Kisah Para Pahlawan Korporasi Penakluk Krisis

Konten dari Pengguna
8 Januari 2024 17:51 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wendiyanto Saputro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku 'The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis' karya Karnoto Mohamad. Foto: Wendiyanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Buku 'The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis' karya Karnoto Mohamad. Foto: Wendiyanto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Judul: The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis
ADVERTISEMENT
Penulis: Karnoto Mohamad
Penerbit: PT Infoarta Pratama
Cetakan Pertama: Desember 2023
*****
Kisah heroisme selalu punya daya tarik buat publik. Lihatlah cerita-cerita kepahlawanan dalam kitab suci. Demikian juga kisah perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan setiap bangsa.
Menurut saya, salah satu alasannya karena kisah kepahlawanan -dalam konteks apa pun- selalu punya dua elemen utama sebuah drama. Termasuk heroisme yang ditulis kawan saya, Karnoto Mohamad, dalam buku ‘The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis.
Buku yang disebut penulisnya sebagai cerita-cerita kepemimpinan (A book on leadership stories) itu juga punya dua elemen utama dari sebuah drama. Pertama, konflik. Yakni suatu kondisi sulit yang memicu pertentangan dan sederet dilemma, untuk keluar darinya. Kesulitan inilah yang kemudian memunculkan elemen utama lainnya dari sebuah drama.
ADVERTISEMENT
Yakni elemen kedua, ketokohan atau pahlawan (Hero). Pahlawan ini adalah sosok yang berhasil menginspirasi atau bahkan memimpin langsung berbagai inisiatif untuk mengatasi kondisi sulit, untuk kemudian membaliknya jadi kesuksesan.
Seperti kisah kebaikan melawan keburukan dalam kitab suci atau kisah para pahlawan melawan penindas dalam perjuangan kemerdekaan sebuah bangsa, kisah-kisah sembilan pemimpin perusahaan (corporate leaders) yang ditulis Karnoto Mohamad sama memikatnya. Seperti kata Direktur Utama PermataBank, Meliza M. Rusli, “Buku ini bisa menjadi referensi yang berharga bagi para generasi muda yang akan menjadi pemimpin bisnis masa depan.”
Soal generasi muda yang digarisbawahi Meliza M. Rusli, sejalan dengan program The CEO di kumparan. Program video di akun Youtube kumparan yang berisi wawancara khusus dengan para CEO terkemuka itu, juga ternyata diminati anak-anak muda. Padahal narasumbernya tak melulu CEO muda. Untuk menyebut beberapa di antaranya, seperti Edward Tirtanata (Kopi Kenangan) atau Nicko Widjaja (BRI Ventures).
ADVERTISEMENT
Ketika program itu menampilkan narasumber CEO yang sudah matang, malang melintang di dunia korporasi, ternyata juga punya traffic bagus dan digemari audiens muda. Sebut saja Silmy Karim saat masih menjabat Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Prijono Soegiarto (Astra International), atau Jahja Setiaatmadja (BCA).
Dari data analitik yang diungkap tim konten marketing kumparan, program The CEO digemari banyak generasi muda, karena mereka mencari role model untuk meniti karier dan meraih sukses di dunia kerja/wirausaha. Sosok-sosok yang ditampilkan di The CEO, menjadi benchmark bagi mereka yang umumnya sedang studi sebagai mahasiswa, atau yang baru masuk dunia profesional sebagai pekerja, serta sedang merintis usaha.

