Speak Up Moderasi Islam di Lingkungan Kampus

Konten dari Pengguna
1 Februari 2018 9:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wendy Suwendy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
SPEAK UP MODERASI ISLAM DI LINGKUNGAN KAMPUS
ADVERTISEMENT
Suwendi
Alumni Pesantren Ciwaringin Cirebon dan UIN Jakarta
Layanan pendidikan tinggi sesungguhnya memainkan peran yang sangat substansial, baik dalam pengembangan keilmuan maupun pengokohan ideologi kebangsaan. Melalui pendidikan tinggi, riset dan pengembangan atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu pengetahuan serta transfer of knowledge dikembangkan secara nyata. Demikian juga, pendidikan tinggi secara ex-officio berfungsi untuk meneguhkan dan mentransformasikan identitas dan ideologi kebangsaan baik di lingkungan sivitas akademika perguruan tinggi maupun masyarakat secara umum. Oleh karenanya, perguruan tinggi harus benar-benar sadar dan peka atas kondisi di lingkungannya.
Kalangan perguruan tinggi perlu untuk memastikan kondisi obyektif atmosfir lingkungan kampusnya, termasuk aliran pemikiran dan gerakan yang dilakukan pimpinan perguruan tinggi, dosen, maupun organisasi kemahasiswaan. Pimpinan dan dosen perguruan tinggi sebagai pengampu kebijakan dan sumber ilmu pengetahuan diharapkan benar-benar mencerminkan integritas atas khittah perguruan tinggi. Demikian juga, organisasi kemahasiswaan yang ada di lingkungan kampus hendaknya menjadi wadah dalam pengembangan dunia intelektual, keterampilan, dan kepribadian yang tidak kontraproduktif dengan ideologi Negara.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, civitas akademika perguruan tinggi harus berani menyuarakan secara lantang, baik melalui diskusi, penelitian, penulisan karya, pengabdian kepada masyarakat, gerakan, maupun orasi di berbagai tempat dalam hal meneguhkan peran dan khittah perguruan tinggi itu. Civitas akademika perguruan tinggi tidak boleh diam, ketika melihat gelagat atau kondisi faktual yang tidak mencerminkan hal itu. Perguruan tinggi yang mendiamkan hal-hal yang kontraproduktif, apalagi bertentangan dengan ideologi negara, itu dapat diposisikan sebagai pihak yang sangat lemah. Sementara perguruan tinggi adalah pihak yang kuat. Ia adalah instrumen pendidikan tingkat tinggi yang berkewajiban untuk memelihara kenyamanan seluruh keluarga besar perguruan tinggi, masyarakat sekitar, serta keutuhan bangsa.
Dalam konteks perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI), seluruh stakeholders harus berani menyuarakan moderasi Islam. Moderasi Islam merupakan paradigma dan langkah strategis untuk menguatkan berkarakter Islam yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Hak-hak mendasar yang melekat pada diri manusia perlu ditegakkan, dengan tanpa membedakan agama, suku, ras, golongan, dan jenis kelamin. Moderasi Islam akan menghargai kearifan budaya lokal dan identitas bangsa. Menyakini faham keagamaannya yang benar dan menghormati faham keagamaan orang lain yang berbeda merupakan komitmen dari moderasi Islam. Ia menghindari dari isu-isu yang tidak produktif, apatah lagi menjadikan perilaku dan faham keagamaannya yang membuat “sesak nafas” bagi penganutnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah moderasi Islam itu tidak akan memperhadapkan antara faham keagamannya dengan ideologi bangsa Indonesia. Moderasi Islam akan selalu berkomitmen dan menjunjung tinggi atas kesepakatan para pendiri bangsa bahwa Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini merupakan kesepakatan final dan tidak dapat diganggu gugat atas dalih apapun.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks itu, perguruan tinggi keagamaan Islam sebaiknya segera melakukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat hal di atas. Pertama, melakukan obyektivikasi kondisi lingkungan kampus dan sekitarnya. Kenyataan dan fakta-fakta di lingkungan kampus sebaiknya dilakukan observasi, pengamatan, bahkan penelitian sehingga menghasilkan data dan informasi yang valid. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui secara obyektif atas kondisi, tantangan, dan peluang yang ada di lingkungan kampus. Boleh jadi, kalangan perguruan tinggi keagamaan Islam “terninabobokan” dengan kenangan dan keunggulan masa lalu, yang justeru saat ini dalam kondisi yang bertolak belakang.
Kedua, melakukan pemetaan dan identifikasi titik-titik lokus dan/atau point voice baik di kalangan pimpinan, dosen, atau mahasiswa yang getol menyuarakan “nyinyiran”, hate speech, dan berita-berita hoax baik melalui lisan, tulisan, maupun status, termasuk dalam media sosial. Dalam sejumlah informasi yang beredar, di kalangan kampus, fakta itu memang benar adanya. Sejumlah oknum pejabat kampus, dosen, dan kelompok mahasiswa tidak dapat dilepaskan sama sekali dari fakta ini. Untuk itu, pemetaan dan identifikasi ini penting dilakukan sehingga langkah dan upaya strategis dapat mengena sasaran secara tepat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melakukan dialog, komunikasi, dan jika perlu, uji akademik atas argumen-argumen yang mereka bangun. Ruang dialog ini diperlukan untuk mengklarifikasi, tabayun, dan mempertanyajawabkan argumen yang dibuat. Dengan cara ini, tingkat validitas dan kekuatan landasan berfikir akan terukur dengan baik.
Keempat, melakukan penguatan moderasi Islam di kampus secara masif, terstruktur, dan multi-pendekatan. Materi dan bahan ajar di ruang kelas, diskusi, seminar, penelitian, penerbitan, pengabdian di masyarakat dan ceramah di berbagai event kegiatan kampus, termasuk penulisan artikel, status dan meme di media sosial, dilakukan dengan tema dan pokok bahasan moderasi Islam. Materi bahan ajar, dalam batas tertentu, ada baiknya dikontekkan dengan moderasi Islam, tentunya dengan pemahaman dan metode yang benar. Untuk itu, penguatan perspektif keilmuan terutama dalam memahami sumber-sumber keagamaan patut untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
Kelima, melakukan sinergi dan kolaborasi dengan kampus dan lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki kapasitas dalam bidang moderasi Islam penting dilakukan; lebih-lebih, dengan kampus dan/atau lembaga yang secara ideologi dan kesejarahannya berperan dalam mewujudkan visi kedamaian dan kebangsaan.
Sejumlah langkah di atas, tentu dengan langkah-langkah lainnya, merupakan ikhtiar yang dipandang penting untuk dilakukan segera mungkin, guna menjadikan kampus yang tidak kontra-produktif dengan moderasi Islam. Gerakan dan faham keagamaan yang mengajarkan kekerasan dan anti-nasionalisme dalam banyak kasus itu diselenggarakan dengan sejumlah pendekatan sehingga menghasilkan pengikut yang militan. Jika hal itu sudah masuk ke dalam lingkungan kampus maka tentu itu akan menambah beban dan resiko yang lebih besar. Untuk itu, gerakan moderasi Islam di kampus dengan melibatkan semua stakeholders terkait patut menjadi kesadaran bersama.
ADVERTISEMENT