Islamophobia Tersebar di US, Muhammad Razak Buktikan Dengan Pertukaran Pelajar

Konten dari Pengguna
27 April 2018 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wavi zihanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cikarang, (27/4/18) - Sebenarnya, jauh sebelum masa kepemimpinan Donald Trump, mereka yang memiliki nama Muslim sulit untuk bisa pergi ke Amerika. Seperti contoh nama Muhammad dan Siti. Namun semenjak dibawah kepemimpinan Donald Trump. Masyarakat khususnya di Indonesia yang beragama Muslim dan memiliki nama Muslim kecewa dengan kebijakan Trump yang melarang beberapa negara yang mayoritasnya adalah Muslim untuk datang ke Amerika. Hal tersebut semakin membuat ambisi mereka menurun.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari sebuah media online, Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memerintahkan untuk menghentikan sementara penerimaan imigran dari tujuh negara Muslim di dunia. Meski tidak termasuk dalam daftar tersebut, Indonesia tetap akan terkena dampak tidak langsung dari kebijakan ini.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut perintah eksekutif ini bisa berdampak negatif pada warga Muslim Indonesia yang hendak berangkat ke Amerika.
"Kalau kita (Indonesia), efeknya secara langsung pasti tidak besar karena tidak termasuk di situ, tapi bisa juga menambahkan kecurigaan, khususnya untuk yang Islam," kata Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (31/1).
Namun inilah yang dilakukan oleh seorang remaja pria asal Samarinda. Berdasarkan pengalamannya, ia mau membagikan ceritanya selama disana. Bahkan ia memberikan pendapat dan sarannya kepada para generasi penerus bangsa yang beragama muslim untuk tidak terpengaruhi dengan kebijakan Trump.
ADVERTISEMENT
Muhammad Razak, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UNIVERSITAS PRESIDEN menjadi salah satu yang terpilih untuk mengikuti pertukaran pelajar ke Amerika Serikat setelah mengikuti 3 tahapan yang ia jalani pada saat duduk dibangku sekolah SMA 10 SAMARINDA. Usianya saat itu 16 tahun dan menjalani kehidupannya di Amerika selama 1 tahun dengan belajar dan bersosialisasi juga menambah pengalamannya dalam memahami budaya disana khususnya dengan teman-teman sebayanya.
Berawal dari sebuah yayasan yaitu Bina Antar Budaya yang bekerja sama dengan American Field Service Chapter di Samarinda membuka kesempatan kepada siswa-siswi yang punya mimpi ke Amerika dan belajar disana. Ia mengikuti beberapa tes seleksi seperti tes kepribadian yang tujuannya untuk mengetahui apakah kepribadiannya mampu beradaptasi dan dapat menjadi agent of change disana.
ADVERTISEMENT
Berikutnya adalah tahap seleksi kedua yaitu social project, ia diminta untuk menyelesaikan sebuah project dengan tim nya yang dipilih secara acak dengan tujuan untuk mengetahui apakah mereka mampu bekerja secara tim dan tidak arogan atau egois. Bukan dengan tujuan untuk melihat siapa yang menang dan siapa yang kalah. Diakhiri dengan tes seleksi yang ketiga yaitu serangkaian tes tulisan dan lisan atau interview.
3 tahapan tes tersebut mampu dihadapinya dengan mudah. Dirinya selalu percaya dan optimis meskipun saat itu dirinya mengaku belum bisa berbahasa inggris dengan sempurna.
Tak banyak kesulitan yang ia hadapi saat harus mempersiapkan segalanya untuk bisa pergi kesana. Seperti urusan Visa dan Paspor yang sedikit banyak telah dihandle oleh pihak AFS. Namun kesulitan-kesulitan mulai dihadapinya ketika berada di Amerikat Serikat.
ADVERTISEMENT
Sesampainya disana, pria yang akrab disapa Razak ini menjalani orientasi selama 3 hari terkait dengan lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan sekolahnya dan lain sebagainya. Ia bertemu dengan banyak teman baru disana yang sangat welcome dan open minded sekaligus menyenangkan. Ia menghabiskan waktunya disana dengan belajar, berorganisasi, bersosialisasi dan bermain. Namun tak sedikit pula dari teman-temannya yang stereotip meledeknya ketika tahu bahwa dirinya adalah seorang Muslim. Bahkan tanpa diberitahu pun sebagian dari mereka sudah menyadari bahwa Razak adalah seorang Muslim karena terdapat Muhammad pada nama depannya.
