Banyak Negara Kontra Pembuangan Limbah Nuklir di Laut, Jepang Salah Langkah?

Widi Astuti
Mahasiswa Hubungan Internasional 2020, Universitas Sebelas Maret
Konten dari Pengguna
1 September 2023 12:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widi Astuti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tangki penyimpanan air olahan yang terkontaminasi nuklir terlihat di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh akibat tsunami. Foto: Kyodo via Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Tangki penyimpanan air olahan yang terkontaminasi nuklir terlihat di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh akibat tsunami. Foto: Kyodo via Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dari seminggu yang lalu—tepatnya sejak Kamis, 24 Agustus 2023—dunia dihebohkan oleh keputusan pembuangan limbah nuklir Fukushima di lautan Pasifik. Tidak main-main jumlahnya. Limbah yang mengandung zat radioaktif berbahaya ini telah dilepaskan dengan kapasitas kurang lebih 1,3 juta ton.
ADVERTISEMENT
Meskipun Jepang mengeklaim telah melakukan penyaringan sehingga limbah nuklir telah steril, nyatanya banyak keluhan dari negara-negara di dunia atas tindakan yang dianggap merugikan ini. Pertanyaan dari masyarakat internasional dan lokal mulai berdatangan, gambaran Jepang yang selalu peduli lingkungan terpatahkan.

Ada apa dengan Jepang? Siapa yang akan dirugikan oleh kejadian ini?

Pembangkit listrik tenaga nuklir. Sumber: shutterstock
Ketiadaan lahan sebagai tempat pembuangan yang tepat untuk limbah nuklir di Jepang yang telah tertampung selama 10 tahun inilah yang menjadi sumber utama awal muasal masalah ini terjadi PLTN negara ini. Hal ini merujuk akibat tsunami yang telah merusak PLTN sejak tahun 2011.
Meskipun demikian, sebenarnya Jepang telah mengantongi izin dari International Atomic Energi Agency (IAEA), Badan pengawas nuklir United Nation sejak dua tahun lalu. Selain itu, pemerintah Jepang juga memberikan jaminan atas tindakan mereka apabila terdeteksi adanya bahan radioaktif yang melebihi standar global, akan dilakukan pemberhentian pembuangan limbah.
ADVERTISEMENT
Persoalan nuklir adalah persoalan yang senantiasa dan sering kali menjadi sensitivitas yang cukup diperhatikan di dunia sejak lama. Pembangunan industri berbasis nuklir selalu menjadi kekhawatiran baik dalam proses industrial ataupun limbahnya. Hal ini dikarenakan zat radioaktifnya yang berbahaya.
Tidak hanya itu, kekhawatiran juga timbul meskipun jaminan dari IAEA telah dikantongi. Jejak tritium yang merupakan isotop hidrogen sulit dipisahkan dari air, inilah yang menjadi pertimbangan banyak masyarakat dunia, etruatam yang seringkali mengimpor produk akuatik dari Jepang.
Apalagi jaminan Jepang terhadap pemberhentian pembuangan limbah akan dilakukan jika dideteksi adanya kadar radioaktif yang melebihi batas, apakah ini tanda menunggu korban di laut atas matinya ikan atau teracunnya manusia? Hal ini merupakan dilemma.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan Jepang ini sendiri. Dari masyarakat lokal, ekonomi Jepang, negara-negara eksportir, serta dunia atas laut Pasifik.
Namun, ketahanan pangan serta keberlangsungan kosmetik adalah yang sering kali disinggung atas dampak dari keputusan Jepang kali ini. Tidak lepas dari itu Hong Kong dan China juga telah memberi tanggapan kontra atas tindakan Korea akan hal ini. China bahkan resmi memboikot impor dari Jepang.
Berikut reaksi dan tanggapan atas dampak dari pembuangan limbah nuklir di lautan Pasifik.

Tiongkok

Per peluncuran limbah nuklir di Jepang, Tiongkok melalui Administrasi Umum Kepabeanan Tiongkok telah menghentikan setiap aktivitas impor produk akuatik serta memperketat setiap produk pangan dari Jepang.

Korea Selatan

Per Selasa, 29 Agustus 2023, pasar ikan di Korea Selatan terkena dampak yang cukup hebat akibat kebijakan pemerintah Jepang. Telah terjadi penurunan penjualan ikan sebesar 40 persen, lebih tinggi dibanding ketika krisis IMF 1998.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang merasa tidak aman mengkonsumsi produk akuatik, meskipun pedagang telah menyakitkan hingga memasang bendera Korea Selatan untuk menjamin ikan dagangan mereka adalah dari tangkapan lokal bukan impor, apalagi dari Jepang.
Sayangnya hal itu tidak mengubah. Bahkan, banyak masyarakat yang akan mencoba menghentikan konsumsi ikan untuk beberapa waktu ke depan.
Bagaimanapun, wilayah perairan mereka dekat, hal inilah yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat masih kuat. Padahal, melalui siaran TV Nasional. Perdana Menteri Han Duk Soo telah mengatakan bahwa telah diberlakukan larangan impor produk akuatik dari Jepang setelah boikot dari China dan Tiongkok diberlakukan.
Ilustrasi demo di Korea Selatan. sumber:shutterstock
Amarah dari warga Korea tidak hanya berimbas pada penjualan ikan di pasar, hal ini juga merugikan nelayan di Korea Selatan. Lebih dari 50 kapal nelayan di dermaga Incheon melakukan demonstrasi dan membawa spanduk bersama kurang lebih 85% masyarakat Korea Selatan lain atas kekecewaan dan protes kontra terhadap tindakan Jepang.
ADVERTISEMENT

Malaysia

Negara ini juga khawatir atas produk impor dari negara ini, bahkan telah diperlakukan pengawasan serta pemeriksaan tingkat 4 di penyortiran pangan impor dari Jepang oleh Kementerian Kesehatan untuk meminimalisasi risiko.

Singapura

Di negara ini, masyarakat menghindari untuk konsumsi produk impor dari Jepang meskipun pemerintah melalui SFA, badan pengawas pangan Singapura telah menjamin tidak adanya kontaminasi, hal ini dikutip dari laporan Straits Times,
Keadaan di mana Jepang telah telanjur membuang limbah nuklir ini merupakan refleksi atas kepedulian keberlangsungan lautan di dunia dan makhluk yang menggantungkan hidupnya di sana. Secara ekonomi, tidak hanya Jepang yang merugi, negara lain bersama dengan para nelayan yang menggantungkan produk akuatik pun terdampak.
Selain itu, selama ini keberlangsungan alam memang tergerus untuk maksimalisasi pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu dibesar-besarkan. Namun, monopoli industri dan keserakahan liberalisme-lah yang seringkali menjadi penyebab utama, perang industrialisasi salah satunya.
ADVERTISEMENT
Bukankah sudah cukup tamak bagi negara-negara untuk mengokohkan pembangunan industrialisasinya dengan kurang tepat nya tindakan dalam pelestarian alam?
Hal ini mungkin baru terjadi di Jepang dengan kasus yang cukup viral, tetapi fenomena kerusakan alam adalah fenomena gunung es. Ada, tetapi tidak sebanyak yang tidak terlihat. Perlu adanya keaktifan masyarakat lokal hingga internasional beserta kepatuhan negara-negara di seluruh dunia atas keamanan dan keberlangsungan bumi yang telah menjaga kita.