Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Wayang Kulit: Media Tepat Pembelajaran Nilai Pendidikan
13 Desember 2022 19:07 WIB
Tulisan dari Kadek Risma Wati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wayang Kelahiran dapat digunakan oleh siapa saja dan dengan cara apa saja. Pertunjukan wayang kulit dapat digunakan untuk pengembangan moral, menyampaikan pesan pendidikan tertentu dan meningkatkan semangat komunitas.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan wayang kulit merupakan budaya Jawa yang bermutu tinggi dan kompleks karena mencakup beberapa bentuk seni yang terintegrasi yaitu sastra, tuturan, teater, musik, tari, seni rupa, dan lain-lain.
Pertunjukan tersebut memiliki nilai luhur karena tidak hanya berfungsi sebagai “tontonan hiburan” tetapi juga sebagai panduan seni budaya untuk “pelajaran hidup: pendidikan serta tataning ngaurip “aturan hidup”. Kehadiran wayang dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan khususnya dalam pembinaan moral generasi muda.
Wayang kulit merupakan salah satu sarana pendidikan yang berharga. Ini telah dilakukan sejak zaman orang-orang kudus. Wali yang menggunakan wayang sebagai media pengajaran antara lain Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga yang dikenal sering menggunakan sarana seni dan budaya untuk menarik simpati penonton.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah alat musik gamelan Jawa yang disebut Bonang. Bonang berasal dari suku kata Bon + Nang = babon + kemenangan = babon kemenangan = kemenangan utama. Sunan Bonang dikenal dalam proses reformasi seni pertunjukan wayang sebagai dalang yang mendakwahkan ajaran spiritual melalui pertunjukan wayang.
Menurut Priboni. K.H.R. Dalam Muhamad Adnan Marsaid, Sunan Bonang tidak hanya dikenal untuk mempelajari perkembangan ilmu, tetapi juga untuk memperbaiki aransemen gamelan atau mengubah irama lagu (Kangeng suhunan bonang hadamel suliluke ngelum, kalian hameha ricika Hing ganga, hutawi hameha hameha haemah engsel-seks).
Pendidikan moral selalu dihadirkan dalam setiap pementasan wayang, namun dalang tidak menyebutkannya secara terpisah. Wayang kulit merupakan kesenian yang tidak menggurui penontonnya, namun penonton dipersilakan untuk menilai siapa yang baik dan siapa yang buruk, karena setiap pertunjukan selalu menggunakan simbol-simbol yang terkandung dalam kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Teater boneka juga tidak terlepas dari nilai-nilai yang dikandungnya. Nilai yang terkandung antara lain dalam pertunjukan wayang malam:
(1) Nilai Religius. Wayang yang semula untuk memuja roh nenek moyang.
(2) Nilai Filosofis. Pergelaran wayang yang terdiri dari beberapa bagian atau adegan yang saling bertalian antara satu denganyang lain. Tiap-tiap bagian melambangkan fase atau tingkat tertentu dari kehidupan manusia. Bagian-bagian itu adalah:
(a) Jejer (adegan pertama), melambangkan kelahiran bayi dari kandungan ibu di atas dunia serta perkembangan masa anak remaja-anak remaja sampai meningkat menjadi dewasa;
(b) Perang gagal, melambangkan perjuangan manusia muda untuk melepaskan diri dari kesulitan serta penghalang dalam perkembangan hidupnya,
(c) Perang kembang, melambangkan peperangan antara “baik” dengan “buruk” yang akhirnya dimenangkan oleh pihak yang baik, sehingga tercapailah yang diidamkan oleh pihak yang baik. Perang kembang berlangsung setelah lepas tengah malam. Arti filosofisnya yaitu setelah orang mengakhiri masa muda sampailah pada masa dewasa,
ADVERTISEMENT
(d) Perang Brubuh, melambangkan perjuangan hidup manusia yang akhirnya mencapai kebahagiaan hidup serta penemuan jati diri,
(e) Tancep kayon, melambangkan berakhirnya kehidupan artinya pada akhirnya manusia mati, kembali ke alam baka menghadap Tuhan Yang Maha Esa.
(3) Nilai Kepahlawanan. Lakon dalam pertunjukan wayang yang bersumber pada Ramayana atau Mahabharata jelas bahwa mengandung nilai-nilai kepahlawanan.
