Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Ketidakmengertian Konsepsi Hukum Adat Tameng Pemerintah Berkiblat Hukum Barat
5 Januari 2021 12:02 WIB
Tulisan dari Wibowo Dimas Hardianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemajemukan masyarakat Indonesia, perbedaan yang ada, konflik yang mungkin dapat terjadi, tidak seterusnya dapat diselesaikan menggunakan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yaitu menggunakan prinsip Keseragaman dimana menganggap sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lain. Hasil dari penetapan secara sentralisasi selama ini menimbulkan ketidakpuasan baik dari masyarakat, maupun pihak yang berkonflik (dalam hal ini pelaku dan korban) adalah bukti nyata bahwa hukum nasional belum dapat menjamin keadilan yang diinginkan bagi seluruh pihak, dan belum tentu bisa memulihkan kondisi masyarakat yang tidak stabil diakibatkan oleh adanya suatu konflik.
ADVERTISEMENT
Realitas hukum di Indonesia yang bersifat sentralistik, dan kaku telah mengundang banyak kritik dari banyak kalangan seperti masyarakat, mahasiswa, bahkan para pakar hukum. Atas dasar tersebut para pakar mencoba memunculkan suatu gagasan baru untuk mengatasi persoalan tersebut. Kerisauan dan kegalauan di atas menjadi pijakan berpikir dalam perenungan panjang untuk menentukan gagasan pembaruan hukum melalui Penerapan Hukum Responsif dan studi hukum kritis yang berbasis Hukum progresif. Sebagai contoh dalam hukum progresif salah satunya telah diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo dengan ilmu hukum progresifnya, yaitu meletakan hukum untuk kepentingan manusia sendiri, bukan untuk hukum dan logika hukum seperti dalam ilmu hukum praktis yang masih diterapkan sampai saat ini.
Karena hukum lahir dari suatu dimensi sosial yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban, keamanan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Untuk merumuskan hukum yang bersumber dari nilai masyarakat Indonesia adalah bagaimana menciptakan hukum yang responsif dan progresif yang mampu mengimplementasikan keinginan dari bangsa Indonesia. Bahwa pilar utama lainnya dalam membentuk hukum yang responsif dan progresif adalah bagaimana membentuk pemahaman yang baik dan menyeluruh kepada aparat penegak hukum dalam memahami dan menjalankan aturan yang berlandaskan pada prinsip nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, bukan hanya sekedar menjadi “boneka Undang-undang”. Hukum responsif selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam jiwa bangsa Indonesia yakni Pancasila, yaitu pencerminan nilai kemanusiaan dan nilai keadilan, sedangkan hukum progresif menjadikan Pancasila sebagai pemandu agar kebebasan berfikir tidak menjadikan liar dan disalahgunakan oleh segelintir orang.
ADVERTISEMENT
Hukum yang lahir bukan dari nilai lokal adalah doktrin hukum yang dijadikan sebagai alat untuk menciptakan situasi sosial sebagaimana diingkan oleh otoritas negara tanpa menyadari esensi hukum sendiri bukanlah pada sifat memaksa dan kaku melainkan sebagai alat dan sarana untuk menjaga keamanan, kepastian, keadilan, kemanfaatan serta keharmonisan di dalam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hukum nasional hanya berpedoman bagaimana melindungi masyarakat, tanpa melihat apakah kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang bertikai telah dilindungi.
Kenyataan ini harusnya menyadarkan pemerintah untuk memberi ruang pada hukum adat dalam hal mengatur kehidupan masyarakat. Asas desentralisasi juga diberlakukan bagi sistem peradilan, namun tidak secara penuh. Menghidupkan kembali hukum adat tidak serta merta menghilangkan peran sistem peradilan sebagai institusi legal yang sudah dijalankan sampai saat ini, akan tetapi dengan tetap mengacu pada hukum nasional. Gagasan terhadap pembaharuan hukum di Indonesia yang bertujuan untuk membentuk suatu hukum nasional, tidaklah semata-mata untuk menghapuskan hukum nasional yang sudah dijalankan sampai saat ini. Akan tetapi lebih kepada perwujudan pembaharuan hukum yang responsif dan progresif, yang mana adanya kesesuaian antara hukum dengan nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat sebagai contoh adalah kearifan lokal yang ada pada masing-masing daerah di Indonesia. Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang disadari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan, dan senantiasa dijaga keberlangsungannya secara turun temurun oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau daerah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka.
Dari kearifan lokal akan melahirkan perbedaan dari masing-masing daerah dalam hal mekanisme penyelesaian konflik. Sebagai contoh di Masyarakat Jawa terdapat asas ngono yo ngono ning ojo ngono (begitu ya begitu tapi jangan begitu) dan bener tur patut (alur dan patut), Masyarakat Hindu Bali terdapat Tri Hita Karana (Keseimbangan hubungan manusia, alam, dan Tuhan), dan desa kala patra (waktu, kondisi, dan situasi), Masyarakat Minangkabau terdapat raso, pareso, cinto, kiro-kiro, Masyarakat Badul terdapat pikukuh (kepatuhan), Lonjor teu meunang disambung (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung), hal tersebut merupakan bukti nyata dan sebagai contoh bahwa masih banyak masyarakat adat yang mengimplementasikan kearifan lokal sebagai sumber hukum yang hidup sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Pembaharuan hukum yang sesesuai antara hukum dengan nilai-nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bukan tanpa sebab untuk suatu penawaran sebagai implementasi penyelesaian permasalahan, bagi masyarakat ditiap-tiap daerah yang masih berpegang pada aturan-aturan adat, penyelesaian konflik dengan menggunakan hukum adat dirasakan lebih menjamin keadilan dan lebih memiliki kekuatan nilai dibandingkan hukum nasional yang cenderung berpihak. Hal ini disebabkan hukum adat merupakan kesepakatan bersama dari masyarakat setempat yang telah mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masyarakat, individu, maupun pihak yang bertikai. Hingga sampai saat ini belum ada perkembangan terkait kearifan lokal yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan, masyarakat Indonesia terlalu terikat dengan Hukum Indonesia yang berkiblat Hukum Barat, pada kenyataannya yang terjadi banyak ketidaksesuaian dan dapat dikatakan tidak adil dalam penyelesaian perselisihan bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT