Celah Curang Pajak Terutang

Konten Media Partner
14 Juli 2020 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pajak daerah Kabupaten Pasuruan yang belum dibayar tahun 2019 mencatatkan piutang cukup tinggi, hingga Rp 149 miliar. Dikemplang?
ADVERTISEMENT
Oleh: Asad Asnawi
SEKILAS, capaian pendapatan daerah 2019 Kabupaten Pasuruan cukup menggembirakan. Angkanya naik dari yang didapat di tahun sebelumnya.
Dalam laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019 Bupati Pasuruan pekan lalu, pendapatan Kabupaten Pasuruan mencapai Rp. 3, 69 triliun. Tepatnya Rp. 3. 368. 808. 544. 577, 79.
Angka tersebut naik sebesar Rp. 180. 845. 310. 664, 72. Atau, 5, 7 persen dari perolehan pendapatan 2018 yang tercatat sebesar Rp. 3, 19 triliun, atau tepatnya Rp. 3. 187. 963. 233. 913, 07.
Akan tetapi, bila dicermati, kenaikan tersebut belum menyentuh target yang dipatok sebelumnya. Yakni, kurang Rp. 155. 218. 797. 139, 87. Atau 5, 40 persen dari target sebesar Rp. 3. 524. 027. 341. 717, 66.
ADVERTISEMENT
Tidak maksimalnya perolehan PAD dan transfer dari pusat menjadi penyebab tidak tercapainya anggaran pendapatan yang ditargetkan.
“Kondisi tersebut disebabkan tidak tercapainya target PAD dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat,” kata Bupati Irsyad saat menyampaikan nota pengantar Raperda Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019, Senin (6/07/2020).
Sekadar diketahui, postur pendapatan daerah didasarkan dari beberapa sektor sebagai sumber pendapatan. Salah satunya, PAD yang didalamnya terdiri dari beberapa komponen.
Termasuk dalam komponen tersebut adalah pajak. Seperti pajak hotel, villa dan penginapan; pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, pajak mineral bukan logam, pajak penerangan jalan, pajak bumi dan bangunan, hingga pajak air tanah.
Celakanya, pajak daerah yang harusnya menjadi penopang PAD justru menunjukkan kinerja yang tak terlalu memuaskan. Pasalnya, meningkatnya perolehan pajak juga diikuti piutang pajak yang tinggi karena tak dibayar para wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran, pada 2019, perolehan pajak daerah mencapai Rp. 364. 181. 321. 493, 99. Naik dari capaian 2018 yang tercatat sebesar Rp. 357. 264. 301. 332, 79.
Dalam waktu yang sama, piutang pajak daerah juga kian membumbung. Dari (sebelum penyisihan) Rp. 134. 288. 405. 299, 96., pada 2018 menjadi Rp. 149. 738. 221. 089, 40.
Dengan kata lain, piutang pajak yang tak dibayar para wajib pajak yang lain itu hampir separo dari capaian pajak daerah yang diperoleh!
Tak pelak, tingginya angka piutang tak luput dari sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur. BPK menyebut kegiatan verifikasi dan validasi atas daftar piutang pajak belum memadai.
Untung saja, setelah dilakukan penyisihan, total nett piutang pajak sedikit turun. Menjadi Rp 58. 566. 778. 378, 44., pada 2019 dan Rp 50. 179. 743. 437, 89., di tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Berdasar dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diperoleh media ini, piutang pajak tersebut terjadi di seluruh sektor yang menjadi komponen pajak daerah.
Bahkan, beberapa diantaranya mengalami lonjakan cukup tinggi. Misalnya, komponen pajak hotel, vila dan penginapan. Pada tahun 2018, piutang pajak yang belum dibayar tercatat sebesar Rp 52, 9 juta. Tahun lalu, bertambah menjadi Rp 211, 3 juta.
Peningkatan juga terjadi pada pajak restoran/rumah makan. Dari Rp. 47, 6 juta pada 2018, naik menjadi Rp. 417, 2 juta di 2019 lalu.
Termasuk pula sektor mineral bukan logam dan penerangan jalan umum (non PLN). Dari Rp. 26, 1 juta dan Rp 589, 6 juta pada 2018. Naik menjadi Rp. 136, 7 juta dan Rp. 790, 4 juta setahun berikutnya.
ADVERTISEMENT
Sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi peningkatan piutang cukup parah. Dari Rp. 118, 6 miliar di 2018, naik menjadi Rp. 130, 7 miliar pada 2019.
Satu-satunya yang menurun, adalah pajak air bawah tanah atau ABT. Dari yang semula Rp. 3, 8 miliar pada 2018 menjadi Rp 3, 1 miliar di 2019.
