Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Profesi PNS yang Dicari Sekaligus Dicaci
16 Juni 2022 13:45 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Widayekti Himawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap tahun, ketika lowongan CPNS dibuka untuk formasi umum, bisa dipastikan akan menarik perhatian masyarakat khususnya para pencari kerja. Momen ini bisa dipastikan akan mengundang ribuan pelamar yang akan mengadu untung untuk bisa menjadi warga negara yang dinilai istimewa, karena memiliki identitas khusus berupa Nomor Induk Pegawai atau NIP.
ADVERTISEMENT
Dari tahun ke tahun, peminat lowongan CPNS ini tak pernah sepi. Ribuan orang setiap tahunnya berbondong-bondong mencoba peruntungan untuk bisa terpilih menjadi orang-orang berseragam dan berlencana KORPRI tersebut. Berbagai upaya dilakukan, mulai mencari bahan materi ujian, belajar keras hingga mengikuti bimbingan belajar. Semua demi bisa tercapainya tujuan, lolos seleksi CPNS, menjadi Pegawai Negeri Sipil yang hidupnya bakal ditanggung oleh negara seumur hidup.
Pro kontra Profesi PNS
Ada berbagai penilaian dalam masyarakat tentang profesi PNS. Bagi yang sudah menekuni profesi ini, mindset yang terbentuk adalah “melestarikan” profesi ini dengan menyarankan anak-anak dan keluarganya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. Dengan alasan penghasilan tetap yang cukup untuk hidup, beban pekerjaan yang tidak terlalu berat serta mendapatkan pensiun di hari tua. Singkatnya, profesi ini cenderung aman, minim risiko dan hari tua cukup terjamin.
ADVERTISEMENT
Pendapat lain, tentu saja memandang sinis profesi ini. PNS dinilai sebagai orang-orang malas, kinerja buruk, mau enaknya sendiri, semena-mena serta suka memanfaatkan dan menyalahgunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Banyak pula tudingan bahwa PNS merupakan profesi penuh dosa, karena proses masuknya mengunakan suap dan koneksi orang dalam.
Ketika awal menekuni profesi sebagai PNS, banyak orang menanyakan bagaimana saya lolos tes dan diterima sebagai CPNS. Tanpa malu dan segan, banyak yang menanyakan siapa koneksi saya di Pemda dan berapa uang yang saya keluarkan untuk bisa masuk dan diterima sebagai CPNS. Jelas sudah ada kecurigaan dan prasangka buruk masyarakat tentang seleksi penerimaan CPNS. Mereka bahkan mengabaikan perasaan yang bersangkutan tentang apa yang mereka tanyakan.
ADVERTISEMENT
Jujur saja, saya mendongkol bukan kepalang, ketika mendengar pertanyaan tersebut. Mereka tidak paham sama sekali, betapa saya dengan susah payah mencari materi dan belajar demi bisa lolos seleksi yang boleh dibilang teramat ketat. Namun entah mengapa waktu itu saya masih bisa bersabar untuk menjelaskan bahwa saya diterima melalui tes murni, tanpa suap dan koneksi.
Memang tak bisa disalahkan begitu saja, jika masyarakat memandang sinis profesi satu ini. Bahkan saya pribadi, pada awalnya juga sangat membenci profesi ini. Pegawai Negeri Sipil memang terkenal dengan stigma pemalas, suka mempersulit urusan, rawan suap dan merasa sebagai golongan masyarakat istimewa.Terlebih jika telah memiliki jabatan, kadang dinilai sering menyalahgunakan fasilitas negara.
Pernah saya menyaksikan dan bahkan mendapatkan perlakuan sangat tidak menyenangkan di salah satu SKPD, yang personelnya bersikap sangat tidak professional. Sikapnya dalam melayani sama sekali tidak ramah. Ia menjawab pertanyaan saya dengan kata-kata yang tidak menyenangkan. Padahal jika dilihat tugasnya, bisa dibilang cukup sepele, yakni memberikan cap atau stempel.
ADVERTISEMENT
Namun entah mengapa saya akhirnya ikut mencoba peruntungan dalam profesi ini. Saya berjuang untuk bisa lolos seleksi menekuni profesi yang saya benci. Sampai akhirnya setelah dua kali mencoba mengikuti tes seleksi, saya diterima sebagai CPNS di Pemda Kabupaten Magelang. Ada rasa lega, bahagia, bangga, karena saya berjuang dengan usaha sendiri, belajar mati-matian dengan dukungan dan doa dari keluarga tercinta.
Nasihat-nasihat dari keluarga yang sejalan dengan pemikiran saya, menjadi penyemangat bagi saya terutama sebagai pegawai baru. Stigma buruk PNS harus mulai diubah, minimal agar masyarakat tidak menyamaratakan penilaian tentang profesi ini. Masih banyak PNS yang kinerjanya bagus, intelektualitas dan loyalitas tinggi, disiplin dan professional. Namun tak bisa dipungkiri, pegawai dengan kondisi yang sebaliknya pun masih ada.
ADVERTISEMENT
Saatnya Berubah
Perubahan, merupakan sesuatu hal yang tak begitu saja mudah dilakukan. Tak mungkin perubahan terjadi secara drastis dan mendadak. Semua memerlukan proses serta kesadaran. Dan semua harus dimulai dari diri sendiri
Mengutip buku karya Rhenald Kasali, "Change", dicantumkan pendapat dari George Bernard Shaw yang mengatakan bahwa “ Progress is impossible without change, and those who cannot change their minds cannot change anything.” Itu artinya, perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Mustahil seseorang akan dapat memengaruhi orang lain untuk berubah jika dia sendiri tak mau berubah.
Dari laman DosenPsikologi.com, secara riil disebutkan bahwa untuk dapat berubah menjadi lebih baik, yang perlu dilakukan di antaranya adalah mengapresiasi dan menghargai orang lain, tidak hanya bicara, melihat kekurangan dan kelebihan diri sendiri, serta berani keluar dari zona nyaman. Ini artinya, agar dapat mengubah stigma buruk PNS, harus ada kemauan minimal dari masing-masing personel untuk mengubah mindset dan kebiasaan lama yang menyebabkan pandangan negatif masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perubahan positif tak hanya semata untuk menciptakan citra yang baik bagi kaum berseragam ini. Lebih jauh lagi, dengan usaha untuk berubah, akan meningkatkan kualitas kinerja personel dan pelayanan prima, sehingga lebih jauh lagi, akan terwujudlah good governance yang selalu menjadi tujuan dalam pemerintahan. Dengan demikian, hal ini otomatis akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat yang berada dalam naungan pemerintah. Karena dalam dunia pemerintahan, kita juga melihat adanya tuntutan peralihan peran pemerintah dari sekadar sebagai regulator yang bersikap birokratik, menjadi pelayan masyarakat yang mengedepankan kesejahteraan ( Kasali : 272).
Sekali lagi, mindset yang perlu dibentuk bagi profesi ini adalah “abdi negara” yang menjadi “pelayan masyarakat”. Sehingga jiwa mengabdi dan melayani itulah yang harus ditumbuhkan dan ditanamkan. Semoga akan semakin banyak abdi negara yang benar-benar bekerja untuk mengabdi dan melayani, meningkatkan kinerja dan menjiwai profesi. Semua bukan hanya demi image semata, namun lebih dari itu, agar terwujud pemerintahan berkualitas, mampu mengayomi dan menyejahterakan masyarakat.
ADVERTISEMENT