Konten dari Pengguna

Membawa Deep Learning ke Kelas Bahasa Inggris: Dari Teori ke Praktik

Waliyadin
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mahasiswa PhD di University of Canberra Australia
3 Februari 2025 10:12 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waliyadin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tangkap layar podcast Suyanto.id bersama Prof. Ali Saukah, Ph.D tentang Deep Learning untuk Bahasa Inggris.
zoom-in-whitePerbesar
Tangkap layar podcast Suyanto.id bersama Prof. Ali Saukah, Ph.D tentang Deep Learning untuk Bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa hari terakhir saya menyaksikan tayangan perbincangan Prof. Ali Saukah, Ph.D dalam kanal Youtube Suyanto.id (27/01/2025), sebuah kanal yang berisi perbincangan tentang isu-isu pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat. Ada hal yang menarik diperbincangkan oleh Prof. Suyanto dan Prof. Ali Saukah, Ph.D. Mereka berbincang terkait sebuah pendekatan pembelajaran, deep learning atau pembelajaran mendalam yang saat ini tengah ramai diperbincangkan setelah Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyampaikan pendekatan pembelajaran deep learning pada media. Perbincangan itu menjadi menarik karena Prof. Ali Saukah mengawali perbincangan dengan membacakan sebuah puisi yang secara garis besar puisi tersebut menyiratkan adanya mispersepsi tentang deep learning, utamanya dalam pembelajaran bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Memahami Konsep Deep Learning dalam Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran mendalam dengan tiga prinsipnya, mindful (dengan kesadaran), meaningful (bermakna), dan joyful (menggembirakan) sebenarnya bukan hal baru, tetapi sebagai bentuk penyegaran kembali, reinventing (Suyanto, 2024). Dan yang terpenting untuk diketahui bahwa deep learning bukanlah kurikulum baru yang menggantikan Kurikulum Merdeka. Ini merupakan sebuah paradigma pembelajaran yang menekankan bahwa siswa tidak hanya duduk di kelas, mendengarkan guru berceramah, dan siswa akhirnya hanya merasakan kebosanan dan tidak ada sesuatu yang bisa diambil sebagai hasil proses pembelajaran.
Dengan menggunakan pendekatan deep learning, siswa diharapkan mampu mengaitkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan nyata. Dengan menggunakan pendekatan ini maka siswa akan merasa terlibat dan merasakan kegembiraan dalam belajar. Kegembiraan disini juga tidak dimaknai sebatas aktifitas lucu-lucuan yang menyebabkan siswa riang gembira. Namun, gembira diartikan sebagai perasaan senang karena telah berhasil mempelajari suatu pengetahuan, skills, ataupun pandangan/cara berpikir yang baru.
ADVERTISEMENT
Dalam perbincangan tersebut, Prof. Ali Saukah yang merupakan mantan guru besar Universitas Negeri Malang dalam bidang pendidikan bahasa Inggris memberikan penjelasan deep learning dengan membandingkan apa yang disebut superficial learning atau pembelajaran yang masih dalam taraf permukaan. Namun, dia tidak kemudian mengabaikan pentingnya superficial learning karena bagaiman deep learning bisa dicapai jika tidak melewati superficial learning? Artinya, superficial learning dalam pendekatan pembelajaran mendalam masih diperlukan kehadirannya.
Misalnya dalam pembelajaran bahasa Inggris, tentu siswa juga harus mengetahui kosa kata dalam bahasa Inggris, bisa dengan cara menghafal atau dengan cara lainnya. Siswa juga perlu belajar tata bahasa (grammar), seperti jenis-jenis tenses, dll. Tetapi tentu pengetahuan kosakata dan grammar bukanlah tujuan akhir dari pembelajaran bahasa Inggris. Lebih dari itu, tentu diharapkan siswa dapat menggunakan pengetahuan kosakata dan tata bahasa untuk memproduksi teks baik tertulis maupun lisan untuk tujuan komunikasi.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, tentu siswa diharapkan bisa lebih mengetahui secara mendalam bagaimana bahasa Inggris digunakan dalam konteks situasi dan budaya dari bahasa Inggris tersebut. Namun, bagaimana pembelajaran bahasa Inggris yang notabene adalah bahasa asing dapat dikaitkan dengan konteks Indonesia? Apalagi dengan lingkup yang lebih sempit, yakni dikaitkan dengan kehidupan siswa sehingga menghasilkan pembelajar bahasa Inggris yang kompeten.
Faktanya, banyak siswa kita yang telah belajar bahasa Inggris bertahun-tahun tetapi tidak juga mencapai level kompeten sebagai pengguna bahasa Inggris. Kebanyakan dari lulusan kita masih dalam tingkatan inkompeten. Data EF English Proficiency Index 2023 menunjukkan bahwa tingkat kemahiran orang Indonesia dalam berbahasa Inggris masuk kategori rendah. Indonesia menempati peringkat ke-79 dari 113 negara dalam hal kemampuan berbahasa Inggris, dengan skor 469 (Detikcom, 24/10/2024). Tentu hal itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan para guru untuk benar-benar mengejawantahkan pendekatan pembelajaran mendalam dalam praksis pembelajaran bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah yang bisa ditempuh oleh pemerintah adalah dengan memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada para guru tentang apa itu deep learning. Kabarnya pemerintah tengah menggodok naskah akademik dari deep learning. Setelah itu tentu perlu adanya pelatihan untuk guru-guru tentang pembelajaran deep learning. Mungkin seperti itu yang akan ditempuh oleh pemerintah. Tetapi saya berpandangan bahwa cara-cara semacam itu sudah dilakukan dalam setiap rezim pemerintahan terutama di kementerian pendidikan.
