Film sebagai Alternatif Lain dalam Penyampaian Aspirasi Gerakan Feminisme

Wangga Ramadessela
saya Wangga Ramadessela umur 22 tahun lahir di Sukoharjo Jawa Tengah. pekerjaan Freelance, sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Konten dari Pengguna
16 Januari 2021 21:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wangga Ramadessela tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pict from : pexels
Film bukan hanya menjadi bahan tontonan saja tetapi juga dapat mempengaruhi persepsi penontonya. Ditengah perkembangan yang pesat pada jaman ini, film disajikan di layar layar lebar dengan warna dan cerita yang sedemikian rupa. Film tersebut telah disesuaikan oleh fenomena yang terjadi di masyarakat. Di antaranya keanekaragaman film yang di angkat sesuai dengan fenomena fenimisme yang semakin lama semakin marak khususnya di Indonesia. Feminisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud menolak segala bentuk ketidakadilan yang mereka rasakan sebagai perempuan. Ketidakadilan tersebut seperti direndahkan oleh kebudayaan yang mendominasi dalam lingkup sosial. Gerakan feminisme saat ini banyak dikomunikasikan dalam sebuah karya seni yaitu film.
ADVERTISEMENT
Film yang sebenarnya merupakan sarana penyampaian aspirasi dan informasi, digunakan oleh beberapa sutradara untuk merepresentasikan feminisme. Salah satunya yaitu film Marlina: The Murderer in Four Acts (Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak). Film ini bercerita tentang seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan mengalapi pemerkosaan serta perampokan oleh tujuh perampok. Mereka mengancam nyawa dan juga kehormatan marlina. Keesokan harinya marlina berjalan untuk mencari keadilan dan penebusan dengan membawa kepala bos perampok. Dalam film tersebut tokoh utama yaitu marlina digambarkan dengan sosok perempuan kuat, tangguh dan juga pemberani. Penggambaran feminisme sangat jelas dalam film tersebut, sosok marlina di gambarkan dengan sosok pemberani yang mencari keadilan untuk dirinya sebagai perempuan.
ADVERTISEMENT
Gerakan feminisme melalui film ini tidak hanya terjadi pada perfilman Indonesia, namun hingga luar negeri salah satunya yaitu film Maleficent. Maleficent adalah film fantasi yang disutradarai oleh Robert Stromberg. Film ini diadaptasi dari sleeping beauty menceritakan tentang seorang peri yang dihianati oleh kekasihnya dan melakukan balas dendam dengan mengutuk anak dari mantan kekasihnya yang telah menjadi raja. Kutukan tersebut dapat hilang hanya dengan satu cara yaitu true love kiss. Feminisme digambarkan dalam film tersebut yaitu dengan pakaian serba hitam serta tanduk yang menampilkan kesan menakutkan. Gaya bicara Maleficent yang lantang ketika alam akan dihancurkan membuat ia terlihat kuat sebagai perempuan. film ini menggambarkan bahwa perempuan tidaklah selalu lemah, mereka memiliki kekuatan dan keberanian yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Pemilihan film sebagai media representasi Gerakan feminisme ini dirasa efektif karena banyak sekali peminat film. Meskipun tidak semua penonton memahami makna Gerakan feminisme ini namun hal ini tidak membuat sutradara perfilman berhenti memasukkan Gerakan feminisme dalam film yang dibuat. Isu feminisme dalam dunia perfilman sudah sangat familiar, sudah banyak film yang membantu pergerakan feminisme agar dapat dengan mudah dimaknai masyarakat. Film yang merupakan media komunikasi massa ini telah berfungsi dengan baik untuk membantu pergerakan pergerakan feminisme.