Tantangan Menulis Kisah Tokoh Populer

Karnoto Mohamad, penulis buku 'The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis'. Foto: infobanknews.com
Demikian juga dengan sembilan corporate leaders yang ada dalam buku ini, mewakili beragam generasi. Mulai dari yang paling senior Mochtar Riady (94 tahun), Mu’min Ali Gunawan (85 tahun), dan Djohan Emir Setijoso (80 tahun), hingga generasi di bawahnya yang berusia 60-an dan 70-an tahun. Meski selisih umur pembaca generasi muda dengan mereka terbilang jauh, namun kisah para corporate leaders itu menyelesaikan krisis tetap relevan dan bernilai sebagai referensi.
ADVERTISEMENT
Apalagi sembilan tokoh yang ditulis Karnoto Mohamad, merupakan sosok-sosok yang populer. Selain nama-nama yang sudah disebut di atas, ada Dahlan Iskan, Agus D.W. Martowardojo, Batara Sianturi, Ridha D.M. Wirakusumah, Elia Massa Manik, dan Tigor M. Siahaan. Hampir seluruhnya berlatar belakang industri perbankan, kecuali Dahlan Iskan (Bisnis media) dan Elia Massa Manik (Industri migas).
Tantangan menulis buku berisi kisah tokoh-tokoh populer, adalah menghadirkan informasi yang benar-benar baru dan bernas. Pasalnya, mereka yang ditulis Karnoto Mohamad merupakan media darling. Corporate leaders itu acap kali tampil dan kiprahnya dipublikasikan media. Sisi personal, perjalanan karier, hingga keputusan bisnis yang mereka ambil sudah banyak jadi berita.
Apalagi seperti ditulis Karnoto Mohamad sendiri, buku ini ditulis dengan metode dan gaya jurnalisme. “Mengenai isi buku ini, saya tidak keberatan kalau buku ini disebut sebagai karya jurnalistik. Sebab, proses penyusunannya pun saya kerjakan dengan proses jurnalistik, dari memunculkan ide, menuliskan riset dan pustaka, melakukan wawancara, hingga menulis.” (Hal. vi)
ADVERTISEMENT
Tapi dengan perjalanan panjang selama 22 tahun Karnoto Mohamad sebagai wartawan keuangan dan perbankan, juga kedekatan personal dengan narsumber yang ditulisnya, saya pribadi menemukan sejumlah kebaruan dan informasi bernas tentang tokoh-tokoh yang ditulis di buku ini.
Agus D.W. Martowardojo. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Beberapa kisah yang diungkap merupakan cerita-cerita di ‘balik layar’. Hal yang tak akan diketahui jika penulis buku ‘The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis’ tak memiliki kedekatan istimewa dengan narasumber, hingga mau buka-bukaan. Seperti Agus D.W. Martowardojo yang awalnya menolak saat diminta meminta Bank Mandiri pada 2005. (Hal. 46)
Keengganan Agus saat itu mengambil alih kendali Bank Mandiri yang tengah dibelit kredit bermasalah hingga 25 persen, cukup beralasan. Karena dia tengah menikmati buah kerja kerasnya membenahi PermataBank. Pemegang saham utama bank tersebut yakni Standard Chartered dan Astra International, juga sangat memercayainya.
ADVERTISEMENT
Sementara tantangan di Bank Mandiri, seperti menariknya lagi turun ke titik nadir di industri perbankan. Bank hasil merger empat bank pelat merah pada 1999 tersebut, kembali terpuruk akibat penyaluran kredit yang tidak dilakukan secara prudent oleh jajaran direksinya. Akibatnya tak sekadar sulit secara kinerja korporasi, sejumlah petinggi Bank Mandiri juga harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Wajar kalau Agus awalnya enggan. Tapi pelibatan orang-orang dekat Agus seperti Goenarni Soeworo dan Aries Mufti untuk melobinya, membuat dia akhirnya luluh dan menerima tawaran Menteri BUMN saat itu, Soegiharto. Agus D.W. Martowardojo pun didapuk untuk memimpin Bank Mandiri dan melakukan pembenahan. Termasuk mengambil langkah tak lazim dengan mengumumkan secara terbuka ke media, para debitur kakap penunggak kredit ke Bank Mandiri. (Hal. 57)
ADVERTISEMENT
Secara deskriptif, Karnoto Mohamad juga menjelaskan awal pertemuan Lie Moe Tie atau Mochtar Riady dengan Liem Sioe Liong atau Sudono Salim. Duduk bersebelahan di satu pesawat dalam penerbangan ke Hong Kong pada medio Mei 1975, menjadi awal bagi kerja sama keduanya sebagai bankir profesional yang membenahi BCA dengan pemilik bank tersebut. (Hal. 175)

