Konten dari Pengguna

UKT Melonjak Tinggi Generasi Muda Putus Harapan

Polinus Waruwu
Penulis Merupakan Alumni Universitas Darma Agung Medan
25 Mei 2024 11:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Polinus Waruwu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: UKT Melonjak Tinggi Mahasiswa Putus Harapan (Pixabay.com/rattankunthongbun)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: UKT Melonjak Tinggi Mahasiswa Putus Harapan (Pixabay.com/rattankunthongbun)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di kalangan publik secara umum dan secara khusus di kalangan mahasiswa. Kenaikan UKT tersebut memicu perdebatan hingga penolakan secara mentah-mentah oleh aliansi mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
ADVERTISEMENT
Melonjaknya UKT membuat mahasiswa baru yang taraf ekonominya menengah ke bawah kesulitan membayar biaya pendidikan di PTN. Hal itu dapat menjadi hambatan bagi generasi muda Indonesia untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Ada ribuan anak muda setelah tamat dari SMA/SMK berharap bisa masuk PTN. Mereka menggap bahwasanya diterima di PTN adalah hal yang membanggakan secara tersendiri terlepas dari berbagai kelebihan dan keunggulan PTN tersebut.
Namun, mimpi mereka masuk PTN tidak mudah seperti yang diharapkan. Misalnya Siti Aisyah yang diterima sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi. Harapan Siti Aisyah terpaksa tak terwujud karena memilih mundur setelah mendapatkan pembayaran UKT di kategori 5 yakni 4,8 juta per semester. Padahal Siti dikenal sebagai mahasiswa berprestasi dan sangat menginginkan melanjutkan studi di PTN.
ADVERTISEMENT
Hal itu menunjukkan gagalnya perguruan tinggi dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah yang melahirkan generasi unggul dan cerdas. Secara tidak langsung UKT yang melonjak naik menimbulkan ketidakadilan di tengah-tengah generasi muda yang ekonominya rendah. Sehingga anak muda yang ingin melanjut ke perguruan tinggi harapannya pupus oleh kebijakan yang tidak pro rakyat.
Tentunya kenaikan UKT tersebut timbul pasca Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada PTN di Lingkungan Kemendikbud Ristek. Terlepas dari kebijakan yang dibuat oleh Kemendikbud Ristek, ada faktor fundamental yang menjadi sumber naiknya UKT bagi mahasiswa baru setelah terbitnya peraturan tersebut.
UKT yang melonjak naik secara drastis hingga 300-500% di beberapa Universitas disebabkan berlakunya kebijakan pemerintah tentang Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Kebijakan PTN-BH tersebut menciptakan tren komersial di ruang lingkup perguruan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) merupakan PTN berstatus badan hukum otonom. Kampus tersebut berhak mengatur dan mengelola anggaran rumah tangganya.
ADVERTISEMENT
Berlakunya status PTN-BH ini membawa dampak buruk pada tubuh institusi perguruan tinggi jika tidak dijalankan sesuai prosedur. Konsepnya kampus yang mandiri dalam mengembangkan kualifikasinya sebagai PTN-BH (world class university). Seharusnya PTN tidak terlalu membebani mahasiswa dalam hal UKT. PTN harus bekerja sama di berbagai sektor manapun yang bisa diajak sebagai donatur dalam hal finansial.
Akan tetapi jika pada akhirnya PTN menaikkan UKT dengan dalil kekurangan anggaran, maka secara mendasar PTN tidak dengan sungguh-sungguh menyiapkan kampus sedemikian untuk bisa mandiri. Sehingga apa yang menjadi tugas negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa bisa saja tidak terwujud.
Dalam hal ini pemerintah harus memperhatikan permasalahan ini secara komprehensif. Meskipun perguruan tinggi memiliki otonomi, harusnya pada bagian pendanaan perlu ditinjau kembali agar mahasiswa secara khusus tidak merasa terbebani. Supaya mahasiswa tidak kesulitan membayar UKT dan pihak perguruan tinggi juga tidak melakukan komersialisasi pendidikan.
ADVERTISEMENT
Tentunya dalam konstitusi sudah tertuang salah satu kewajiban negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan yang dapat mewujudkan generasi yang unggul dan bisa berdaya saing terhadap dinamika tantangan zaman. Akan tetapi jika negara tidak menghadirkan akses dan kemudahan yang sama bagi anak bangsa maka indonesia emas 2045 tidak dapat tercapai.
Berlangsungnya proses pendidikan merupakan hak anak bangsa dalam mewujudkan cita-citanya. Lewat proses pendidikan yang adil generasi muda mampu memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan kualitas dirinya demi melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.
Tujuan pendidikan secara mendasar adalah proses memanusiakan manusia. Proses ini harus terukur dan memiliki dampak positif di tengah-tengah anak bangsa. Jika sektor pendidikan tidak berpihak pada kepentingan bersama maka, patut dicurigai bahwa dunia pendidikan secara khusus PTN sedang tidak baik-baik saja. Oleh sebab itu, para pemangku kebijakan harus bekerjasama untuk mengawasi kemajuan pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT