Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bulawayo, Kota Para Raja
31 Juli 2018 13:01 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari wied kiki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bulawayo adalah sebuah provinsi di Zimbabwe yang memiliki ibu kota provinsi dengan nama sama. Kota ini menyimpan berbagai cerita mengenai sejarah Zimbabwe. Selain itu, Bulawayo juga terkenal dengan julukan “City of Kings and Queens” atau Kota Para Raja dan Ratu. Kota terbesar kedua di negara Zimbabwe ini pernah menjadi daerah industri yang cukup berkembang.
ADVERTISEMENT
Perjalanan darat dari Harare, Ibukota Zimbabwe menuju Bulawayo ditempuh kurang lebih 4 hingga 5 jam. Selama perjalanan, padang rumput dan kumpulan ternak yang mengisi daratan tersebut, menjadi pemandangan bagi setiap makhluk yang menyambanginya. Jalanan yang cenderung lurus dan sepi akan memberikan kesan yang mendalam untuk diingat.
Jalur Harare – Bulawayo adalah jalur utama yang menghubungkan Zimbabwe, Afrika Selatan, dan Botswana. Jalanan sudah teraspal bagus dan bermarka, hasil kerja keras pemerintah Zimbabwe yang telah dimulai pada 2014 lalu. Meskipun jalur utama, jangan bandingkan jalanan ini dengan jalur Pantura. Selain lebih sepi kendaraan, di sini juga masih jarang rumah-rumah penduduk, apalagi rumah makan.
Memasuki kota Bulawayo, pemandangan berubah menjadi kawasan industri. Beberapa masih beroperasi, namun banyak yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya. Ya, krisis yang terjadi di Zimbabwe memang membuat banyak industri bangkrut.
Bulawayo Court Building (Sumber: Flickr)
ADVERTISEMENT
Di pusat kota Bulawayo, terlihat bangunan-bangunan modern dan kuno berdiri berdampingan. Jalanan di pusat kota juga cukup lebar dengan jalur untuk pejalan kali di kanan kiri yang nyaman. Mulai dari toko kelontong, hingga supermarket dan pusat perbelanjaan terlihat di berbagai sudut kota ini. Dengan jumlah penduduk hampir mencapai 700 ribu dan luas wilayah 1,707 km², kota ini cukup lengang dalam kesehariannya.
Sebagian besar penduduk Bulawayo adalah suku Ndebele, suku terbesar kedua di Zimbabwe. Sedangkan suku terbesar adalah Shona, yang umumnya tanggal di bagian utara Zimbabwe dan ibu kota Harare.
Dari ciri fisik, sepertinya cukup susah membedakan dari suku apa mereka berasal. Kita dapat membedakan mereka dari Bahasa yang mereka gunakan. Orang Ndebele menggunakan bunyi “click” dalam bahasa mereka.
ADVERTISEMENT
Contoh bunyi ini dapat didengarkan melalui tautan berikut.
Bahasa Ndebele ini lebih dekat kekerabatannya dengan bahasa-bahasa yang dipakai di Afrika Selatan.
Bulawayo didirikan oleh Raja Lobengula, Raja terakhir dari Matabeleland, yang bertahta dari tahun 1845 – 1894. Kata Bulawayo sendiri, berasal dari Bahasa Ndebele “Ko Bulawayo” yang berarti “tempat dia dibunuh.” Agak tragis memang, namun ini adalah untuk mengenang sejarah, ketika Lobengula harus mempertahankan kerajaannya dari serangan musuh-musuhnya dari suku lain maupun dari kolonial Inggris.
Raja Lobengula (Sumber Wikipedia)
Ayah Raja Lobengula, Raja Mzilikazi adalah Raja Kerajaan Ndebele Utara. Awalnya kerajaan ini berasal dari bagian utara Afrika Selatan. Dalam perkembangannya sebagian besar kerajaan ini meliputi bagian selatan, barat dan barat daya Zimbabwe. Raja Mzilikasi yang meninggal 1868 dimakamkan di daerah Matopos, sebuah taman nasional di Bulawayo.
ADVERTISEMENT
Mengulas Bulawayo tidak mungkin tanpa menyebut Cecil John Rhodes. Para kakek/nenek atau orang tua kita malah mungkin mengenal Zimbabwe ini dengan nama Rhodesia. Nama Rhodesia memang diambil dari nama Cecil Rhodes ini.
Cecil Rhodes (1853 - 1902) adalah seorang pengusaha dari Inggris yang menjalankan usahanya dari Afrika Selatan. Ia juga seorang politisi yang yang dekat dengan kalangan kerajaan Inggris saat itu. Cecil juga sangat mendukung imperialisme Inggris di Afrika.
Sebagai pemilik perusahan British South Africa Company (BSAC), Cecil meluaskan kekuasaannya hingga ke utara Afrika Selatan. Oleh karena itu, dia mendirikan Rhodesia. Rhodesia ini sekarang mencakup negara Zimbabwe dan Zambia.
Papan petunjuk World’s View di Matopos (koleksi pribadi)
Matopos (koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
Ketika berkunjung ke daerah Matobo atau sering juga disebut Matopos di Bulawayo, Cecil sangat terkesan dengan pemandangan di daerah ini. Ia menyebutnya “World’s View.” Seolah-olah dari tempatnya memandang, ia dapat memandang seluruh dunia.
Rhodes akhirnya meninggal di Cape Town, Afrika Selatan pada 1902 karena sakit yang dideritanya. Sesuai permintaan dalam surat wasiatnya, ia dimakamkan di sebuah bukit batu di Matopos, yang dia sebut sebagai World’s View. Tempat ini sekarang menjadi salah satu obyek wisata di Bulawayo. Pemandangan bukit berbatu-batu, hamparan padang yang luas dan kesunyian tempat ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis.
Batu nisan Cecil Rhodes di puncak bukit di Matopos (koleksi pribadi)
Di provinsi Bulawayo juga dapat ditemukan reruntuhan peninggalan dua kerajaan yang berbeda, Reruntuhan Khami adalah tinggalan kerajaan Butua, dari dinasti Torwa. Reruntuhan yang terkenal dengan sebutan Khami Ruins ini terletak kurang lebih 22 km dari kota Bulawayo. Khami ini adalah ibukota kerajaan Butua selama 200 tahun sejak 1450.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga terdapat reruntuhan Dananombe, tinggalan kerajaan Rozvi, yang terletak di daerah Shanganani, sekitar 25 km dari kota Bulawayo. Dananombe ini adalah ibukota kerajaan Rozvi mulai tahun 1693 hingga awal 1800.
Nah, itulah sebabnya Bulawayo disebut kota para raja dan ratu. Beberapa kerajaan ternyata pernah berdiri di Bulawayo di masa lalu. Selain itu, beberapa makam orang terkenal ternyata juga berada di Bulawayo.