Para Pahlawan Penghalau Krisis

Krisis datang silih berganti. Bahkan seperti ditulis Chairman Info Bank Media Group Eko B. Supriyanto di prolog buku ini, siklusnya makin pendek. (Hal. xiii). Sementara Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menyebut “Krisis adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan bisnis.” (Hal. viii)
Pola seperti itu tak hanya terjadi di Indonesia. Apalagi krisis ekonomi dan keuangan, punya efek transmisi global yang sulit dilokalisir. Hal ini mengingat sistem ekonomi dan keuangan antarnegara saling terkait satu dengan yang lain. Hal ini dirasakan benar oleh Batara Sianturi yang selama 12 tahun jadi bankir global di berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Pada 2005, Citibank menugaskanya memimpin Citi Hungaria. Saat itu ekonomi negara Eropa Timur tersebut baik-baik saja, sampai krisis finansial global pada Oktober 2008 ikut menyeret Hungaria. Dampak yang dirasakan jauh lebih buruk karena fundamental ekonomi Hungaria juga tidak baik-baik saja. Utang pemerintah sangat besar, defisit fiskal lebar, inflasi tinggi, serta sederet persoalan di sektor moneter lainnya. (Hal. 81)
Ilustrasi krisis ekonomi. Foto: Shutterstock
Yang lebih menantang sebagai bankir di negara orang, tentu lebih merasakan suasana kesepian, di tengah tekanan krisis. Ini berbeda dengan bankir yang berkiprah di negara sendiri, di mana bisa punya banyak teman diskusi. “Kendati dia seorang global banker yang selalu siap melanglang buana di posisi puncak di negara lain, Batara adalah manusia pada umumnya yang terkadang membutuhkan teman bercerita.” (Hal. 76)
ADVERTISEMENT
Faktor keluarga menjadi salah satu variabel dukungan penting bagi para corporate leaders melewati krisis. Tak hanya keluarga dalam konteks istri dan anak-anak seperti yang dialami Batara Sianturi, tapi juga keluarga yang mencakup orang tua dan kakak/adik, sebagai awal lingkup pendidikan yang membentuk karakter. Hal ini seperti dialami pendiri PaninBank, Mu’min Ali Gunawan.
“Mo Ming, sapaan Lie Mo Ming atau Mu’min Ali Gunawan, adalah pribadi sederhana, rendah hati, dan mau belajar. Anak keempat dari lima bersaudata ini terlahir dari keluarga pedagang asal Tiongkok yang merantau ke Indonesia bernama Lie A Mie.” (Hal. 187)
Pendidikan keluarga mendrongnya jadi pekerja keras sejak belia. Dari pulang sekolah, dia sudah membantu usaha toko kelontong keluarganya. Latar belakang itu yang membuatnya berhasil mendirikan PaninBank pada 1970. Tak hanya itu, Mu’min Ali Gunawan sukses membawa bank-nya melewati krisis ekonomi mahadahsyat 1998, tanpa bantuan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Ihwal nama lokalnya Mu’min Ali Gunawan, dijelaskan karena dia lahir di Jember, Jawa Timur, pada 12 Maret 1939. Jember punya populasi penduduk muslim kuat, khususnya Nahdlatul Ulama (NU). Hal itu yang membuat ibunya memberikan nama lokal Mu’min Ali yang artinya ‘Putra terpuji yang beriman’. Di belakang itu, ibunya juga menyematkan nama mendiang ayahnya, Gunawan.
Di luar dukungan keluarga yang membentuk karakter, satu hal yang saya lihat dari para corporate leaders yang layak menyandang predikat pahlawan penghalau krisis, adalah dukungan pendidikan yang mumpuni. Meskipun kadang pendidikan itu tak sejalan dengan kiprah profesionalnya, tapi tetap berkontribusi penting memberi pengetahuan, sehingga bisa sukses jadi pemimpin korporasi.
Batara Sianturi misalnya, punya latar belakang pendidikan sarjana dan magister di bidang teknik kimia. Ridha D.M. Wirakusumah juga punya latar belakang pendidikan yang jauh dari perbankan, yakni teknik elektro. Baru di jenjang magister dan doktor dia mengambil spesialisasi manajemen bisnis.
ADVERTISEMENT
Pentingnya pendidikan ini diakui oleh Elia Massa Manik, yang dikenal bertangan midas dalam menyelamatkan perusahaan-perusahaan karam. “Kunci keberhasilannya dalam memimpin berpatokan pada tiga hal: knowledge (pengetahuan), speed (kecepatan), dan guts (keberanian).” (Hal. 139)

