Konten dari Pengguna

Uang Triliunan Jadi Souvenir

wied kiki
Diplomat, travelers
24 Juli 2018 11:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wied kiki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagian pembaca pasti terpantik jika ada yang mengatakan tentang Zimbabwe. Langsung saja asosiasi kita mengarah pada mata uang triliunan yang pernah dipakai di negara ini. Siapa sih yang nggak tertarik dengan uang, apalagi triliunan.
Foto: Dua puluh triliun Dolar Zimbabwe (koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
Mungkin pembaca teringat suatu peristiwa di Zimbabwe yang pernah diberitakan di media bertahun-tahun lalu. Hanya untuk membeli sesisir pisang atau sebungkus roti saja, seseorang harus membawa sekarung atau satu tas penuh uang.
Negara ini pernah mengalami masa-masa ketika uang dengan pecahan juta, milyar, dan triliunan beredar luas di masyarakat, sekitar tahun 2008 hingga 2009. Mungkin pembaca ada yang mengira dengan banyaknya uang yang beredar, penduduknya menjadi kaya raya.
Sayangnya bukan seperti itu yang terjadi. Dengan dicetaknya uang yang banyak dan dengan nominal yang fantastis, Zimbabwe mengalami hiperinflasi.
Masa-masa yang tidak dapat dilupakan oleh masyarakat Zimbabwe. Peristiwa itu terjadi sekitar 8 tahunan sebelum penulis menginjakkan kaki di negara ini. Penulis memang tidak mengalami masa hiperinflasi ketika berada di Zimbabwe, namun beberapa teman mengisahkan beratnya masa triliunan ini.
ADVERTISEMENT
Mereka menceritakan harga yang melambung tinggi dan nilai uang yang sangat fluktuatif. Pergerakan nilai uang ini hingga dalam hitungan menit lho.
Contohnya begini, ketika seseorang ingin membeli suatu barang dan bertanya melalui telepon, si penjual menyampaikan harga. Kemudian si pembeli segera meluncur ke toko untuk membayar dan mengambil barang. Eh ternyata harganya sudah berubah jauh karena nilai tukar mata uang Zimbabwe terhadap dolar yang turun tajam.
Tidak hanya nilai uang, tapi juga ketersediaan barang-barang juga sangat langka. Makanan pokok mereka, jagung yang diolah, dan roti menghilang beberapa waktu dari peredaran.
Seorang teman sampai harus meminta koleganya dari negara tetangga untuk mengirimkan satu truk roti. Roti tersebut juga dibagi-bagi kepada masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Masyarakat tidak menemukan bahan makanan ini di toko-toko yang ada. Pabrik pun beroperasi sangat terbatas. Produksinya pun pasti langsung ludes diserbu masyarakat.
Seorang teman lain mengalami kelangkaan bahan bakar. Stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang tersebar di penjuru kota Harare dan sekitarnya sudah kosong. SPBU terdekat yang masih punya bahan bakar berada di dekat perbatasan Zimbabwe dan Afrika Selatan. Teman tersebut tidak hanya memenuhi tangki mobil, tapi juga mengisi jerigen-jerigen untuk persediaan berhari-hari.
Zimbabwe sekarang boleh dibilang lebih baik dari masa-masa hiperinflasi. Mata uang resmi memang belum ada lagi. Ya, Pemerintah Zimbabwe menggunakan beberapa mata uang sebagai alat transaksi.
Selain Dolar Amerika yang memang digunakan secara luas, dipakai juga beberapa mata uang lain, di antaranya Rand (Afrika Selatan), Pula (Botswana), Yen (Jepang), Yuan (Tiongkok), Dolar Australia, dan Euro. Namun yang sering dipakai adalah Dolar Amerika dan Rand.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Zimbabwe juga memakai alat transaksi bond, berupa koin, dan lembaran, sejak akhir 2014. Bond ini sejenis mata uang, yang hanya dapat dipakai di Zimbabwe.
Nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah Zimbabwe adalah 1 Bond Note (1 lembar) sama dengan 1 Dolar Amerika. Bond ini sekarang lebih banyak beredar dibanding mata uang lainnya.
Bond notes pecahan 2 dan 5 Dolar (koleksi pribadi)
Meski demikian, ternyata Zimbabwe masih belum sepenuhnya pulih dari krisis ini. Pada tahun 2016, Zimbabwe dilanda krisis uang tunai. Dolar Amerika yang banyak dipakai masyarakat dan uang bond tiba-tiba susah ditemukan.
Masyarakat antri berjam-jam di depan ATM ataupun di bank untuk mengambil uang. Itupun jumlahnya dibatasi untuk tiap orang. Awalnya masyarakat masih dapat mengambil dalam bentuk Dolar Amerika, tapi lama-lama yang keluar adalah uang bond.
ADVERTISEMENT
Antrean panjang tiap pagi di depan bank seringkali penulis lihat. Mereka rela antri dari malam harinya, demi mendapatkan uang tunai. Berapapun yang dikeluarkan oleh ATM atau teler bank. Tidak jarang setelah beberapa puluh antrean, mereka membubarkan diri. Ternyata uang tunai di bank itu pun sudah habis.
Bagi mereka yang telah menempuh puluhan kilo hanya untuk mencapai bank itu, pilihannya hanya ikut antre kembali esok hari. Tidak ada uang untuk membayar transportasi.
Nah, karena sudah tidak dipakai lagi, uang Zimbabwe yang triliunan masih cukup banyak disimpan oleh masyarakat. Memang Pemerintah Zimbabwe pernah mengumumkan kepada masyarakat untuk menukar uang ini dengan uang bond. Sepertinya masyarakat kurang berminat, karena nilai tukarnya yang cukup kecil.
Foto: Mug dengan dekorasi uang Dolar Zimbabwe (koleksi pribadi).
ADVERTISEMENT
Namun uang asli dengan pecahan fantastis dan dalam keadaan baik, sangat menarik minat kolektor uang. Uang ini dihargai dengan nilai lumayan tinggi dalam mata uang Dolar Amerika.
Uang pecahan jutaan, milyar atau triliunan ini akhirnya dapat penulis temui di pasar-pasar seni dan pasar mingguan. Uang ini dijadikan alat oleh masyarakat untuk memperoleh uang juga. Memang beberapa sudah tidak asli lagi, hanya dicetak khusus untuk souvenir. Tidak hanya dalam bentuk lembaran saja, uang ini juga menjadi dekorasi mug dan berbagai souvenir lain. Jadilah uang triliunan ini souvenir paling dicari-cari turis yang berkunjung ke Zimbabwe.