Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Joni Belu, Kau Membuat Kami Semua Termangu dan Tiada Arti
20 Agustus 2018 6:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari wendibudi raharjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Joni diapit Pejabat Kementerian Luar Negeri (kiri) dan Wakil Bupati Beli (kanan)
ADVERTISEMENT
Jumat lalu Indonesia heboh lantaran saat itu peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-73 tanggal 17 Agustus 2018 para pemimpin negara dan masyarakat se-negara ini disuguhi tontonan langka dan spektakuler dari bumi Nusa Tenggara Timur.
Tontonan yang pastinya memercik masalah dan kritikan maha dahsyat apabila seumpamanya, amit-amit, jalannya tontonan itu berakhir tragis tidak seperti saat ini.
Melalui Yohanes Gama Marchal Lau (Joni), Jakarta dibuatnya heboh dari kejauhan di Belu, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Pantai Mota’ain, Desa Silawan, yang terletak di perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Bagaikan Spiderman, si Joni dengan sigap berlari telanjang kaki dari arah pojok kanan lapangan menuju tiang bendera Upacara 17 Agustus, dan langsung hup hup hup memanjat tiang itu hingga ke puncaknya.
ADVERTISEMENT
Dia tampak lincah nan gesit mengangkat tangannya supaya perlahan tapi pasti panjatannya bertambah tinggi, disertai jepitan kaki di tiang yang kuat untuk menyangga tubuhnya yang kecil.
Sekitar hampir setengah tiang, dirinya sempat berhenti dan memandang ke arah mimbar utama. Di situ ada Wakil Bupati Belu sebagai Inspektur Upacara, para pejabat daerah, dan pejabat eselon 2 Kementerian Luar Negeri dengan kita-kita para diplomat yang tengah kunjungan Community Service ke Belu.
Saat berhenti itulah kulihat dirinya tersenyum tapi terengah-engah karena tampak lelah. Kupikir dia akan berhenti dan turun karena Inspektur Upacara suruh dia untuk tidak teruskan karena tentulah khawatir akan keselamatannya.
“Turun adek, turun”, kata sang Wakil Bupati.
Tapi aku salah mengira dan mungkin juga sang Wakil Bupati.
ADVERTISEMENT
Bocah kelas 1 SMPN Silawan itu tetap memanjat hingga berhasil mengambil logam kaitan bendera yang terjepit di katrol atas. Lalu digigitnya tali dan perlahan dirinya meluncur turun dengan disambut tepuk tangan masyarakat
Lancarlah Upacara 17 Agustus dengan tetap terkibarnya bendera Merah Putih di Pantai Mota’ain. Semua peserta upacara menjadi lega, terlebih guru-guru Joni.
Joni ketika bersiap menuju Kupang dan dilanjutkan ke Jakarta untuk menghadiri Opening Asian Games 2018.
Hati saya campur aduk tak karuan melihat live aksi Joni dari Belu ini.
Duduk di mimbar utama, saya dan 31 diplomat lain menjadi saksi peristiwa heroik tak terlupakan.
Perasaan kaget, khawatir, was-was bercampur kagum dan takjub menghinggapi kita semua.
ADVERTISEMENT
Khawatir karena Joni masih kecil dan si tiang bendera tampak kegelian dengan meliuk-liuk ketika Joni mulai berada pada setengah ketinggiannya. Seakan-akan ingin menghempaskan tubuh kecil Joni.
Apalagi saat berada di puncaknya, tiang makin tambah bergoyang disertai tiupan angin pantai.
Tapi berkat kemahirannya memanjat dan dipandu oleh petugas di bawah, Joni tetap tenang dan berpegang kuat hingga akhirnya mampu menaklukkannya dan membawa turun katrol tali yang tersangkut.
Ketika dirinya kembali menginjak bumi, barulah kita semua merasa kagum dan takjub.
Seakan-akan lupa bahwa beberapa menit lalu merasa super khawatir dan was-was, bahkan sempat berpikiran buruk.
Ya betul…kagum dan takjub akhirnya menyelimuti kita semua, khususnya kita-kita yang dari Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kagum dan takjub karena tiada disangka kita yang datang dari Jakarta hendak berbagi ilmu dan pengalaman kepada anak-anak di pinggiran perbatasan justru malah sebaliknya.
Kita yang dipertontonkan aksi berbahaya oleh seorang Joni yang sarat dengan berbagai hikmah dan pelajaran positif yang menyentuh hati layak dipetik dan dicontoh.
Bukan berarti bahwa anak-anak kita harus jago panjat pohon atau tiang tapi secara sederhana si Joni Belu telah menggugah kita sebagai bangsa untuk tidak lupa pada nilai-nilai kegigihan, sukarela, pantang menyerah, dan cinta tanah air.
Nilai-nilai yang tidak hanya dibutuhkan dalam upaya memajukan pembangunan ekonomi bangsa dan negara, namun perlu dilestarikan untuk meneguhkan jati diri bangsa yang majemuk dengan semangat kerukunan antara anak-anak bangsa dibawah Bhinneka Tunggal Ika, kini dan sepanjang masa.
ADVERTISEMENT
Apalagi aksi Spiderman a la Joni Belu itu terjadi saat momentum Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-73 di Belu. Kota yang terletak nun jauh dari Jakarta yang kini tengah sumpek dengan hingar bingar perpolitikan nasional.
Orang setempat bilangnya Rai Belu yang artinya Rai adalah Tanah dan Belu adalah Sahabat, sehingga menjadi “Tanah Sahabat”.
Tidak dipungkiri kini nilai-nilai persahabatan dan persaudaraan nasional tengah mendapat tantangan dahsyat, entah itu karena perbedaan politik atau lain sebagainya.
Joni bersama diplomat Kementerian Luar Negeri yang tengah melakukan Community Service di Belu.
Karena itulah semoga apa yang dilakukan si Joni dari “Tanah Sahabat” dengan menyelamatkan bendera merah putih mampu ditarik suatu makna renungan yang tulus.
ADVERTISEMENT
Suatu renungan yang dapat mengajak anak-anak bangsa yang berbeda-beda untuk selalu mempertahankan persahabatan dan persaudaraan nusantara dibawah naungan bendera merah putih.
Jikalau anak-anak di pinggiran perbatasan seperti Joni dari Belu dengan himpitan keterbatasan fasilitas kehidupan mampu menghadirkan semangat juang nan patriotik tinggi, pastilah anak-anak daerah lain yang kondisi lebih maju tak kalah mampu menghadirkan prestasi-prestasi perjuangannya masing-masing untuk kemajuan bangsa.
Dan tentunya, karena Joni Belu lah kita-kita semua yang sudah merasa besar dan hebat bisa menjadi duduk termangu dan tiada arti.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-73.