(4) Nilai Pendidikan. Kandungan nilai pada pertunjukan wayang sangat luas, termasuk di dalamnya pendidikan etika atau pendidikan moral dan budi pekerti, pendidikan politik atau pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sosial dan lain sebagainya.
(5) Nilai Estetis. Dalam pertunjukan wayang jelas bahwa banyak mengandung nilai estetis atau nilai keindahan sebab pertunjukan wayang adalah seni budaya.
(6) Nilai Hiburan. Dalam acara pertunjukan wayang adegan banyolan banyak terkandung nilai hiburan karena memang seni.
ADVERTISEMENT
Wayang kulit juga merupakan sarana untuk menciptakan nilai-nilai karakter bangsa. Ketika kita disuguhkan berita tentang carut marutnya kehidupan bangsa ini yang tak kunjung usai, baik itu melalui televisi, internet, koran atau media lainnya, kita bisa sepakat bahwa keadaan ini lebih disebabkan oleh kurangnya kesadaran daripada pendidikan karakter. dari anak bangsa.
Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi garda terdepan sebagai penjaga karakter seringkali menghadirkan sosok-sosok yang lebih menggambarkan kekurangan karakter tersebut.
Bocornya soal-soal ujian nasional seantero negeri, upaya guru dan siswa memanfaatkan sumber daya apapun selagi ada, kasus plagiarisme yang baru-baru ini membuka mata para profesor dan doktor universitas bergengsi di negeri ini, dan masih banyak kejadian lainnya sepertinya. untuk mengkonfirmasi kecurigaan itu.
ADVERTISEMENT
Belum lagi berbagai kasus yang kini juga melibatkan pejabat, seperti penggelapan pajak dan kejahatan bank. Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya pendidikan karakter harus menjadi isu bangsa.
Nilai-nilai yang mendasari pertunjukan wayang berkaitan dengan nilai religi, nilai filosofis, nilai hiburan dan nilai estetika. Nilai-nilai religi masih diasosiasikan dengan beberapa dunia sosial dan pendidikan.
Wayang di masyarakat masih digunakan dalam acara-acara ritual keagamaan. Contoh: Safety, Denied Reinforcement, Thanksgiving, dll. Perubahan beberapa nilai dalam kehidupan masyarakat tidak mempengaruhi perubahan nilai filosofi wayang. Nilai rekreatif wayang masih bertahan di sebagian masyarakat Jawa.
Nilai-nilai kepahlawanan, perjuangan dan pengorbanan tanpa pamrih untuk lingkungan secara bertahap digantikan oleh nilai-nilai kapitalisme dan materialisme yang dibawa oleh globalisasi.
ADVERTISEMENT
Peran wayang sebagai alat pendidikan, khususnya pendidikan moral dan informasi, mulai berubah seiring dengan banyaknya media alternatif, dan tidak efektif sebagai alat pendidikan. Orang-orang dari generasi ke generasi memegang teguh tradisi dan budaya serta nilai-nilai luhur seperti ketuhanan, gotong royong, keadilan, refleksi, dll.
Hal ini tidak terlepas dari pengaruh agama dan pengaruh adat dan budaya Jawa yang masih melekat kuat pada masyarakat. Di berbagai daerah di Jawa terdapat tradisi yang masih dilestarikan secara turun temurun yaitu upacara ritual adat sebagai rasa syukur atas limpahan kebahagiaan yang diterima dari Tuhan dan juga sebagai penghormatan kepada leluhur.
Strategi dalang dalam pementasan wayang untuk menanamkan nilai-nilai moral selama pementasan berkisar pada keselamatan, pengingkaran terhadap ucapan terima kasih, yang banyak dilakukan saat ini dan melakukan beberapa inovasi mengingat banyak yang beranggapan demikian pada acara ini para penonton atau pendengarnya.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan boneka generasi tua atau muda. Acara ini merupakan sarana edukasi, hiburan dan kritik sosial yang efektif. Setiap bentuk, permainan, karakter dan segala sesuatu dalam seni pertunjukan wayang memiliki nilai-nilai yang dapat dianut.
Kesenian yang penuh filosofi dan simbolisme dalam setiap pertunjukannya merupakan ciri budaya Jawa. Pendidikan nilai dimunculkan dalam setiap kegiatan.
Dengan kata lain, pembentukan karakter juga dapat dilakukan melalui media seni pertunjukan, dan pembinaan tersebut tidak selalu dilakukan dalam suatu instansi atau lembaga.