Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

Wenia Nurfaidza
Mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
Konten dari Pengguna
10 November 2021 17:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wenia Nurfaidza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kekerasan Seksual, Sumber kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kekerasan Seksual, Sumber kumparan.com
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan seksual sedang marak terjadi di Indonesia, kejadian ini bukan hanya dialami oleh orang dewasa tetapi banyak terjadi pada anak-anak, baru-baru ini beredar berita yang mengabarkan tentang kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan tempat-tempat umum lain.
ADVERTISEMENT
Jika diingat, beberapa waktu lalu ada kasus kekerasan seksual pada anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kejamnya kasus tersebut karena ayahnya yang menjadi pelaku, Namun sayang kasus di Luwu berakhir dengan ketidakpastian.
Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan dan anak-anak saja, laki-laki pun banyak yang mengalami kekerasan seksual. Contohnya adalah kasus yang baru-baru ini terjadi pada anggota KPI.
Korban mengaku ia telah mengalami kekerasan seksual selama bertahun-tahun, ia baru bisa muncul di permukaan karena mengalami perlakuan yang tidak wajar. Bahkan dengan dalih bercanda ia meminta damai tanpa memikirkan dampak trauma dan kesehatan mental korban.

Data Kasus Kekerasan Seksual

Indonesia saat ini sedang mengalami darurat kasus kekerasan seksual karena marak terjadi di masyarakat dan bahkan berakhir tanpa penyelesaian. Menurut Komisi Nasional Perempuan (KOMNAS PEREMPUAN) dalam Catatan Tahunan 2021 jumlah kasus terhadap perempuan yakni kasus Kekerasan Seksual di Ranah Publik 962 kasus (55%) .
ADVERTISEMENT
Kondisi ini memperlihatkan bahwa hampir seribu korban yang mengalami kasus kekerasan seksual. Dan menurut sumber International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) pada September 2020 dari laporan kuantitatif barometer kesetaraan gender menunjukkan masalah kekerasan seksual di Indonesia berakhir tanpa kepastian.
Faktor yang menjadi penyebabnya adalah karena 57% korban kekerasan seksual mengaku kasus tersebut berakhir tanpa kepastian. Kondisi ini diperparah dengan adanya pengakuan dari 39,9% korban yang menyebutkan kasus kekerasan seksual terhenti karena diberikan sejumlah uang, lalu sebanyak 26,6% korban akhirnya menikah dengan pelaku.
Penyelesaian masalah kekerasan seksual lainnya menggunakan jalur damai atau kekeluargaan yakni 23,8%, dan hanya 19,2% yang berhasil mengawal kasus kekerasan seksual yang berakhir dipenjara.
Pada tahun 2020 berdasarkan data PPPA kekerasan seksual pada anak mencapai 7.191 kasus. Hingga 3 juni 2021 terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Banyaknya kasus kekerasan seksual kepada anak menjadi alasan DPR berkomitmen membuat regulasi terhadap kasus-kasus kekerasan seksual melalui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berperspektif dan berpihak kepada korban.
Sama halnya dengan kasus kekerasan yang terjadi pada anggota KPI yakni masih dalam tahap penyelidikan namun berbeda dengan sebelumnya korban berada di bawah lindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan demikian korban bisa terhindar dari ancaman laporan balik.
Namun, Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), RUU PKS yang tak kunjung disahkan menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, khususnya korban kasus kekerasan seksual. Akhirnya, mereka hanya dapat kesempatan berbicara di media sosial sebagai wadah untuk berbicara untuk mengungkap kasus traumatis yang mereka alami.
ADVERTISEMENT