Nilai Kebijakan Pemimpin Bisnis Terkemuka

Komisaris Utama BCA, Djohan Emir Setijoso. Foto: bca.co.id
Bukan sekadar menuturkan kisah karier dan kiat kepemimpinan melampaui krisis, para pembaca juga disuguhi sejumlah nilai-nilai filosofis yang dianut para corporate leaders dalam mengarungi kehidupan. Pada bagian pengantar, Jahja Setiaatmadja, bicara soal perubahan sebagai hal yang mutlak.
“Ketika kita berbicara tentang manajemen krisis perusahaan, kita berbicara tentang kemampuan beradaptasi dan bertahan di tengah badai.” (Hal. ix).
Satu hal yang penting menjadi pelajaran khususnya buat generasi muda, juga soal nilai rendah hati yang harus dipertahankan di balik riuh tepuk tangan publik yang menilai kesuksesan pemimpin perusahaan. Hal itu sangat teguh dianut dan dijalankan Djohan Emir Setijoso, yang sukses mengantarkan BCA menjauh dari tubir krisis moneter 1998.
ADVERTISEMENT
“Sang penyelamat itu berkali-kali menolak dikatakan seperti itu. Tapi, dia tidak bisa mencegah orangberpandangan begitu. Karena, orang memang melihat bahwa pada kenyataannya Setijoso sangat berperan menggiring BCA menjauh dari bibir jurang krisis yang sangat dalam. D.E. setijoso tidak hanya berhasil memimpin penyelamatan BCA dari jurang krisis 1998, tapi juga mengawali sejarah baru.” (Hal. 133)
Tentu masih ada berderet-deret kisah heroisme di balik kesuksesan sebuah korpoasi melewati krisis, yang bisa ditulis. Di luar sembilan nama pemimpin korporasi yang ditulis di buku ‘The Art of Leadership in Crisis: Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis’, tentu masih ada nama-nama lain. Kalau pun yang diangkat sebatas sembilan nama, penulis menetapkan sejumlah kriteria.
ADVERTISEMENT
“Pemimpin perusahaan yang ditulis dalam buku ini adalah pemimpin yang mempraktikkan kepemimpinan minimal empat-lima tahun dengan membuahkan hasil perbaikan atau turnaround, dan ketika mundur meninggalkan hasil yang proven. Gradasi krisis yang dilewati juga memiliki level yang besar, terindikasi dari kinerja keuangan yang merah serta krisis kepercayaan dan reputasi, yang hanya bisa diselesaikan melalui crisis management.” (Hal. v)
Di luar itu, memang masih ada typo yang sedikit mengganggu. Seperti pasir dalam kaus kaki. Bagaimana pun, buku ini tetap layak dibaca sebagai referensi untuk menjadi pemimpin tangguh, agar bisa menghadapi krisis yang makin sering muncul.