Penyimpangan Moral Anak di Bawah Umur, Perlukah Evaluasi Pendidikan?

Wanda natalia
Sedang menempuh pendidikan Sarjana Administrasi Publik di Universitas Negeri Yogyakarta
Konten dari Pengguna
30 Maret 2023 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wanda natalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, media sosial diguncang dengan banyaknya pemberitaan mengenai hal buruk yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Bukan hanya satu berita, tetapi puluhan hingga ratusan berita viral menjadi perbincangan warga mengenai anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Anak-anak tersebut melakukan hal yang sangat tidak manusiawi. Contohnya, pemberitaan anak di bawah umur yang menindas seseorang hingga koma, siswa sekolah yang membawa senjata tajam ke sekolah, anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus pembunuhan, dan berita-berita lainnya.
Netizen menanggapi hal ini dengan cara mempertanyakan hukum yang diberikan kepada anak di bawah umur di Indonesia. Tetapi, di sisi lain, anak di bawah umur yang harusnya mendapatkan pendidikan karakter di sekolah menjadi hal yang patut dipertanyakan. Pendidikan di Indonesia terbukti masih sangat lemah dalam menerapkan pengembangan karakter kepada peserta didiknya.
Pendidikan merupakan hal penting yang dimiliki oleh negara dan diberikan kepada masyarakatnya. Beberapa orang akan menganggap bahwa pendidikan formal yang diberikan melalui sekolah hanya sekadar pemberian materi dari berbagai mata pelajaran.
Ilustrasi pendidikan di Indonesia. Foto: Kemendikbudristek
Hal tersebut bukanlah poin utama di dalam pendidikan. Melainkan, pendidikan merupakan sebuah wadah untuk dapat mengembangkan karakter manusia. Dalam hal ini, pendidikan dengan basis Pancasila di Indonesia menjadi hal yang perlu diterapkan pada tiap jenjang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Lima sila di dalam Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dibuat sebagai pedoman bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan kehidupan dan karakter yang baik. Maka dari itu, pendidikan dengan basis Pancasila harus didapatkan oleh setiap masyarakat Indonesia sehingga ketika sudah berada di usia matang, mereka dapat menjalankan hidup dengan karakter yang baik sesuai dengan ajaran Pancasila.
Pemberitaan mengenai anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana memunculkan sebuah pertanyaan, “Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia untuk membentuk karakter anak?”. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Banyak permasalahan mengenai pendidikan di Indonesia.
Misalnya, kurikulum pendidikan yang selalu berubah, pendidikan yang kurang merata, hingga cara ajar yang kurang baik dari para peserta didik. Masyarakat Indonesia sudah terbutakan oleh kata pendidikan dengan artian belajar dengan teori dan bukan permasalahan mengembangkan karakter manusia.
sumber: pixabay.com
Anak di bawah umur di Indonesia diwajibkan untuk mendapatkan pendidikan formal mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Selama jenjang pendidikan tersebut, anak-anak akan diajari berbagai mata pelajaran yang sebenarnya merupakan sebuah wadah untuk mengembangkan karakter.
ADVERTISEMENT
Melihat banyaknya pemberitaan mengenai tindak pidana yang dilakukan anak di bawah umur, bukan lagi mengenai hukum Indonesia yang dapat meringankan hukuman kepada anak di bawah umur. Tetapi, pendidikan di Indonesia yang justru menjadi hal yang disorot.
Melalui pendidikan, manusia dapat berpikir dengan kritis, memiliki moral dan akhlak yang baik, hingga dapat memahami diri sendiri serta masyarakat sekitar. Kasus-kasus yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa anak tidak dapat menghargai orang lain, memiliki penyimpangan moral, dan tidak dapat berpikir secara kritis.
Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa pendidikan yang didapatkan oleh anak di bawah umur khususnya akhir-akhir ini masih sangat jauh dengan karakter yang harusnya dikembangkan.
sumber: pixabay.com
Daripada memberikan pemaparan materi yang membosankan di kelas dan juga tugas yang sangat banyak, anak-anak dapat diajarkan dengan cara berdiskusi, turun langsung ke lapangan, dan tugas yang hanya sedikit.
ADVERTISEMENT
Sebab, secara logis, jika seseorang diberikan tugas yang menumpuk dengan pembahasan yang berbeda pasti akan timbul perasaan tertekan hingga malas. Akibatnya, melalui tugas tersebut, anak tidak dapat memahami apa yang hendak disampaikan di dalam materi melainkan hanya sekadar menyelesaikan tugas yang diberikan.
Pemberitaan mengenai kasus penyimpangan moral yang dilakukan oleh anak di bawah umur bukan menjadi permasalahan hukum anak di Indonesia. Sebagai anak di bawah umur sudah sewajibnya mereka mendapatkan pendidikan.
Maka dari itu, hal buruk yang dilakukan oleh mereka menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari kata baik. Seharusnya, seseorang yang mendapatkan pendidikan dapat berpikir dengan lebih kritis, bersosialisasi dengan baik, hingga memahami dirinya sendiri. Hal tersebut sama sekali tidak diperlihatkan oleh banyaknya oknum anak di bawah umur di dalam berita.
ADVERTISEMENT