Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nilai Karakter Melalui Drama
17 Oktober 2022 16:55 WIB
Tulisan dari Kadek Risma Wati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Drama atau lakon adalah karya sastra yang diceritakan atau diekspresikan melalui dialog untuk tujuan pembuatan. Pembelajaran akting (teater) di sekolah tidak sesuai harapan. Pada umumnya drama menimbulkan konflik-konflik yang muncul dalam kehidupan manusia.
Drama juga dapat diartikan sebagai “seni konflik” yang didramatisasi oleh para tokoh. Meskipun setiap drama memiliki karakter, plot, setting, dan tema yang berbeda, konflik merupakan elemen kunci dari sebuah drama. Dalam dunia pendidikan, kita perlu mengembangkan materi pembelajaran tentang karakter, norma, atau nilai setiap mata pelajaran dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Teater adalah media yang tepat untuk mahasiswa menampilkan kreativitas kesenian secara kompetitif sehingga mendidik generasi muda yang seimbang antara logika, etika dan dan estetika. Menanamkan karakter bisa melalui berbagai media, dan teater adalah salah satunya. Berbicara tentang teater tidak melulu soal bagaimana menampilkan pertunjukan yang wah.
Tapi di teater kita juga diajarkan nilai-nilai kemanusian. Seperti bagaimana menghargai peran yang akan dibawakan. Dengan bermain drama atau teater, seseorang bisa mengenal berbagai karakter yang dimiliki manusia dan memilih yang mana yang baik dan buruk. Ilmu sastra dan teater berperan sangat besar menanamkan nilai-nilai investasi moral masa depan dan melatih pendidikan karakter, mengingat sastra dan teater itu berbicara tentang manusia dan kemanusiaan.
Seperti bagaimana menghargai peran yang akan dibawakan. Dengan bermain drama atau teater, seseorang bisa mengenal berbagai karakter yang dimiliki manusia dan memilih yang mana yang baik dan buruk. Ilmu sastra dan teater berperan sangat besar menanamkan nilai-nilai investasi moral masa depan dan melatih pendidikan karakter, mengingat sastra dan teater itu berbicara tentang manusia dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Konflik kemanusiaan selalu menguasai perhatian dan minat umum, memang saya rasa itulah substansinya, bahwa lakon harus menghidupkan pernyataan kehendak manusia menghadapi dua kekuatan yang saling beroposisi, yang secara teknis disebut 'kisah dari protagonis' (yang menginginkan sesuatu) dan 'antagonis' (yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut).
Dalam teater kita juga mempelajari berbagai hal, yaitu tiga latihan elemter yang harus dikuasai yaitu olah tubuh, olah intelektual dan olah sukma Poin pertama adalah melatih seluruh anggota tubuh dari kesiapan tubuh dan vokal. Hal tersebut begitu berguna bagi para mahasiswa pendidikan yang akan bermukim di institusi, dan mahasiswa sastra yang begitu pandai berkomunikasi ketika berada di dunia kerja nantinya. Dengan kesiapan tubuh dan vokal, ketika kita bekerja, stamina dan kesehatan kita tetap terjaga. Dengan vokal dan artikulasi yang jelas akan terjadi sebuah proses komunikasi yang baik antara komunikator dan komunikan. Yang kedua, intelektual dan wawasan sehubungan dengan proses kreatif-serta wawasan teater dan budaya.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak hanya berlaku ketika ujian akhir apresiasi drama saja, namun dapat bertahan sepanjang hayat hingga raga tiada. Karena ilmu tidak dapat sebanding dengan harta berapapun nominalnya. Yang ketiga, olah sukma. Dalam KBBI, sukma adalah jiwa. Pepatah kuno mengatakan didalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Ketika kita sudah olah vokal dan tubuh, maka aktor sudah siap secara komprehensif menerima materi terkait proses kreatif. Kemudian kita perlu memusatkan pikiran dan meditasi agar pikiran dan jiwa kita fokus pada suatu kegiatan-yaitu proses teater itu sendiri. Hal itu begitu relevan dengan pembentukan karakter ketika kita berada di lingkungan baru, kita harus bisa beradaptasi dan aktif, bukan hanya menunggu dan ingin dimengerti.
