Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Masjid Tertua di Pesisir Utara Jakarta
8 Desember 2022 14:59 WIB
Tulisan dari Wan Muhammad Arraffi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Pesisir Jakarta, terdapat salah satu masjid tertua bernama Masjid Al-Alam Marunda. Masjid ini terletak di Jakarta Utara, tepatnya di Kelurahan Marunda. Masjid tersebut sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sejak 1993.
Sekitar tahun 1980-an, Dinas Kepurbakalaan melakukan penelitian terhadap bangunan Masjid Al-Alam. Penelitian dilakukan untuk memperkirakan awal mula berdirinya masjid ini. Penelitian ini ditinjau dari jenis bahan bangunannya, arsitekturnya, dan ornamennya. Bangunan bersejarah ini diperkirakan berdiri pada abad ke-16 (Kusnadi).
ADVERTISEMENT
Masjid Al-Alam didirikan oleh para Aulia–wali–dalam tenggang waktu satu malam. Orang-orang terdahulu juga menyebut masjid ini dengan sebutan Masjid Agung Aulia yang mana kala itu masjid tersebut merupakan salah satu masjid terbesar, khususnya di daerah Marunda (Kusnadi).
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bangunan cagar budaya ini dibangun ketika pasukan Raden Fatahillah hendak menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka membangun masjid ini sebagai tempat beribadah, sarana penyusunan strategi perang, dan tempat pertahanan perang. Pada tahun 1527 M, pasukan Raden Fatahillah berhasil memukul mundur pasukan Portugis dari Sunda Kelapa (Darmawan, 2017, h. 435).
Penamaan daerah Marunda berasal dari dua kata, yaitu "Markas" dan "Penundaan". Daerah ini menjadi tempat persinggahan Raden Fatahillah bersama Adipati Baruluksho yang berangkat dari Mataram sebelum melakukan penyerangan terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa (Kusnadi).
Masjid Al-Alam sendiri juga dikenal dengan sebutan Masjid Si Pitung. Namun, masjid ini tidak dibangun langsung oleh Si Pitung yang merupakan tokoh Betawi yang melegenda. Tokoh Betawi tersebut hanya tinggal di dekat daerah Masjid Al-Alam. Walaupun begitu, nama Si Pitung ini sudah sangat melekat dengan Masjid Al-Alam Marunda bagi sebagian masyarakat (Schiffer, 2022).
ADVERTISEMENT
Dari dulu hingga sekarang, kegiatan yang dilakukan di Masjid Al-Alam lebih kurang sama dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di masjid lain, seperti salat berjamaah, salat Jumat, dan salat pada perayaan hari besar umat Islam.
Perbedaan yang menjadi ciri khas dari masjid ini terletak pada tradisi turun-temurun untuk memukul beduk sebelum mengumandangkan azan sebagai tanda telah masuknya waktu salat. Jika beduk belum dibunyikan, maka tidak ada orang yang berani untuk mengumandangkan azan (Kusnadi).
Secara bangunan masjid, tidak ada perubahan. Pengurus masjid beserta pemerintah berkomitmen untuk tidak mengubah masjid tersebut dari bentuk aslinya. Renovasi yang dilakukan untuk menjaga keaslian bangunan tersebut ialah renovasi tambal sulam. Renovasi ini hanya menambal atau mengganti bagian-bagian bangunan yang sudah rusak. Namun, pada bagian atap sudah diganti secara keseluruhan dengan genting baru karena telah mengalami kerusakan yang cukup parah (Kusnadi). Secara arsitektur, Masjid Al-Alam masih mempertahankan keasliannya hingga 90%. (Darmawan, 2017, h. 436).
Bagian dalam masjid, terkesan sederhana dan kecil. Jarak antara lantai dengan plafon lebih kurang 2 m. Namun, suasana di dalamnya terasa nyaman dan sejuk. Akulturasi budaya Eropa, Cina, Jawa, dan Betawi terangkum pada arsitektur di ruangan masjid. Bagian yang paling mencolok adalah pilar. Di dalam masjid, terdapat empat pilar besar dan pendek yang menyokong bangunan. Corak pada pilar tersebut seperti bidak catur yang bergaya Eropa. Empat pilar tersebut membentuk soko guru—tiang penyangga utama—yang menahan atap joglo (Darmawan, 2017, h. 437).
ADVERTISEMENT
Sarana dan prasarana yang tersedia cukup lengkap. Di sebelah kiri, terdapat sumur yang dapat digunakan sebagai tempat berwudu dan sarana masyarakat mengambil air bersih. Para peziarah menamai sumur ini dengan nama "Sumur Tiga Rasa". Hal itu dikarenakan sumur ini memiliki keunikan dari segi rasa airnya yang tawar dan kadang terasa manis. Di sekitar sumur, terdapat bangunan beratap kecil.
Bagian belakang masjid terdapat Makam Keramat Masjid Al-Alam Marunda. Di sana terdapat Makam Kiai Haji Jamiin bin Abdullah. Beliau adalah salah seorang Wali Allah yang menyebarkan agama Islam di Marunda dan menjadi pengurus dari Masjid Al-Alam (Kusnadi).
Menurut sejarah, K.H. Jamiin bin Abdullah memanjatkan doa ketika tsunami dahsyat terjadi akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 M. Kala itu, tsunami seakan terbelah saat melewati Masjid Al-Alam. Kejadian tersebut menyelamatkan K.H. Jamiin dan warga yang berlindung di dalamnya dari terjangan tsunami (Darmawan, 2017, h. 438).
Kebersihan masjid juga terjaga dengan baik. Di sekitar lingkungan masjid telah disediakan tong sampah sebagai langkah menjaga kebersihan dan kenyamanan pengunjung. Para wisatawan yang hadir juga terkesan terhadap kebersihan Masjid Al-Alam Marunda (Susilawati).
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Darmawan, A. (2017). Penelusuran Warisan Budaya Jakarta melalui Heritage Bangunan Masjid Al-Alam Marunda. Makalah dipresentasikan pada Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, Cirebon, A435–A440. https://doi.org/10.32315/sem.1.a435
Schiffer, L. R. (2022). Pengaruh Arsitektur Nusantara dan Islam Pada Masjid Peninggalan Fatahilah di Jakarta. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(6), 7777–7794.
Wawancara dengan Kusnadi selaku pengurus masjid di Masjid Al-Alam Marunda pada Minggu, 16 Oktober 2022.
Wawancara dengan Susilawati selaku pengunjung di Masjid Al-Alam Marunda pada Minggu, 16 Oktober 2022.