Konten dari Pengguna

Tapera: Menjadi Solusi atau Membebani Buruh

Polinus Waruwu
Penulis Merupakan Alumni Universitas Darma Agung Medan
30 Mei 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Polinus Waruwu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Terbitnya Tapera Menjadi Solusi Untuk Buruh atau Hanya Menambah Beban?(Paxaby.com/quangpraha)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Terbitnya Tapera Menjadi Solusi Untuk Buruh atau Hanya Menambah Beban?(Paxaby.com/quangpraha)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah hiruk pikuk berbagai peristiwa yang terjadi di Tanah Air, jagat maya dibuat heboh oleh beleid baru potongan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Netizen ikut andil mengkritisi peraturan wajib soal perumahan itu di berbagai kanal media sosial sejak awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
Iuran Tapera menjadi isu hangat di kalangan masyarakat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah No. 21/2024. Berdasarkan Pasal 7 PP tentang Tapera itu, jenis pekerja yang harus mendaftar sebagai peserta mencakup pekerja swasta dan pekerja mandiri bukan lagi hanya ASN, pegawai BUMN dan aparat TNI-Polri.
Berdasarkan pasal 15 ayat 1 PP tersebut besaran simpanan dana Tapera yang harus disetor per bulan sebesar 3% dari upah para pekerja. Pembagian setoran tersebut ditanggung oleh pekerja sebesar 2,5% sementara pemberi kerja menanggung sebesar 0,5% sehingga akumulasi secara keseluruhan sebesar 3%. Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.
Merujuk pada penjelasan Komisaris BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyampaikan bahwa iuran Tapera merupakan dana simpanan bagi peserta dalam hal ini pekerja yang disetorkan secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Heru menjelaskan, dana Tapera sebenarnya dibentuk dengan tujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana berkelanjutan yang bersifat jangka panjang dan murah untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta, serta memiliki fungsi melindungi kepentingan peserta. Senin (27/5/2024) dikutip dari Kompas.com.
ADVERTISEMENT
Berbagai pertanyaan pun muncul hingga pada kritikan dan berakhir pada penolakan. Apakah Tapera menjadi solusi bagi buruh?
Di tengah rezim yang sedang berkuasa berbagai kebijakan bermunculan. Salah satunya adalah PP tentang Tapera setelah dibatalkannya kenaikan UKT yang menandakan bahwa kebijakan itu tidak pro rakyat. Pasca terbitnya peraturan tersebut menuai banyak pro kontra dari masyarakat dan para pekerja buruh secara khusus. Dinamika itu terjadi karena masyarakatlah yang menjadi objek utama kebijakan tersebut.
Beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan dari kebijakan Tapera tersebut.
Pertama, PP nomor 21/2024 tiba-tiba muncul tanpa diadakan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat atau para pekerja buruh secara khusus. Tentunya sosialisasi menjadi sangat penting sebelum membuat kebijakan atau peraturan. Kebijakan yang diambil tentunya berdasarkan masukan, ide, gagasan dan kritikan dari para pekerja.
ADVERTISEMENT
Kedua, Dalam PP pasal 7 tentang Tapera tersebut para pekerja mandiri dan swasta ikut dipotong upahnya setiap bulan sebesar 3%. Menurut hemat saya, dalam kebijakan itu terdapat ketimpangan atau ketidakadilan. Seharusnya para pekerja mandiri diberikan keringanan malah sebaliknya dari 3% itu ditanggung seluruhnya oleh pekerja. Beda dengan yang swasta, ASN dan pekerja lainnya yang hanya menanggung sebesar 2,5% selebihnya ditanggung pemberi kerja.
Dalam hal ini seharusnya pembuat kebijakan mempertimbangkan secara komprehensif upah dan kebutuhan pekerja mandiri atau buruh. Dimana pekerja atau buruh ini rentan dengan permasalah kerja yang terjadi misalnya PHK, upah yang tidak sebanding dengan kebutuhan, dan permasalah lain.
Ketiga, program perumahan rakyat bukan kebutuhan primer dari pekerja buruh. Kenapa demikian, karena akumulasi waktu yang memerlukan jangka panjang sehingga tingkat urgensi dari kebijakan tersebut batal demi kebutuhan primer pekerja buruh yang harus diprioritaskan dan disediakan secepat mungkin.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan ASN, POLRI dan TNI yang mempunyai berbagai jenis tunjangan, lain halnya dengan pekerja buruh. Bukan mendapatkan tunjangan malah mendapatkan potongan gaji, misalnya BPJS, Jamsostek dan terakhir adalah Tapera ini. Masihkah kebijakan ini bersikeras diperuntukan untuk kepentingan kaum buruh atau malah sebaliknya.
Kalau kebijakan iuran Tapera berdalil demi kebutuhan rumah pekerja buruh secara khusus. Maka kebijakan itu bukan satu-satunya jalan keluar. Bisa saja pemerintah membuat sistem cicilan dengan bunga sekecil mungkin supaya para pekerja dapat rumah masing-masing. Sehingga dalam hal ini, para pekerja secara langsung mengelola uang tersebut tanpa harus dititipkan ke BP Tapera.