Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
PLTS Apung, Sebuah Solusi Keterbatasan Lahan Pembangunan PLTS
26 Februari 2022 16:35 WIB
Tulisan dari Muhammad Wavi Mulya Fikri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konsumsi energi di Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh energi fosil. Dampak negatif dari penggunaan energi fosil tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Salah satu solusinya adalah memanfaatkan penggunaan energi surya yang memiliki potensi sebesar 207,8 GW. Namun dalam pengembangannya terdapat beberapa kendala salah satunya adalah keterbatasan lahan. Lantas, apakah penggunaan PLTS apung dapat menjadi solusi dari keterbatasan lahan pembangunan PLTS?
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki bayak potensi energi terbarukan diantaranya adalah energi surya, hidro, bayu, bioenergi, panas bumi, dan samudra. Namun saat ini persentase penggunaan EBT di Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2020 terhitung konsumsi EBT di Indonesia masih di angka 11 %. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat potensi EBT yang ada di Indonesia sebesar 417,8 GW dan yang dimanfaatkan saat ini hanya sebesar 10,24 GW atau tepatnya 2,5% dari total potensi EBT yang ada.
Dari beberapa potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia, energi surya menjadi salah satu EBT dengan potensi terbesar dan merupakan EBT yang paling mudah dan realistis untuk dikembangkan di Indonesia.
Namun, dalam pengembangan PLTS di Indonesia tentu terdapat beberapa kendala. Diantaranya pengembangan PLTS membutuhkan lahan yang cukup luas dan terhindar dari gangguan bayangan sekitar untuk menghindari shading.
ADVERTISEMENT
Memanfaatkan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas 2/3 yang merupakan perairan menjadikan PLTS apung sebagai sebuah solusi dari permasalahan keterbatasan lahan dalam pembangunan PLTS. PLTS apung merupakan sebuah PLTS terpusat yang diletakkan terapung diatas air. Umumnya PLTS apung dapat di instalasikan di waduk, danau, laut, dan sebagainya.
Karena dipasang diatas air maka PLTS apung memiliki keunggulan yaitu suhu lingkungan yang lebih rendah karena pendinginan secara alami oleh air membuat sistem akan bekerja lebih efektif. Efisiensi yang dihasilkan oleh pendinginan alami tersebut 11% lebih tinggi dibandingkan penggunaan panel surya yang diletakkan diatas tanah maupun diatas atap.
Selain hal diatas sebenarnya masih banyak keunggulan yang ditawarkan oleh PLTS apung diantaranya adalah dapat mengurangi penguapan air, menghambat pertumbuhan alga, pantulan dari permukaan air yang dapat meningkatkan iradians surya yang diterima oleh modul dan dapat meningkatkan energi yang dihasilkan, biaya struktur penampung yang lebih murah dibanding biaya persiapan serta akusisi lahan pada PLTS ground-mounted, dan banyak lagi keunggulan lainnya.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam instalasinya PLTS apung juga memiliki tantangan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya membutuhkan kapal dan teknisi penyelam yang mampu melakukan maintenance pada sistem. Cahaya matahari yang terhalangi oleh panel juga dapat mempengaruhi dampak lingkungan terhadap ekosistem dibawahnya. Keamanan juga perlu diperhatikan pada sistem PLTS apung dan komponen yang digunakan harus memiliki kualitas yang tinggi karena terdapat beberapa komponen yang berada didalam air. Selanjutnya sistem memiliki resiko terkena dampak aktivitas alam seperti ombak tinggi, badai, tsunami, topan, dan lainnya yang berdampak pada kerusakan sistem. Potensi korosi pada komponen juga lebih tinggi dibanding PLTS ground-mounted sehingga dapat mempengaruhi umur operasi dari PLTS apung.
Pada prinsipnya sebenarnya sistem instalasi PLTS apung tidak berbeda jauh dengan PLTS ground-mounted. Komponen pada sistem PLTS terapung terdiri dari modul surya, platform apung/floater/pontoon, sistem mooring, inverter, power conditiones station (di darat atau di atas perairan), pengkabelan, infrastruktur interkoneksi jaringan, fasilitas pendukung, pusat meteorologi (sejajar dengan PLTS terapung), remote monitoring, dan sistem pengumpulan data.
ADVERTISEMENT
Floater pada PLTS apung biasanya terbuat dari fiber reinforced plastic (RFP), Medium density polyethylene (MDPE), atau high density thermoplastic (HDPE). Dan komponen pada PLTS apung harus mempunyai rating IP 67.
Sebenarnya, PLTS apung bukanlah teknologi yang baru, namun penerapan PLTS apung hingga saat ini masih sangat sedikit diaplikasikan di Indonesia. Sumber literatur baik di level nasional dan internasional masih sangat sedikit terkait instalasi PLTS apung.
Proses pengembangan PLTS apung dianggap jauh lebih menantang dibanding pengembangan PLTS atap maupun PLTS ground-mounted. Proses instalasinya lebih rumit dibanding PLTS ground-mounted terutama dalam hal pengamanan sistem kelistrikan, sistem anchoring dan mooring.
Berdasarkan rencana transisi energi yang akan dilakukan oleh pemerintah maka PLTS apung menjadi salah satu opsi yang harus dikembangkan. Berdasarkan data yang didapat dari kanal Kementrian ESDM, potensi pengembangan PLTS terapung mencapai 26,65 GW dan tersebar di 271 lokasi di Indonesia. Potensi yang dimiliki ini harus dimanfaatkan secara maksimal mengingat capaian net zero emission Indonesia pada tahun 2060.
ADVERTISEMENT
Saat ini pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah merancang buku panduan perancangan PLTS apung. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah melalui kementrian ESDM sudah mulai melirik potensi yang dimiliki oleh PLTS apung yang ada di Indonesia dan dengan harapan Indonesia mampu memanfaatkan secara maksimal akan potensi dari PLTS Apung yang ada di Indonesia.
Sumber :