Konten dari Pengguna

Sumur Wali: Doa dan Harapan Warga Desa Nyamuk

Widya Pandhega
Mahasiswi S1 Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada.
26 Agustus 2024 7:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Widya Pandhega tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berada di ujung timur Pulau Nyamuk terdapat sebuah tempat bersejarah dan menjadi tumpuan hidup warga Pulau Nyamuk, yakni Makam Sumur Wali. Tempat ini merupakan tempat untuk Warga Nyamuk berziarah kepada Wali Syekh Abdullah. Dimakamkan di Makam Sumur Wali, Wali Syekh Abdullah dipercaya merupakan tokoh penyebar agama Islam. Sehingga, warga setempat mempercayai Wali Syekh Abdullah sebagai leluhur yang melindungi pulau tersebut. Pada Sumur Wali terdapat sekitar tiga makam, makam Syekh Abdullah, makam putri keturunan Kerajaan Padjajaran, serta satu makam leluhur lainnya. Selain makam, terdapat pula sumur air yang berjumlah tujuh, dengan satu sumur utama. Terdapat beberapa sumur baru yang dibangun oleh warga, namun sumur utama yang terletak di dekat makam merupakan satu-satunya sumur yang selalu berisi air.
ADVERTISEMENT
Sumur utama, atau yang disebut warga sebagai Sumur Wali yang memiliki sebuah folklore di kalangan warga setempat. Warga mempercayai jumlah air yang tertampung pada sumur tersebut sama dengan pertanda baik atau tidaknya seseorang. Jikalau kita berkunjung dan permukaan air pada sumur terlihat tinggi, pertanda bahwa kita telah berperilaku baik. Dan sebaliknya, jika kita menemui permukaan air yang dangkal, pertanda bahwa kita kurang beruntung atau berperilaku kurang baik. Jika saat berkunjung ke Sumur Wali dan menemukan terdapat air di dalam sumur, warga menyarankan untuk membawa pulang air sumur. Warga mempercayai bahwa air tersebut membawa berkah dan kebaikan. Sebagai bentuk kepercayaan dan sugesti, warga menggunakan air ini pada kondisi sakit sebagai obat untuk mengompres, diminum langsung, atau untuk membasuh luka.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan warga akan Pulau Nyamuk tak berhenti pada folklore mengenai air sumur saja, melainkan juga pada bentuk harapan dan doa. Tak jarang, warga datang ke Makam Sumur Wali ketika mereka memiliki sebuah keinginan. Nazar diungkapkan ketika mereka berziarah di Makam Sumur Wali. Ketika keinginan yang diucapkan pada nazar sebelumnya terwujud, mereka akan kembali ke Makam Sumur Wali untuk mengadakan syukuran, mulai dari makanan yang paling sederhana hingga menyembelih seekor kambing. Melalui tradisi ini, sangat terlihat bagaimana warga menjadikan Makam Sumur Wali sebagai tumpuan hidup dalam berdoa dan berharap.
Sangat erat hubungannya dengan warga setempat, mereka selalu mengadakan perayaan Haul Sumur Wali setiap tanggal 10 Suro. Pada rangkaian perayaan ini, warga memulai dengan pengajian beberapa hari sebelumnya dengan santapan pelengkap yang sudah menjadi tradisi tiap perayaan syukuran, yakni Bubur Suran. Bubur yang berwarna kuning dilengkapi dengan lauk tersebut dikumpulkan secara kolektif oleh warga dan kemudian dibagikan kembali kepada setiap warga yang menghadiri pengajian. Rangkaian berikutnya jatuh pada malam sebelum tanggal 10 Suro, yakni acara Pangkreman. Pada malam tersebut, setelah isya, warga berkumpul di Makam Sumur Wali dengan melantunkan doa dan mengaji bersama. Selain itu, acara ini juga diikuti dengan makan bersama yang telah disiapkan oleh Panitia Haul. Lantunan doa terus terdengar hingga jarum jam menunjukkan pukul 10 malam. Beberapa warga memilih untuk pulang malam itu, namun ada juga warga yang memutuskan untuk pulang ketika fajar tiba. Keesokan harinya barulah perayaan Haul Sumur Wali dilaksanakan dengan rangkaian acara berikut: pengajian atau tahlilan, dan makan bersama. Selain untuk mendoakan Wali Syekh Abdullah serta leluhurnya, perayaan ini juga menjadi kesempatan bagi para warga untuk bersilaturahmi. Sehingga, pada perayaan ini terdapat dua bentuk hubungan yang terjalin baik antar warga, juga hubungan warga dengan leluhur yang telah terlebih dahulu meninggalkan mereka.
ADVERTISEMENT