Konten dari Pengguna

Demokrasi, Sejahterakan Rakyat?

Wawan Darmawan
Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tahun 1994 Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan. Profesi sekarang sebagai Penulis Lepas dan Pernah Menjadi Kontributor Buku Masyarakat vs Negara, Paradigma baru Membatasi Dominasi Negara, Kompas, 1999
15 Agustus 2022 21:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wawan Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JIKA kita berbicara demokrasi, di antara yang terbayang adalah sebuah cita-cita bagaimana kesejahteraan rakyat bisa tercapai maksimal. Demokrasi dijadikan jalan menuju terciptanya kesejahteraan rakyat. Nama Demokrasi dalam setiap tulisan baik itu artikel, makalah ilmiah maupun diskusi-diskusi para politisi partai politik baik yang menjadi pengurus partai maupun para politisi legislatif kerap disebut sebagai obat mujarab untuk sejahterakan rakyat. Benarkah demikian itu?
ADVERTISEMENT
Benarkah Demokrasi menjadi pintu menuju kesejahteraan rakyat? Apakah hajat pelaksanaan Pilkada, Pileg dan Pilpres yang notabene bagian dari penegakan Demokrasi adalah obat mujarab menuju Negara dan Rakyat yang sejahtera?
Rentetan pertanyaan ini kerap mengemuka dalam obrolan-obrolan ringan warung kopi di masyarakat. Tentu saja pertanyaan-pertanyaan kritis ini wajar muncul mengingat perhelatan demokrasi, seperti halnya pelaksanaan Pilkada serentak bukan tidak membutuhkan biaya yang besar. Jelas-jelas membutuhkan biaya yang besar, karena dilaksanakan secara langsung, yang membutuhkan biaya-biaya yang menyertainya. Khususnya biaya untuk mengenalkan calon ke masyarakat.
Tidak heran dalam obrolan tersebut tercetus misalnya membandingkan pilkada yang dipilih para anggota dewan dengan pilkada langsung yang dipilih masyarakat luas. Membandingkan biaya yang menyertai pola pemilihan oleh dewan saja dengan biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah -- dalam hal ini panitia KPU dan oleh calon yang ikut kompetisi.
ADVERTISEMENT
Betapa besar biaya yang dibutuhkan – misalnya untuk biaya mengenalkan calon berupa biaya perlengkapan Alat Peraga Kampanye (APK) baik itu berupa sepanduk, baligo, flayer, poster, iklan di media cetak dan elektronik. Lain halnya jika calon kepala daerah dipilih oleh anggota legislatif, yang hanya membutuhkan biaya pengenalan dan lobi-lobi ke para anggota dewan.
Hanya masalahnya, kadung dulu ada dugaan dimasyarakat bahwa hasil pilkada yang dipilih para anggota dewan yang terhormat pun kerap berbeda pilihan dengan keinginan arus besar publik. Siapa yang dipilih para anggota dewan adakalanya publik kurang menerima. Sehingga publik pun menduga-duga bahwa pemilihan kepala daerah oleh dewan lebih bersifat elitis manfaatnya, karena kepala daerah yang terpilih tidak melibatkan masyarakat luas dan dipandang tidak mempunyai komitmen publik.
ADVERTISEMENT
Maka komitmen dan janji politik seorang calon kepala daerah secara langsung terucap dan terikrar di depan rakyat secara langsung. Ini manfaat yang menurut sebagian pakar jauh lebih pro rakyat ketimbang pemilihan oleh anggota legislatif.
Begitu juga sebaliknya, beberapa pakar dan masyarakat menilai, bahwa pemilihan langsung membutuhkan biaya yang jauh lebih besar. Tentu saja harus ada biaya besar dan itu lagi-lagi mencari sumber dari berbagai sumber pendanaan yang dipandang juga rawan dimanfaatkan oleh kekuatan politik atau kekuatan bisnis tertentu yang menjadi penyandang dananya.
