Konten dari Pengguna

Putusan MA: Apakah Sekedar Kepentingan Politik Kelompok Tertentu Atau Bukan?

Polinus Waruwu
Penulis Merupakan Alumni Universitas Darma Agung Medan
2 Juni 2024 0:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Polinus Waruwu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Putusan Mahkamah Agung Nomor 23/P/HUM/2024 Tentang Batas Usia Calon Kepala Daerah (Paxaby.com/Thedigitalartist)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Putusan Mahkamah Agung Nomor 23/P/HUM/2024 Tentang Batas Usia Calon Kepala Daerah (Paxaby.com/Thedigitalartist)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam tahapan Pilkada yang dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang ada putusan Mahkamah Agung yang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat banyak seluruh Indonesia. Pasalnya keputusan itu dianggap diperuntukan untuk kepentingan politik sepihak.
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Agung no. 23/P/HUM/2024 tentang batas usia Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Putusan tersebut membawa konsekuensi terkait siapa bakal calon kepala daerah yang bisa mendaftar pada perhelatan Pemilukada 2024. Beleid MA yang baru saja diputuskan itu mengubah batas waktu penghitungan usia bakal calon kepala daerah.
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang batas usia minimal Cagub dan Cawagub, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pasal itu kontradiksi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dari putusan tersebut Usia minimal 30 tahun Cagub dan Cawagub yang diatur sebelumnya oleh Komisi Pemilihan Umum berlaku pada saat penetapan bakal calon akan tetapi diubah Mahkamah Agung menjadi berlaku saat dilantik sebagai pasangan calon terpilih.
ADVERTISEMENT
Amar putusan dari Mahkamah Agung itu, menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan masyarakat. Putusan tersebut dianggap sebagai replika dari putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia minimal Calon Presiden dan Wakil Presiden yang bertujuan untuk meloloskan anak sulung Presiden di Pilpres 2024.
Adapun pernyataan dari Ketua DPP Partai NasDem Sugeng Suparwoto, nggak usahlah mengakali aturan semata-mata untuk agar ‘Si Badu Suta Naya Dhadhap Waru' bisa mencalonkan," katanya saat ditemui di NasDem Tower, Jakarta, Kamis (30/5). dikutip dari Media Indonesia.
Hal yang sama pun disampaikan oleh Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan tersebut janggal. Siapa yang hendak disasar agar kemudian dengan pembatalan ini seseorang dapat diuntungkan? Desas-desusnya adalah Kaesang yang belum berusia 30 tahun dan perlu kemudian mendapatkan kesempatan untuk maju dalam kontestasi pilkada" kata Feri dalam keterangannya, Kamis (30/5). dikutip dari Media Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari kedua pernyataan itu, Ada hal fundamental yang patut kita perhatikan dari putusan MA tentang batas usia Cagub dan Cawagub.
Pertama, persyaratan batas usia minimal 30 tahun seharusnya diberlakukan pada tahap awal penetapan bakal calon sebagai langkah dalam memverifikasi data bakal calon setelah mendaftar. Langkah itu menjadi rujukan apakah peserta dapat melenggang di kontestasi pilkada atau tidak. Seyogyanya mendaftar sebagai salah satu peserta kontestasi politik semua persyaratan berlaku di awal bukan malah sebaliknya sebagian persyaratannya secara khusus batas minimal usia malah diberlakukan setelah keluar hasil sebagai pemenang.
Kedua, putusan tersebut berbicara tentang batas usianya saja tanpa harus mempertimbangkan kualifikasi kualitas dari bakal calon yang mendaftar. Sehingga pemimpin yang terpilih belum tentu memiliki rekam jejak yang mumpuni serta pengalaman di bidang birokrasi pemerintahan. Kita menginginkan pemimpin yang mempunyai pikiran out of the box.
ADVERTISEMENT
Ketiga, putusan MA tentang batas usia Cagub dan Cawagub terlihat terburu-buru dalam memutuskan perkara tersebut yang menandakan adanya suatu kepentingan yang urgensi. Oleh karenanya putusan seharusnya tidak dapat diberlakukan pada pilkada 2024. Soalnya tahapan pencalonan kepala daerah telah berlangsung, dimana calon perseorangan sudah menyerahkan dukungan dan saat ini sedang dilakukan tahapan verifikasi di KPU.
Dari beberapa perbandingan diatas, patut kita curigai ada kepentingan politik sepihak yang sedang diperjuangkan dan dilindungi. Ikut andil dalam pesta demokrasi merupakan hak politik yang dilindungi oleh konstitusi. Demokrasi yang tidak bisa dipisahkan terhadap politik adalah bentuk kebebasan yang seharusnya tidak mencederai esensi dari demokrasi tersebut.
Terlepas dari prosedur untuk berkompetisi pada pilkada 2024, ada bagian yang harus kita tumbuhkan dalam nuansa berdemokrasi kita. Politik yang menjadi peralatan untuk merebut suatu kedudukan seharusnya dilandaskan pada kejujuran, keharmonisan dan kepatuhan terhadap etika politik pancasila.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, putusan MA yang sudah ditetapkan menciptakan kecemasan akan keutuhan kita bernegara. Kekuatan kelompok tertentu semakin kompleks dengan mengakali berbagai aturan demi mewujudkan sebuah kepentingan politik sepihak.
Tak dapat dipungkiri fenomena yang sudah dan sedang berlangsung dalam tahapan pesta demokrasi menghantui dan menyebabkan traumatis bagi bangsa Indonesia. Sehingga keharmonisan dan kehangatan dalam ruang lingkup kompetisi pemilihan pemimpin kian terdegradasi akibat egoisme kelompok tertentu.
Akhirnya, kita berharap supaya proses jalannya pilkada 2024 sebagai bagian dari pesta demokrasi yang di dengung-dengungkan tidak mencederai dan membenturkan ketentuan yang berlaku.