 2024. Literasi dan narasi sudah harus dibangun sejak awal, bukan hanya saat-saat mendekati Pemilu. Mengadakan dialog bottom-up untuk membangun jaringan (network) dan pemahaman terkait alur kontestasi. Parpol harus menghilangkan barrier dan memberikan dukungan kepada calon legislatif perempuan, bukan hanya sebatas kelengkapan administratif saja.
Parpol juga harus memberikan pendidikan politik untuk perempuan guna mempersiapkan calon-calon legislatif perempuan yang secara latar belakang dan pengalaman akan mampu membawa isu-isu penting melalui agenda politiknya. Parpol harus mampu menjalankan peran sebagai “kendaraan” perempuan untuk berpartisipasi dalam politik dan nantinya akan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Melakukan konsolidasi dengan Daerah Pemilihan (Dapil), menentukan nomor urut secara adil hingga proses kampanye. Mengingat ketiga hal tersebut mempengaruhi keberhasilan perempuan dalam kontestasi.
ADVERTISEMENT
Di ranah individu, perempuan memerlukan support system untuk melawan persepsi masyarakat tentang kehadiran perempuan di ranah politik. Menyuarakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam kontestasi politik khususnya di Pemilu 2024. Perempuan juga dapat menjadi komunikator politik yang mampu mengkomunikasikan visi dan misi serta agenda-agenda politik yang diamanatkan kepadanya. Tidak hanya itu, dengan kehadiran perempuan di legislatif dapat mendorong pemberdayaan perempuan agar dapat bekerja dan berkontribusi dalam bidang apa pun.
Pada akhirnya, tidak hanya secara kuantitas, namun memberikan kesempatan pada perempuan untuk berkontribusi dan memastikan kehadiran perempuan dengan ide-idenya membawa perubahan positif. Harapannya, dengan kehadiran perempuan di parlemen maka dalam proses pembuatan kebijakan akan menggunakan lensa gender. Menghasilkan kebijakan dan aturan yang memakai lensa gender akan membawa perubahan signifikan terhadap isu isu perempuan dan isu marginal secara lebih inklusif, baik di pusat maupun daerah.
ADVERTISEMENT