Dampak pada Korban

Dampak yang akan mempengaruhi korban pun bukan hanya trauma saja namun kesehatan mentalnya pun akan terganggu jika tidak ada pengobatan secara khusus, dampak mental pada korban seperti mental breakdown dan mental illness.
Mental breakdown yakni perubahan perilaku yang intens sebagai puncak reaksi negatif terkait stres berat, kepanikan dan cemas yang berlebih. Sedangkan mental illness berdampak pada pemikiran, perasaan, suasana hati atau perilaku seseorang biasanya berlangsung sesekali atau bisa berlangsung lama.
Tidak hanya itu, dampak lain yang korban rasakan menurut psikolog di antaranya emosi tidak stabil, cenderung diam, tidak mau keluar rumah, depresi, ketakutan, cemas, suka melamun hingga merasa malu dan minder terhadap teman-temanya.
Korban kekerasan seksual akan merasa kurang percaya diri di mana korban merasa bahwa diri mereka tidak berharga lagi. Korban akan lebih menutup diri lebih sering overthinking pada dirinya sendiri dan kehilangan kepercayaan diri. Salah satu dampak serius yang terjadi karena kekerasan seksual yaitu bunuh diri. Seperti mudah gelisah, mengalami gangguan jiwa seperti depresi dan gangguan panik, muncul gejala gangguan stres paska trauma, mengalami gangguan tidur dan kerap mimpi buruk.
ADVERTISEMENT
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami gangguan pola tidur. Mereka juga menderita gangguan pola makan dan imunitas menurun, anak akan mengalami perubahan perilaku positif. Mereka yang biasanya ceria dan sering membantu orang tua menjadi bersikap sebaliknya.
Selain dampak fisik, psikologi korban kekerasan seksual juga mendapatkan dampaknya. Mereka akan menarik diri dari kegiatan keluarga dan takut bertemu orang. Anak juga menjadi lebih sensitif saat berkomunikasi. Korban cenderung menyalahkan dan menyakiti diri sendiri. Beberapa kasus menyebabkan disorientasi seksual pada korban. Anak menjadi mudah tersinggung dan marah, serta cemas berlebihan. Mereka terus menerus merasa gelisah, rendah diri hingga depresi. Konsentrasi belajar menjadi menurun dan anak bisa mengalami trauma.
Dari dampak psikis yang ada, tak jarang terjadi serangkaian komplikasi yang memengaruhi kesehatan fisik. Beberapa di antaranya ialah, muncul nyeri kronis, infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus, terkena penyakit menular seksual (PMS), seperti Chlamydia, Herpes, Hepatitis, dan HIV.
ADVERTISEMENT
Tak hanya memengaruhi kesehatan fisik dan mental, secara sosial korban kekerasan seksual juga akan merasa:
- Sulit memercayai orang lain
- Sering mengisolasi diri
- Enggan dan bahkan takut menjalin relasi dengan orang lain secara dekat. Mereka menjadi malas mengikuti kegiatan sekolah hingga prestasi menurun. Anak menjadi sering membolos, menjauhi teman.
Dampak bagi negara merupakan hal yang sangat tidak baik karena negara akan kekurangan anak atau masyarakat yang akan menjadi massa depan depan bangsa karna adanya kasus kekerasan seksual tersebut.

Solusi Mengatasi Kekerasan Seksual

Dalam rangka meningkatkan kualitas pemerintah untuk menurunkan tingginya kasus kekerasan seksual pada masyarakat Indonesia harus konsisten dan melindungi korban dari laporan balik maupun dari ancaman pelaku terhadap korban, tujuannya ialah agar pelaku bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah dilakukan dan korban bisa mendapatkan haknya sebagai manusia dan bisa melanjutkan kehidupannya tanpa trauma dan mental yang pernah dialaminya.
ADVERTISEMENT
Solusi yang dapat dilakukan pemerintah sebaiknya ialah menyebarluaskan informasi terkait dengan kekerasan seksual dengan edukasi yang tepat yang di mana sangat diwajibkan di masyarakat yang jauh dari internet agar mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual.
Pelatihan Asertif dapat membantu perempuan dan korban kekerasan seksual untuk berani untuk menolak dan menyampaikan apa yang dirasakannya dengan cara yang benar.
Dengan demikian, pemerintah pun harus menjalankan kewajibannya dengan penegakan hukum seadil-adilnya serta mengajak masyarakat untuk bekerja sama dalam mengurangi kasus kekerasan seksual.
Wenia Nurfaidza, Mahasiswa Diploma III Administrasi Rumah Sakit Universitas Terbuka