Halimah dan Wewenang Terbatas Presiden Singapura

12 September 2017 20:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Halimah Yacob (Foto: REUTERS/Edgar Su)
zoom-in-whitePerbesar
Halimah Yacob (Foto: REUTERS/Edgar Su)
ADVERTISEMENT
Singapura akan memiliki seorang presiden baru yang akan dilantik pada Rabu (13/9). Presiden ke-7 Singapura Tony Tan Keng Yam yang menjabat sejak 1 September 2011 lalu akan digantikan dengan Halimah binti Yacob.
ADVERTISEMENT
Halimah akan menjadi presiden perempuan pertama negara-kota itu.
Berbeda dengan Tony Tan Keng Yam yang berasal dari etnis Cina, Halimah berasal dari etnis Melayu. Namun terpilihnya Halimah bukan sesuatu yang istimewa sebenarnya. Meski populasi etnis Melayu di negara berpenduduk sekitar 3,9 juta itu hanya sekitar 525 ribu jiwa, bukan berarti terpilihnya Halimah merupakan sebuah capaian.
Pasalnya di Singapura jabatan presiden diisi secara bergiliran dari setiap etnis. Hal itu dilakukan Sngapura untuk mempertahankan persatuan negaranya yang berpenduduk multi-etnis. Di antaranya, etnis Cina sekitar 2,9 juta jiwa, etnis Melayu sekitar 525 ribu jiwa, etnis India sekitar 356 ribu jiwa, dan etnis lainnya sekitar 127 ribu jiwa.
Lee Hsien Loong, PM Singapura. (Foto: REUTERS/Etienne Oliveau)
zoom-in-whitePerbesar
Lee Hsien Loong, PM Singapura. (Foto: REUTERS/Etienne Oliveau)
Berdasarkan situs resmi pemerintah Singapura, disebutkan bahwa pemilu terbuka untuk calon dari semua etnis. Namun untuk memastikan representasi multi-etnis dalam kepresidenan, sebuah pemilihan umum untuk jabatan presiden akan dipersiapkan bagi komunitas etnis tertentu jika belum pernah ada orang dari etnis tersebut yang menjadi presiden.
ADVERTISEMENT
Pada 8 November 2016, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan, bahwa pemilihan presiden pada 2017 akan diperuntukkan bagi kandidat dari etnis Melayu, karena Singapura belum memiliki seorang pun presiden dari etnis tersebut sejak skema kepresidenan ini diperkenalkan pada 1991.
Secara historis, presiden di Singapura menjadi tokoh pemersatu untuk mewakili Singapura yang multietnis, seperti dilansir Straits Times, Minggu (3/9). Komisi Konstitusi, yang menggambarkan fungsi simbolis ini, mengatakan "Tidak ada petugas publik lain--tidak perdana menteri, ketua pengadilan, atau ketua parlemen-- yang dimaksudkan untuk menjadi personifikasi negara dan simbol persatuan dalam cara kepresidenan itu.”
Itulah sebabnya mengapa Singapura perlu memastikan bahwa "tidak ada kelompok etnis yang kesempatannya ditutup dalam kepresidenan bahkan ketika kemajuan terhadap cita-cita dicapai. Jangan sampai jabatan presiden kehilangan vitalitasnya sebagai simbol persatuan bangsa".
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kandidat dari ras minoritas tidak melihat jabatan kepresidenan sebagai hal yang tak dapat dijangkau.
Bahkan empat presiden Singapura pertama menunjukkan masing-masing mewakili etnis tertentu. Encik Yusof Ishak (1965-1970) dari etnis Melayu, Dr. Benjamin Sheares (1971-1981) dari etnis Eurasia, Devan Nair (1981-1985) dari etnis India, dan Dr. Wee Kim Wee (1985-1993) dari etnis Cina.
Dengan demikian dipandang dari segi etnis, terpilihnya Halimah sebagai Presiden Singapura bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan.
Ilustrasi Singapura (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Singapura (Foto: Pixabay)
Etnis minoritas secara etis dan politis memiliki kesempatan yang sama bahkan didukung oleh sistem pemerintahan yang berlaku. Perdana Menteri, yang merupakan pucuk jabatan sebenarnya dalam pemerintahan, memungkinkan hal tersebut.
Sebelum tahun 1991 presiden di negeri singa itu hanya memegang peran secara seremonial sebagai kepala negara yang mewakili seluruh warga Singapura. Ia dipilih oleh parlemen.
ADVERTISEMENT
Sejak diubahnya konstitusi pada 30 November 1991 presiden memiliki kewenangan tertentu. Ia, diantaranya diberikan wewenang berupa hak veto terhadap anggaran negara yang diajukan pemerintah, mengawasi jalannya pemerintahan, dan mengangkat pejabat negara.
Presiden itu dipilih langsung oleh warga untuk masa jabatan enam tahun.
Halimah Yacob (Foto: Facebook/Halimah Yacob)
zoom-in-whitePerbesar
Halimah Yacob (Foto: Facebook/Halimah Yacob)
Kendati demikian, pemilihan presiden di Singapura juga seringkali dianggap tidak terlalu signifikan dalam menentukan wajah politik dan kebijakan publik. Sebab dalam sistem politik di Singapura, Perdana Menteri lah yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, bukan Presiden.
Dilansir Straits Times, kertas nominasi untuk pemilihan presiden bahkan menyertakan sebuah deklarasi yang harus ditandatangani calon kandidat. Isinya menyatakan bahwa mereka telah memahami peran presiden berdasarkan konstitusi dan membaca catatan penjelasan yang diberikan petugas.
ADVERTISEMENT
Departemen Pemilihan Umum mengatakan, hal itu untuk memastikan bahwa kandidat tidak tertarik untuk membuat pernyataan atau janji yang melebihi peran presiden.
Presiden adalah kepala negara dan simbol dari warga Singapura, sementara kepala pemerintahan tetap dipegang oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri, bersama dengan anggota kabinet, memiliki arahan dan kontrol politik atas pemerintahan.
Sebagai kepala negara, Presiden sebagai simbol persatuan nasional berhak memimpin acara penting nasional, seperti Parade Hari Nasional dan Pembukaan Parlemen. Presiden juga berhak mewakili Singapura pada tingkat tertinggi dalam hubungan internasional.
Namun Presiden tidak bisa menjadi anggota partai politik dan berdiri di atas partai politik.
Sedangkan kendali umum pemerintahan diarahkan oleh kabinet yang berkuasa. Kabinet itulah, yang dipimpin oleh Perdana Menteri, berhak membuat serta menerapkan kebijakan negara. Mereka secara kolektif harus bertanggung jawab terhadap parlemen.
ADVERTISEMENT
Sistem politik Singapura mirip dengan Inggris, di mana Ratu Inggris menjabat sebagai presiden sebagai jabatan formal. Sedangkan jabatan dan kuasa pemerintahan berada di wilayah kewenangan Perdana Menteri.