Konten dari Pengguna

Folklor Nusantara: Saat Dongeng Lama Jadi Senjata Baru Kuasai Bahasa Inggris

Widya Rizky Pratiwi
Widya Rizky Pratiwi: Profesi: Dosen Intistusi: Universitas Terbuka. Aktivitas: Meneliti, Menulis. Bidang: Pendidikan Fokus: Perkembangan Bahasa Inggris, Strategi Belajar, Inovasi Pengajaran, Pendidikan Jarak jauh.
10 Agustus 2025 16:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Folklor Nusantara: Saat Dongeng Lama Jadi Senjata Baru Kuasai Bahasa Inggris
Dongeng lokal bukan sekadar cerita pengantar tidur, Ia bisa menjadi alat ampuh untuk menguasai bahasa Inggris sekaligus menjaga jati diri bangsa.
Widya Rizky Pratiwi
Tulisan dari Widya Rizky Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda bertanya mengapa anak-anak kita lebih mudah mengucapkan “Let it go” ketimbang “Timun Mas melarikan diri dari raksasa”? Fenomena ini tidak mengherankan. Tayangan internasional yang masif telah membentuk pola konsumsi cerita di rumah dan sekolah. Akibatnya, tokoh-tokoh folklor Nusantara kian tersisih dari ingatan generasi muda.
Padahal, cerita rakyat bukan sekadar kisah hiburan. Ia adalah cultural DNA, warisan yang menyimpan nilai moral, filosofi hidup, hingga identitas bangsa. Sayangnya, di ruang kelas bahasa Inggris, folklor kita sering terpinggirkan, kalah pamor dengan teks impor yang dianggap lebih “internasional.”
Kini saatnya kita membalik keadaan. Mengangkat folklor ke dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah langkah strategis: kita bisa melatih kemampuan berbicara siswa sekaligus menanamkan rasa bangga akan budaya sendiri. Sebuah pendekatan yang memadukan “lokal rasa global.”
Sumber: Istockphoto.com
Riset pendidikan bahasa menunjukkan bahwa materi yang berakar pada budaya lokal mampu meningkatkan keterlibatan siswa secara signifikan. Saat anak membaca kisah “Bawang Merah dan Bawang Putih” dalam bahasa Inggris, mereka tak hanya belajar grammar dan kosakata, tetapi juga merekonstruksi makna, menghidupkan karakter, dan berdialog dengan warisan leluhur.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, folklor juga membuat pembelajaran terasa lebih contextual. Siswa sudah mengenal alurnya, sehingga mereka lebih fokus mempraktikkan bahasa ketimbang memikirkan apa yang terjadi selanjutnya. Guru pun bisa memanfaatkannya untuk role play, debat karakter, atau story retelling yang memicu interaksi lisan.
Namun, membacakan teks cerita rakyat saja tidak cukup. Anak-anak zaman kini membutuhkan sentuhan kreatif yang membuat materi terasa hidup dan interaktif. Di sinilah flashcard masuk sebagai “pemeran utama” pendukung folklor di kelas bahasa Inggris.
Bayangkan sebuah flashcard bergambar Timun Mas dengan kata “escape” di bawahnya. Anak langsung mengaitkan kata itu dengan adegan Timun Mas melarikan diri. Ini bukan sekadar menghafal kosakata, tapi belajar lewat asosiasi visual dan emosional.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa flashcard efektif meningkatkan daya ingat kosakata dalam pembelajaran bahasa kedua. Ketika dipadukan dengan cerita rakyat, manfaatnya berlipat: kosakata terekam lebih kuat karena terkait dengan alur, tokoh, dan konflik yang bermakna bagi siswa.
ADVERTISEMENT
Lebih dari itu, flashcard membuka ruang bagi autonomous learning. Siswa bisa membawa pulang kartu-kartu tersebut, bermain kuis dengan keluarga, atau bahkan menciptakan versi cerita mereka sendiri. Proses ini menumbuhkan pembelajar mandiri yang aktif mengelola ritme belajarnya.
Tak hanya soal kosakata, strategi ini juga menumbuhkan speaking confidence. Saat siswa memerankan tokoh, mereka belajar mengekspresikan emosi, intonasi, dan bahasa tubuh, komponen penting komunikasi lisan. Inilah pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan sekaligus membentuk keterampilan abad ke-21.
Pendekatan ini juga selaras dengan experiential learning, di mana siswa belajar melalui pengalaman langsung. Bukan sekadar membaca atau mendengar, tapi merasakan peran dalam cerita. Hasilnya, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan berkesan.
Di era digital, peluangnya semakin terbuka. Interactive Flashcard bisa hadir di gawai siswa dengan audio, animasi, atau kuis cepat. Guru bisa memanfaatkan aplikasi gratis untuk membuat konten folklor berbahasa Inggris yang dapat diakses kapan saja, di mana saja.
ADVERTISEMENT
Manfaat lain yang jarang dibicarakan adalah efek diplomasi budaya. Saat siswa membawakan cerita rakyat dalam bahasa Inggris di forum internasional, mereka secara tidak langsung memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Ini adalah cara sederhana namun efektif untuk menjaga agar budaya kita tetap hidup di panggung global.
Dengan mengintegrasikan folklor ke dalam pembelajaran bahasa Inggris, kita tidak sekadar mengajar kosakata atau tata bahasa. Kita membentuk generasi yang fasih berbahasa global, namun berdiri tegak di atas akar budayanya sendiri. Generasi yang tak hanya pandai berkata, “Hello, how are you?” tetapi juga mampu bercerita, “Let me tell you about Timun Mas…”
Jadi, sebelum kisah-kisah Nusantara benar-benar hilang ditelan arus globalisasi, mari kita hidupkan kembali di ruang kelas. Biarkan dongeng lama menjadi senjata baru: menjembatani pelestarian budaya dan penguasaan bahasa Inggris. Sebab, masa depan bahasa kita bisa saja global, tapi jati diri kita tetaplah Nusantara.
ADVERTISEMENT