“Kadang mereka tuh bikin jokes-jokes meneriakkan, Allahuakbar! Allahuakbar! Dan tiba tiba mereka mengeluarkan suara boom! Seakan ada bom meledak gitu.”
Selain itu, ia menjelaskan pula bagaimana masyarakat disana memiliki ketakutan yang sudah tidak rasional lagi terhadap hal-hal yang berbau islam.
ADVERTISEMENT
“Jadi waktu itu gue lagi ekskul futsal sama temen-temen gue disana, nah tiba-tiba alarm adzan di hp gue bunyi dan mereka kaget sampai histeris. Gue langsung minta mereka untuk tenang dan gue jelasin ke mereka kalo ini cuma suara dari alarm di hp gue aja. There’s nothing wrong men.”
Banyak dari mereka yang mempertanyakan hal-hal yang diluar dugaan razak seperti “kenapa kamu ko mau tinggal di Indonesia? Saya bisa terbunuh kalo tinggal disana.”
Terlebih banyak pula dari mereka yang tidak tahu negara Indonesia, bahkan mereka lebih mengenal Bali.
Namun akhirnya, Razak memilih untuk merubah mindest mereka dengan melakukan pendekatan lebih, terbukti dengan salah satu foto diatas dari sebuah akun milik temannya disana @jonny_rank. Dengan berani ia menjelaskan kepada masyarakat disana khususnya teman-temannya bahwa teroris bukan Muslim dan Muslim bukan teroris. Ia menjelaskan beberapa hal tentang Muslim, seperti mengapa kita harus sholat lima waktu dan mengapa seseorang wanita Muslim harus memakai hijab. Seorang wanita yang juga temannya disana terenyuh ketika Razak memaparkan alasan mengapa wanita Muslim harus memakai hijab.
ADVERTISEMENT
“Mengapa wanita Muslim harus memakai hijab? Itu untuk keselamatannya agar ia terlindung dari niat jahat para lelaki. Hijab itu untuk melindungi dan menyelamatkan wanita Muslim.” Ujar Razak kala itu kepada teman wanitanya disana.
Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UNIVERSITAS PRESIDEN ini belajar mengenai ilmu politik, dan baginya kebijakan yang dibuat Trump terkait dengan imigrasi adalah sebuah strategi politiknya untuk keperluan publisitas. Setelah membuat kebijakan tersebut Donald Trump dapat dikenal oleh hampir seluruh kalangan di dunia dengan begitu mudahnya. Lalu, tak sulit baginya ketika membutuhkan publisitas karena namanya sudah cukup dikenal terkait dengan kebijakannya tersebut yang menuai banyak kontroversi.
Menurut Razak. tidak ada alasan untuk para generasi penerus bangsa yang beragama Muslim memupuskan harapan dan mimpinya untuk pergi Amerika.
ADVERTISEMENT
“Ini lah yang salah dari kebanyakan orang Indonesia, kebanyakan dari mereka sudah takut duluan untuk menghadapi tes yang berbahasa Inggris. Mereka sudah tidak percaya diri duluan. Padahal tes nya tidak akan sesusah yang dibayangkan”
"Intinya adalah, anda harus memiliki skill dan tujuan yang jelas ketika hendak berkunjung dan menetap disana untuk beberapa waktu. Dan anda harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, open minded, kemauan keras dan toleransi yang besar satu sama lain. Tak perlu takut di-bully, karena kamu tidak akan sendiri disana. Masih banyak dari mereka yang memiliki respect tinggi terhadap kaum Muslim." Ucap Razak dengan tegas.
“Gue pernah dipersilahkan sholat disebuah gereja waktu ada kegiatan sosial. Dan mereka dengan sangat welcome membantu mencarikan ruangan kosong dan bersih.”
ADVERTISEMENT
“Jangan takut bermimpi dan patahkan stereotip itu ! Ketika anda menjadi kaum minoritas, anda akan lebih bijak lagi dengan kaum minoritas lainnya “ menurut Muhammad Razak.
- It’s not about the place. Ini adalah tentang apa yang anda cari dan itulah yang anda dapat -