Konten dari Pengguna

Mengenang Black September

Widihasto Wasana Putra
Direktur Operasional & Pemasaran XT Square | Sekjend Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia PUTRI DIY | Ketua Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY | Ketua Gerakan Rakyat Pancasila | Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta | IG @hastoprakosa | Twitter @hastodiningrat
12 September 2017 0:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widihasto Wasana Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tragedi WTC 9/11 (Foto: REUTERS/Sara K. Schwittek)
zoom-in-whitePerbesar
Tragedi WTC 9/11 (Foto: REUTERS/Sara K. Schwittek)
ADVERTISEMENT
11 September, dunia dan terutama bangsa Amerika mengenang salah satu tragedi serangan terorisme paling brutal dalam sejarah yakni pembajakan pesawat komersil yang ditabrakkan pada menara kembar Word Trade Centre di kawasan Lower Manhattan New York Amerika tahun 2001.
ADVERTISEMENT
Serangan terorisme mematikan di negara paling berpengaruh di dunia tersebut sontak mengubah persepsi dan konstelasi dunia. Majalah The Economist edisi September 2001 dengan gambar sampul kepulan raksasa asap dan debu dari reruntuhan menara kembar WTC  mencantumkan judul utama "The Day the World Changed" atau Hari Ketika Dunia Berubah.
Harian Kompas menulis untuk kesekian kali dalam seabad terakhir, arah sejarah dunia berubah hanya karena satu peristiwa.
Peristiwa tersebut bisa disejajarkan dengan pembunuhan Pangeran Franz Ferdinand di Sarajevo yang memicu Perang Dunia I pada 1914, serangan Jepang terhadap Pearl Harbor yang mengobarkan Perang Pasifik pada 1941, dan runtuhnya Tembok Berlin yang mengakhiri era Perang Dingin dan komunisme di Eropa pada 1989.
ADVERTISEMENT
Semua peristiwa itu membawa dampak yang begitu besar sehingga tatanan dan prioritas negara-negara di dunia perlu ditata ulang.
Serangan 11 September 2001 juga memicu mimpi buruk bagi seluruh dunia seiring dengan kebangkitan musuh bersama baru bernama terorisme yang mengatasnamakan agama.
Selama sedikitnya 10 tahun terakhir, Indonesia harus menerima nasib menjadi warga kelas dua atau bahkan kelas tiga saat berkunjung ke Amerika, hanya karena kita dianggap sebagai warga negeri asal teroris. Padahal Indonesia sendiri tak luput dari target serangan terorisme.
Berulangkali teror bom mematikan mengguncang Indonesia dan merenggut ratusan nyawa. Sebutlah antara lain bom malam Natal 2000, bom Bali l (2002), bom Kuningan (2004), bom Bali ll (2005), Bom JW Marriot dan Ritz-Carlton (2009).
ADVERTISEMENT
Semua dilakukan kelompok teroris atas nama agama. Tapi, sedemikian parahkah hubungangan antar umat beragama di Indonesia? Rasa-rasanya tidak. Terorisme atas nama agama hanya dilakukan segelintir orang. Mayoritas masyarakat kita masih cinta damai dan toleran.
Bahkan kita mencatat dengan tinta emas pengorbanan seorang aktivis Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama, Alm. Riyanto, yang sengaja berlari sambil mendekap bom menjauhi kerumunan umat Nasrani saat membantu pengamanan misa malam Natal di Gereja Eben Haezer Mojokerto, Jawa Timur 24 Desember 2000.
Masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan kiranya sependapat bahwa terorisme adalah musuh kemanusiaan dan peradaban.
Pancasila dan Kontra Terorisme
Potensi konflik antar agama bagi Indonesia sesungguhnya sudah diselesaikan semenjak para pendiri bangsa sepakat dengan konsensus nasional yang dijadikan pijakan dasar negara yakni Pancasila.
ADVERTISEMENT
Sebagai dasar negara Pancasila memiliki fungsi-fungsi pertama sebagai dasar berdiri dan tegaknya suatu negara. Dua sebagai dasar dan sumber hukum nasional. Tiga sebagai dasar kegiatan penyelenggaraan negara. Empat sebagai dasar pergaulan antar warga negara. Dan kelima sebagai dasar partisipasi warga negara.
Prinsip Pancasila sebagai dasar negara adalah  sebagai berikut. Prinsip ke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Pola pikir, sikap dan tindak bangsa Indonesia mengacu pada prinsip yang terkandung di dalamnya. Orang bebas berfikir,  bebas berusaha, namun sadar dan yakin bahwa akhirnya yang menentukan segalanya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Man proposes, but God disposes, sehingga manusia rela dan ikhlas diatur.
Selain itu setiap manusia Indonesia dalam hidupnya dituntut mencerminkan sifat-sifat ke-Tuhanan seperti ketakwaan, belas kasih, pengampun, bantu membantu dan sebagainya. Bukan sebaliknya sifat-sifat ke-iblis-an seperti angkara murka, iri dengki, nafsu membunuh dan lain-lain.  Prinsip berikut adalah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Memberikan acuan bahwa dalam olah fikir, olah rasa, dan olah tindak, manusia selalu mendudukkan manusia lain sebagai mitra, sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Sementara terorisme memposisikan yang berbeda keyakinan dan paham adalah obyek yang harus dilenyapkan. 
ADVERTISEMENT
Prinsip ketiga adalah Persatuan Indonesia. Pola fikir, sikap dan tindak bangsa Indonesia selalu mengacu bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke.
Kita mengaku bahwa negara kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman ditinjau dari segi agama, adat, budaya, ras, dan sebagainya, yang harus didudukkan secara proporsional dalam negara kesatuan.
Terorisme adalah artikulasi lanjutan dari pemikiran yang berlandaskan pada faham atau gerakan berciri radikalism dan fundamentalism yang anti terhadap pluralism. Indonesia secara kodrati merupakan bangsa yang beragam, baik secara suku, etnis, ras, agama, budaya dan lain sebagainya. Oleh sebab itu jija kita ingin terus utuh sebagai satu kesatuan negara kesatuan  jiwa kebersamaan dan persatuan nasional musti terus diperkokoh. 
ADVERTISEMENT
Prinsip keempat adalah Permusyawaratan/Perwakilan.  Memberikan petunjuk dalam berfikir, bersikap dan bertingkahlaku bahwa yang berdaulat dalam negara Republik Indonesia adalah seluruh rakyat, sehingga rakyat harus didudukkan secara terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aspirasi rakyat dipergunakan sebagai pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama dengan jalan musyawarah.
Prinsip terakhir adalah Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Memberikan acuan bagi olah fikir, olah sikap dan olah tindak bahwa yang ingin diwujudkan dengan adanya negara Republik Indonesia adalah kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Jika kondisi sosial masyarakat berkembang atas prinsip-prinsip tersebut niscaya pikiran radikal dan fundamental sebagai akar tidak akan tumbuh. Lebih dari pada itu aya percaya idiologi Pancasila jika diterapkan secara murni dan konsisten menjadi model terbaik bagi umat manusia.
ADVERTISEMENT
◽Widihasto Wasana Putra (Aktivis Gerak Pancasila Yogyakarta)