Sumber:Koleksi Photo Pribadi Wawan Darmawan, Agustus 2022
Jika penyandang dana tersebut menjadi sponsor tunggal dipastikan ketika kepala daerah tersebut memenangkan pilkada maka dia akan menagih janji pembayaran atau menuntut balas jasa atas dana yang telah digelontorkannya. Kenyataan ini membuat seorang kepala daerah dikhawatirkan akan tersandera oleh sponsor tersebut.
ADVERTISEMENT
Apapun perbedaan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan yang dipilih para anggota legislatif, mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi substansinya adalah apakah demokrasi yang sudah kita jalankan baik untuk memilih kepala daerah maupun memilih para anggota legislative sebagai wakil rakyat benar-benar merupakan obat mujarab untuk mensejahterakan rakyat. Apa bedanya produksi peran dan fungsi lembaga legislatif dalam setiap periode terhadap kesejahteraan rakyat. Apa bedanya peran dan fungsi keberadaan setiap partai politik yang satu dengan lainnya dalam menjalankan demokrasi, sehingga berefek terhadap upaya mensejahterakan rakyat.
Jika beda dan mempunyai kelebihan yang berbeda, tentu saja pesta demokrasi akan jauh menjadi lebih menarik sebagai terminal pesta rakyat dalam memberikan sejumlah tawaran. Pesta demokrasi pemilihan legislatif yang akan dilaksanakan tahun depan, April 2019, yang saat ini sedang pada fase publikasi daftar calon sementara (dcs) oleh KPU akan jauh mempunyai kualitas yang baik jika saja partai politik mempunyai calon-calon legislatif yang mempunyai idealisme, konsep dan cita-cita luhur mensejahterakan rakyat.
ADVERTISEMENT
Persoalannya adalah bagaimana agar partai politik dan para calon legislatif yang mempunyai niat dan tujuan mulia tersebut justru mendapatkan tempat dan dipilih oleh rakyat. Bagaimana caranya agar pemilihan legislatif ini, bukan dimenangkan oleh siapa dan kelompok mana yang dipandang mempunyai dana yang besar untuk “membeli” suara rakyat dengan pemberian suatu hal yang subtansinya justru rakyat juga yang akan dirugikan.
Bagaimana caranya agar rakyat sadar bahwa menerima suatu barang dan ditukar dengan suara, sama halnya model transaksi jual-beli di pasar di mana urusan semunya menjadi selesai saat transaksi. Dan anggota legislatif yang terpilih pun punya alasan yang masuk akal jika tidak perlu lagi datang dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya selama lima tahun karena sudah merasa telah “membeli” suara dan dukungan rakyat dengan sejumlah dana dan fasilitas yang telah diberikan. Sementara aspirasi rakyat dan perjuangan demokrasi agar rakyat sejahtera justru baru akan tercapai jika pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pihak eksekutif berhasil diawasi dan diarahkan para anggota legislatif sesuai visi, misi dan program yang sudah dikampanyekan dan dikomitmenkan dengan basis pemilihnya.
ADVERTISEMENT
Di sinilah pesta demokrasi itu sejatinya adalah obat mujarab untuk mensejahterakan rakyat jika komitmennya adalah bagaimana partai politik dan para calegnya justru membuat gagasan-gagasan baru soal bagaimana mensejahterakan rakyat. Bagaimana para caleg-calegnya berkomitmen bersama untuk membuat terobosan agar lembaga legislatif di lima tahun yang akan datang justru harus lebih berkualitas dan berbeda kualitas dan hasilnya dengan periode-periode sebelumnya.
Ukurannya tentu saja misalnya bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Secara kuantitatif bagaimana frekuensi peran dan fungsi lembaga legislatif bisa tercermin dari munculnya perda-perda Inisiatif dewan yang lebih pro rakyat dalam berbagai bidang.
Secara kualitatif bagaimana isi, narasi perda, dan kualitas pikiran-pikiran para anggota legislatif jauh lebih cerdas, kritis dan diperhitungkan menjadi bahan penting hadirnya regulasi-regulasi baru tentang bagaimana rakyat sejahtera. Itulah hakikat Demokrasi bisa menjadi obat mujarab mensejahterakan rakyat.
ADVERTISEMENT
* Penulis adalah Aktivis Yayasan KASOKA Cita Insani, Majalengka