Menyantap Rawon Nguling, Kuliner Legendaris di Jalur Pantura

Konten Media Partner
9 Juni 2019 10:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menyantap Rawon Nguling, Kuliner Legendaris di Jalur Pantura
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada sebuah adagium tak tertulis yang berbunyi, “kalau ke Probolinggo, harus mencoba Rawon Nguling”.
ADVERTISEMENT
Sekadar informasi, Warung Rawon Nguling berlokasi di sisi utara Jalur Pantura Surabaya-Banyuwangi, tepatnya di nomor 75 Desa Tambak Rejo, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolingggo. Lantas, apa yang menjadikannya istimewa? Simak ulasannya berikut ini.
Laporan: Sundari Adi Wardhana, Probolinggo
Bangunan Warung Rawon Nguling tampak cukup besar dengan lahan parkir yang jarang sepi. Meja kayu dan kursinya diatur model memanjang, sehingga 200-an orang bisa makan secara bersamaan. Fasilitas lainnya adalah musala dan toilet.
Tak lama setelah kita menduduki kursi, biasanya pramusaji akan langsung menawari kita aneka macam menu masakan Jawa Timur. Sebut saja nasi soto, nasi sop, nasi gulai, nasi lodeh, bahkan krengsengan. Namun, yang jadi primadona dan melegenda tetaplah menu nasi rawon.
ADVERTISEMENT
Selain menu makanan utama, di meja juga disediakan gorengan dan lauk pauk tambahan. Mulai dari gorengan, empal daging, otak, limpa, tahu, tempe, dan sate komo.
Rawon Nguling terdiri dari irisan daging sapi, yang disajikan dengan sambal terasi dan taoge pendek sebagai pelengkap. Kuah rawonnya agak encer kecokelatan karena ada bumbu kluwek, bumbu khusus untuk campuran rawon. Terasa segar dimakan panas-panas dan daging sapinya pun terasa sangat empuk. Semakin nikmat lagi jika disantap dengan nasi hangat.
“Suka, enak, cenderung manis dibanding rawon lainnya, tapi rasanya pas. Porsinya cukup banyak,” tutur Obheta Aprilia, pencinta kuliner rawon.
Pelanggan lain, Janur Daniel, yang mengaku sebagai penyuka rawon asal Surabaya, mengatakan kerap mampir ke Rawon Nguling setiap lewat di Probolinggo. Entah saat ia sedang urusan bisnis atau sedang liburan di Bromo.
ADVERTISEMENT
“Rawon Nguling ini, punya ciri khas agak manis, berbeda dengan rawon lainnya di Jawa Timur yang cenderung asin. Terus enaknya lagi, dagingnya benar-benar empuk,” ungkapnya.
Warung Rawon Nguling sudah berdiri sejak 1942, dirintis oleh pasangan Karyo Direjo-Marni. Dalam sehari, sekitar 400 kilogram daging sapi lokal bisa ludes. Menurut pemilik warung, meracik rawon dituntut punya ketepatan tinggi guna menyeimbangkan bumbu-bumbu, seperti kluwek, kemiri, daun jeruk, daun salam, sereh, dan bawang merah.
Not all Rawon are created equal”. Ya, tak ada rawon yang rasanya sama. Semua memiliki rasa khas masing-masing.
“Salah satu rahasia kami adalah pada racikan bumbunya. Tidak berubah sama sekali dari yang diresepkan oleh orang tua kami. Baik itu takaran atau komposisinya. Pemilihan kluwek, daging sapi lokal, dan cara masaknya juga sangat kami perhatikan," ungkap Rofiq Ali Pribadi, pemilik Warung Rawon Nguling.
ADVERTISEMENT
Cara pembuatannya pun, kata Rofiq, masih menggunakan metode klasik. Sebab, perubahan metode masak dapat memengaruhi rasa.
"Dan yang pasti kami memasak rawon itu di atas tungku kayu bakar sekitar 5 jam. Bukan di atas kompor minyak atau elpiji. Dulu sempat mencoba pakai kompor, tapi cita rasanya berubah,” lanjut Rofiq.
Rawon Nguling kini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Penetapannya dilakukan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, di Hotel Millenium Sirih Jakarta pada 3 Agustus 2018.
Salah satu ciri khas menarik dari interior warung ini adalah begitu masuk ke dalamnya, kita dapat melihat jelas foto-foto Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang jadi pajangan utama di hiasan temboknya.
ADVERTISEMENT
SBY dan almarhumah Ani Yudhoyono memang diketahui amat suka dengan kuliner satu ini. Mereka disebut kerap berkunjung makan di Warung Rawon Nguling. Simak kisahnya di bawah ini.