Yang masih segar dalam ingatan kita adalah Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifiknya. Ada program pelatihan Kurikulum 2013 bagi guru-guru di seluruh Indonesia. Kemudian Kurikulum Merdeka diluncurkan juga ada pelatihan guru penggerak. Tentu pelatihan-pelatihan tersebut memakan banyak anggaran pemerintah. Namun, apa hasil yang bisa kita dapatkan setelah adanya pelatihan-pelatihan tersebut?
ADVERTISEMENT
Tentu saya tidak bisa mengatakan pelatihan yang sudah dilakukan itu gagal total dan tidak memberikan dampak apa-apa terhadap pendidikan di Indonesia. Tidak dipungkiri pelatihan-pelatihan yang sudah dilakukan juga telah memberikan pemahaman bagi guru misalnya tentang pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan tetapi memfasilitasi siswa untuk bisa belajar memahami pelajaran, menganalisis informasi, dan mengaplikasikan pengetahuan. Pemahaman itu bisa menjadi langkah awal untuk kemudian guru-guru bisa memahami deep learning melalui pelatihan misalnya.
Sehingga menurut pandangan saya, pelatihan guru tetap perlu diadakan tetapi tidak secara top down atau kebijakan dari atas turun kebawah misalnya dengan cara pengimbasan. Tetapi perlu keterlibatan langsung para guru untuk lebih menggali apa yang sudah mereka ketahui dan memberikan keleluasaan atau fleksibilitas bagi guru untuk bereksplorasi dengan apa yang mereka ketahui sekarang dan dalam praktik pembelajaran di kelas.
ADVERTISEMENT
Pelatihan atau workshop tentang pendekatan pembelajaran ini perlu menggunakan pendekatan participatory and reflective training. Guru perlu terlibat, berdialog, dan berefleksi tentang pengalaman mereka selama ini mengajar di kelas. Kemudian secara perlahan prinsip-prinsip deep learning disisipkan dalam proses pelatihan tentu dengan menggunakan pendekatan dialog bukan imposisi apalagi doktrinasi.
Implementasi Deep Learning dalam Pelatihan sampai Pembelajaran Bahasa Inggris
Sebagai contoh, dalam pelatihan pendekatan deep learning untuk para guru bahasa Inggris, mereka bisa diajak untuk kembali menggali pengetahuan mereka tentang metode pembelajaran bahasa Inggris yang telah mereka pelajari. Kemudian diadakan lah sebuah sesi curah gagasan bagaimana metode-metode yang sudah mereka ketahui dapat mendukung pembelajaran secara mendalam atau deep learning. Misalnya, guru bahasa Inggris tentu telah belajar pendekatan communicative language teaching (CLT) dengan tujuan siswa dapat meraih kemampuan komunikasi dengan bahasa target secara bermakna dan berterima.
ADVERTISEMENT
Para guru kemudian diajak untuk menyusun rencana pembelajaran dengan menggunakan metode CLT secara lebih bermakna dan menggembirakan. Aktivitas yang bisa dilakukan misalnya mengaitkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari siswa. Sebagai contoh, siswa SMP Kelas 7 dapat diajak belajar menyampaikan ucapan terima kasih (thanking) dalam berkomunikasi dengan terlebih dahulu memahami ungkapan-ungkapan terima kasih beserta jawabannya. Kemudian mempelajari konteks penggunaannya dalam percakapan sehari-hari. Serta memahami sisi pragmatiknya, misalnya dari sisi keberterimaan dan kesopanannya. Setelah itu, siswa diminta untuk mempraktekkannya dengan teman kelasnya atau bisa juga mencoba untuk menggunakan media sosial untuk mencari pertemanan dengan orang-orang yang baik dengan penutur jati bahasa Inggris atau dengan orang sesama warga Asia Tenggara yang sama-sama belajar bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Contoh lain, siswa SMA yang tengah belajar menulis teks untuk menyampaikan komplain bisa diajak untuk mempelajari jenis teks komplain lengkap dengan tujuan dan fungsi dan tata bahasanya. Setelah itu, siswa bisa diminta untuk mengobservasi fasilitas-fasilitas publik yang mungkin tidak dirawat dengan semestinya dengan menulis surat pembaca dan dikirim ke surat kabar berbahasa Inggris atau media sosial lembaga terkait. Sehingga apa yang mereka pelajari dapat benar-benar bermakna dan ada rasa kepuasan tersendiri jika siswa bisa belajar menulis teks dan dibaca oleh banyak orang.
Dengan begitu, pembelajaran bahasa Inggris dapat berlangsung secara mendalam tidak hanya berhenti pada proses menghafal kosa kata dan tata bahasa tetapi juga mencapai tujuan akhir belajar bahasa Inggris, yakni untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Selain itu, guru dalam proses pelatihan juga merasa memiliki agensi karena pelatihan berpusat pada pengetahuan awal para guru dan ada proses dialog dan refleksi dalam proses penyampaian pelatihannya. Sehingga, harapannya pendekatan deep learning dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah ini dapat berhasil meningkatkan hasil pembelajaran yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
*Waliyadin, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Mahasiswa PhD di University of Canberra, Australia.