Di sisi lain, tingginya piutang pajak yang belum dibayar memunculkan dugaan adanya praktik fraud (kecurangan).Terlebih lagi, sebagian piutang tercatat sudah berlangsung selama bertahun-tahun.
Dugaan itu mencuat menyusul keberadaan regulasi yang mengatur masa kedaluarsa piutang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 19 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Daerah.
Salah satu poin yang diatur dalam regulasi ini adalah hilangnya hak tagih Pemkab terhadap piutang di atas umur lima tahun. Dengan demikian, piutang yang lebih dari lima tahun, dengan sendirinya terhapus karena hilangnya hak tagih oleh Pemda.
ADVERTISEMENT
“Inilah yang menjadi celah terjadinya fraud karena bisa saja wajib pajak sengaja mengulur untuk tidak membayar, toh lima tahun kemudian piutang itu bisa dihapus,” kata Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Atha Nursasi.
Selain itu, kehadiran regulasi itu juga membuka celah terjadinya kongkalikong antara wajib pajak dengan aparat penagih. Modusnya, dengan memperpanjang umur piutang hingga batas kedaluarsa tadi.
“Masalahnya, publik tidak pernah tahu mana wajib pajak yang tidak mampu membayar atau yang sekadar memanfaatkan celah dengan mengulur pembayaran,” jelas Atha.
Atas banyaknya piutang pajak yang belum dibayar itu, menurut Atha, tidak menutup kemungkinan merupakan bagian dari upaya pengemplangan oleh wajib pajak.
“Secara umum memang bisa disebut begitu (mengemplang pajak). Tetapi, apakah itu terindikasi korupsi atau pidana, perlu penelitian lebih lanjut. Kita lihat dulu motifnya,” katanya.
ADVERTISEMENT
BPK sendiri dalam LHP yang diserahkan Juni lalu, menyebut adanya potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 947, 6 juta lebih. Angka itu merupakan potensi pendapatan pajak non PBB yang kehilangan hak tagihnya karena kedaluarsa (lebih lima tahun umur piutang).
Celakanya, hasil wawancara dengan Sub Bidang Penagihan dan Keberatan, terungkap bahwa BKD tidak pernah menerbitkan surat teguran atau surat paksa terhadap wajib pajak dengan umur piutang lebih lima tahun.
Surat tagihan hanya dilakukan pada piutang dengan periode 2017-2019. Dengan kata lain, wajib pajak dengan umur piutang 3-5 tahun tak pernah ditagih sepanjang tahun lalu.
Itu pun hanya untuk piutang pajak reklame atas 46 wajib pajak, piutang pajak penerangan jalan umun pada 39 wajib pajak dan 37 wajib pajak ABT.
ADVERTISEMENT
Koordinator Indonesian Corruption Watch Adnan turut angkat bicara terkait tingginya piutang pajak daerah Kabupaten Pasuruan. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran sistem pemungutan yang tak jalan.
“Pemerintah yang harus lebih maksimal melakukan penagihan. Bahkan jika perlu, lakukan upaya paksa,” terangnya saat dihubungi melalui aplikasi percakapan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bangil, Deny Saputra menyebut, selama ini, sanksi terhadap penunggak pajak memang lebih banyak pada pengenaan denda dan administrasi.
“Tapi jika teguran atau peringatan diabaikan oleh wajib pajak, bisa saja menjurus ke pidana,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Luly Noermardiono mengakui tingginga piutang pajak daerah pada 2019 lalu.
Menururnya, salah satunya disebabkan adanya peralihan pengelolaan dari KPP Pratama ke Pemda untuk sektor PBB. “Kami menerima peralihan dari KPP itu sudah dengan banyak piutang,” katanya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, pihaknya banyak melakukan verifikasi ulang terhadap pajak terutang. “Termasuk piutang-piutang pajak yang lain. Terus kami tagih,” jelas Luly.
Disinggung soal kemungkinan adanya kebocoran, Luly menepisnya. Ia menegaskan, data-data pajak terutang masih ada untuk dilakukan penagihan. “Tetap ditagih,” tegas Luly soal banyaknya piutang pajak daerah tersebut.
Direktur Pusat Studi Advokasi Kebijakan (Pus@ka) Lujeng Sudarto mendorong Pemkab Pasuruan memperbaiki mekanisne pembayaran pajak di wilayahnya. Salah satunya dengan menerapkan e-billing.
“Mau tidak mau ini harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran. Karena dengan penarikan secara manual, mudah sekali untuk dimainkan,” katanya.