ADVERTISEMENT
Sebagai seni pertunjukan, teater itu berproses secara kolektif. Diperlukan kerja sama yang baik antar lini. Sutradara mengintepretasikan teks yang ditulis oleh penulis menjadi lukisan yang menarik diatas panggung. Aktor mendapatkan mandat dari sutradara agar bermain seperti ini-seperti itu-seperti apa saja yang dikehendaki dan memungkinkan. Pimpinan artistik bersama sutradara selalu berdiskusi dengan kemungkinan penataan cahaya yang bagaimana, set property dan hand property yang seperti apa yang dibutuhkan. Tim penata busana dan tata rias, saling silang hal ihwal wajah dan bungkusan tubuh para aktor yang ingin dijadikan sedemikian rupa. Tim publikasi, dokumentasi dan berkenaan dengan tiket selalu berkoordinir dengan segala pementasan sebelum dimulai hingga acara berlangsung.
Seperti teori kebutuhan maslow, setelah rasa keamanan, dicintai maka selanjutnya aktualisasi. Teater bukan sekedar aktualisasi, namun seperti sudah mendarah daging oleh sebagian orang dan keseluruhan. Karena, teater adalah kehidupan itu sendiri. Semua itu begitu berguna kala kita bekerja harus berhubungan dengan banyak orang, dengan berbagai psikologis dan karakter yang berbeda
Pembelajaran nilai karakter dengan demikian tidak hanya berlangsung pada tataran kognitif, tetapi juga menyentuh praktik praktis dalam kehidupan sehari-hari siswa di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ekstra kurikuler sekolah, antara lain kegiatan ekstrakurikuler teater dan drama, merupakan salah satu media yang potensial dalam pembinaan sekaligus mengenalkan dunia seni peran dan meningkatkan prestasi akademik siswa.
Dalam dunia drama atau teater, pendidikan karakter dapat diintegrasikan ke dalam studi mata pelajaran apapun, termasuk studi seni, dalam hal ini studi akting.Memahami seseorang datang dengan minatnya sendiri.
Karena tokoh dapat menunjukkan tuturan pengarang dengan ciri-ciri pelakunya. Pemain juga harus bisa menunjukkan bagaimana mereka berperilaku, yang sebenarnya bukan kepribadian alami orang tersebut. Artinya orang yang sabar harus bisa bersikap seperti orang yang pemarah dan sebaliknya.
Begitu pula dengan keadaan pikiran yang sedih harus bisa tertawa. Orang waras harus bisa memerankan orang gila. Dengan melakukan peran seperti itu secara akurat, ia menemukan sesuatu yang unik dan menunjukkannya.
ADVERTISEMENT
Siswa dapat membuat peran. Artinya siswa mampu secara fisik, mental dan emosional menciptakan kehidupan manusia seutuhnya di atas panggung dan menampilkan sesuatu yang unik. Hal lain yang perlu diperhatikan siswa adalah menciptakan suasana drama.
Tentu saja, sebagus apa pun cerita dan penyajiannya, drama tidak akan berhasil tanpa atmosfer yang mendukungnya. Unsur pendukung penonton sangat diperlukan untuk membangun suasana. Dibutuhkan cerita yang bagus, presentasi yang bagus, desain artistik yang bagus dan penonton yang apresiatif.
Selain merasakan dan menghayati keharmonisan dan keindahan drama, mahasiswa yang erat kaitannya dengan seni peran juga memiliki pengalaman jiwa, konflik antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungan, bahkan manusia dengan Tuhan.
Bermain peran dalam akting memberi siswa kesempatan untuk belajar tentang orang-orang dan karakteristik mereka yang berbanding terbalik dengan diri mereka sendiri. Selain itu, kegiatan drama/drama yang rutin atau berkelanjutan dapat memberikan dampak positif bagi siswa.
ADVERTISEMENT
Karena mereka saling menghargai pendapat, dapat mendengarkan pembicaraan orang lain dengan sabar, dan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara lisan di depan orang banyak dengan mudah dan lancar. Selain itu, siswa memperoleh kosa kata unggul yang mungkin tidak tersedia dalam bahasa yang mereka gunakan setiap hari.
Tujuan pendidikan nasional di antaranya adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran setiap mata pelajaran, termasuk pembelajaran kesenian, dalam hal ini pembelajaran/pendidikan drama/teater.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
ADVERTISEMENT