Konten dari Pengguna

Pengemis dan Larangan Memberi: Siapa yang Sebenarnya Abai?

Widya Kusuma Wardhani
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember
3 Desember 2024 16:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widya Kusuma Wardhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi pribadi: Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Jember No 8 Tahun 2015
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi: Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Jember No 8 Tahun 2015
ADVERTISEMENT
Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 8 Tahun 2015 menyatakan bahwa "Setiap orang, lembaga, atau badan hukum dilarang menggelandang dan mengemis di tempat umum. Bagi yang meminta maupun memberi uang dan/atau barang akan dikenakan sanksi." Peraturan ini secara jelas terpampang di berbagai titik strategis, termasuk di beberapa lampu merah di Kabupaten Jember. Tujuan utamanya adalah untuk menghimbau masyarakat agar tidak memberikan atau menerima sumbangan dalam bentuk uang maupun barang secara ilegal demi terciptanya ketertiban umum. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa larangan mengemis yang disertai ancaman sanksi belum berhasil sepenuhnya menghentikan praktik tersebut. Keberadaan pengemis di lampu merah masih menjadi pemandangan umum yang sulit dihindari.
Dokumentasi pribadi: Badut yang meminta-minta di lampu merah
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi pribadi: Badut yang meminta-minta di lampu merah
Keberlanjutan praktik mengemis di jalanan, meskipun adanya larangan hukum, mencerminkan kompleksitas realitas sosial dan ekonomi yang membutuhkan perhatian lebih mendalam. Fenomena ini menunjukkan bahwa mengemis sering kali bukanlah pilihan utama, melainkan pilihan terakhir yang diambil oleh individu karena keterbatasan keadaan. Salah satu faktor utama adalah minimnya akses terhadap pekerjaan yang layak. Bagi mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah atau keterampilan yang terbatas, mencari pekerjaan formal menjadi tantangan besar. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya pelatihan keterampilan yang difasilitasi oleh pemerintah atau lembaga terkait lainnya sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk bersaing di pasar kerja.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tindakan masyarakat yang memberikan uang atau barang secara langsung kepada pengemis sering kali didasari oleh rasa iba dan kemanusiaan. Melihat kondisi pengemis yang memprihatinkan, masyarakat cenderung mengabaikan aturan larangan memberi. Namun, pemberian seperti ini nyatanya tidak efektif dalam menyelesaikan masalah dalam jangka panjang. Sebaliknya, hal ini justru memperkuat ketergantungan pengemis pada bantuan jalanan dan menghambat upaya mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait larangan untuk meminta dan memberi uang pada pengemis, aturan ini tampaknya belum diiringi dengan langkah-langkah konkret untuk mengatasi akar permasalahan. Tanpa adanya upaya yang komprehensif, seperti penyediaan pelatihan keterampilan kerja, pembukaan lapangan pekerjaan baru, atau program rehabilitasi sosial, pengemis akan terus kembali ke jalanan. Akibatnya, peraturan ini berisiko hanya menjadi dokumen formal tanpa dampak nyata di lapangan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, perlu pendekatan yang lebih komprehensif dan humanis dalam mengatasi masalah keberadaan pengemis di lampu merah. Pemerintah dapat mengambil langkah strategis seperti meningkatkan program pelatihan keterampilan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar lokal, serta menyediakan pelatihan khusus bagi kelompok marjinal seperti pengemis dan gelandangan. Selain itu, penciptaan lapangan kerja yang inklusif perlu menjadi prioritas dengan membuka peluang bagi masyarakat yang kurang berpendidikan atau memiliki keterampilan terbatas. Kemitraan dengan sektor swasta juga penting untuk menciptakan pekerjaan yang layak bagi kelompok miskin. Upaya lain yang tidak kalah penting adalah sosialisasi dan pendampingan melalui komunikasi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan serta pendampingan psikososial untuk membantu pengemis keluar dari lingkaran kemiskinan. Pemerintah juga dapat mendirikan saluran bantuan resmi, seperti pusat bantuan sosial yang memungkinkan masyarakat menyalurkan donasi secara efektif dan terorganisasi dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk mendukung keberhasilan program ini.
ADVERTISEMENT
Larangan memberikan sumbangan kepada pengemis tanpa solusi konkret hanya akan menghasilkan kebijakan yang tidak efektif. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan kebijakan yang tidak hanya bersifat melarang, tetapi juga memberdayakan. Di sisi lain, masyarakat juga perlu diberikan edukasi mengenai cara membantu yang lebih efektif dan berdampak positif. Dengan adanya kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi terkait, permasalahan pengemis dapat diatasi secara bertahap. Tatanan sosial yang lebih adil dan sejahtera bukan hanya sebuah impian, tetapi merupakan tanggung jawab bersama yang dapat diwujudkan melalui kerja sama yang nyata dan berkesinambungan.