Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyadari Perilaku Mansplaining, Ketika Perempuan Dikerdilkan di Ruang Diskusi
29 Desember 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Warda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mansplaining adalah fenomena sosial yang kerap kali terjadi tanpa disadari oleh pelakunya. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan situasi di mana perilaku seorang laki-laki yang menjelaskan sesuatu dengan cara merendahkan, meremehkan, atau menggurui, dan biasanya sering terjadi kepada seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Berawal dari pengalaman pribadi, saya pernah berbincang dengan beberapa teman mengenai suatu topik yang menurut saya tidak eksklusif untuk seorang laki-laki. Namun, di tengah perbincangan, salah satu teman laki-laki saya tiba-tiba memotong pembicaraan dan mulai menjelaskan topik tersebut seolah-olah hanya dia yang paling mengerti. Caranya menjelaskan terasa merendahkan, seakan-akan saya tidak cukup tahu tentang apa yang sedang dibahas. Saat itu, saya mencoba berpikir positif, mungkin saja itu hanya sifatnya yang cenderung menggurui bahkan merendahkan tanpa sadar.
Namun, ternyata saya tidak hanya sekali atau dua kali menemukan laki-laki dengan perilaku serupa. Semakin saya renungkan, tindakan tersebut jelas mencerminkan perilaku mansplaining, di mana laki-laki merasa lebih superior dan perlu menjelaskan sesuatu kepada perempuan dengan cara yang tidak setara. Ironisnya, hal seperti ini sering terjadi di dunia pendidikan, di mana individualnya dianggap teredukasi dengan baik. Padahal, beberapa dari mereka tidak memahami etika berbicara yang baik, terutama dalam menghindari diskriminasi gender.
ADVERTISEMENT
Mereka mungkin tidak sadar bahwa tindakan tersebut menciptakan ketimpangan dalam komunikasi dan secara tidak langsung menunjukkan sikap merendahkan. Mirisnya lagi, pengalaman ini bukan hanya saya yang mengalami, banyak perempuan di luar sana juga pernah menghadapi situasi serupa. Tanpa disadari, lawan bicara mereka yang seorang laki-laki sering kali melakukan mansplaining.
Dampak Mansplaining
Mansplaining dapat memberikan dampak yang cukup miris kepada para perempuan, misalnya:
1. Memperkuat Stereotip Gender
Mansplaining sering kali berakar pada asumsi bahwa perempuan kurang kompeten dibandingkan laki-laki, yang pada akhirnya memperkuat stigma dan bias gender
2. Menurunkan Rasa Percaya Diri
Orang yang menjadi korban mansplaining sering kali merasa diremehkan atau bahkan direndahkan, sehingga mengurangi rasa percaya diri mereka
ADVERTISEMENT
3. Menghambat Komunikasi yang Sehat
Mansplaining memperburuk percakapan, sehingga orang yang diperlakukan demikian merasa tidak dihargai dan enggan untuk melakukan komunikasi lebih lanjut
4. Menurunkan Produktivitas
Mansplaining dapat menciptakan lingkungan yang tidak inklusif, sehingga menurunkan produktivitas dan menghambat suatu pekerjaan
5. Menghambat Perkembangan Karier Perempuan
Mansplaining dapat menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi perempuan, terutama dalam situasi di mana pendapat atau kompetensi mereka diremehkan, sehingga pada akhirnya memengaruhi kinerja mereka berkarier
Mansplaining bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di dunia pendidikan, di mana interaksi antar mahasiswa sering kali diwarnai oleh bias gender yang tidak disadari, sehingga perempuan kerap diperlakukan seolah-olah pengetahuan atau pendapat mereka kurang valid meskipun mereka memiliki kompetensi yang setara atau bahkan lebih tinggi. Lingkungan pendidikan yang bebas dari diskriminasi gender sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, dapat mengutarakan pendapatnya dan berkembang secara optimal.
Beruntungnya lingkungan akademik tempat saya menempuh pendidikan saat ini, yakni Universitas Airlangga telah menerapkan ruang diskusi yang terbuka lebar untuk siapa pun, tidak memandang apakah Anda seorang laki-laki ataupun perempuan. Lingkungan kampus saya selalu mengupayakan untuk menciptakan ruang diskusi yang inklusif dan bebas dari diskriminasi gender, dengan cara sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Memberikan Kesempatan Berbicara yang Setara
Memastikan bahwa setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara dan menyampaikan pendapat, tanpa memandang gender
2. Menggunakan Bahasa yang Netral dan Inklusif
Mendorong penggunaan istilah yang tidak menguatkan stereotip, seperti menghindari asumsi berdasarkan gender dalam percakapan
3. Menghindari Perilaku yang Merendahkan
Menghindari komentar yang bias, seperti merujuk pada kemampuan tertentu pada gender tertentu dan menghindari gestur yang dapat dianggap merendahkan
4. Menciptakan Lingkungan yang Aman dan Mendukung
Memastikan ruang diskusi yang bebas dari perilaku diskriminasi gender, intimidasi, atau komentar merendahkan berdasarkan gender
5. Menciptakan Pertanyaan Terbuka
Melibatkan semua orang dengan bertanya pendapat mereka, sehingga setiap orang merasa dihargai dan didengar
6. Menegur dengan Sopan Jika Ada Perilaku Tidak Adil
ADVERTISEMENT
Jika ada orang yang sedang melakukan interupsi atau bersikap merendahkan, tegur secara sopan untuk mengutamakan pentingnya kesetaraan dalam diskusi
Kultur diskusi di lingkungan terdekat, dalam hal ini lingkungan kampus saya, menyadarkan saya bahwasanya diskusi yang sehat adalah diskusi yang bebas dari diskriminasi gender, menghindari stereotip gender, dan menghindari intimidasi, atau komentar merendahkan dengan memandang gender.